“Dan diantara (tanda-tanda) kebesaran-Nya, Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkannya bumi setelah mati (kering). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti.” (TQS. Ar-rum: 24).
Menjelang musim penghujan tahun ini, berbagai upaya dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi dampak yang mungkin terjadi, salah satunya dengan membuat lubang biopori. Sebagaimana dilansir dari laman Visi.news, pasca pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Cinunuk, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, sebanyak 29 Ketua RW dan 195 Ketua RT se-Desa Cinunuk kompak “ber-biopori” atau ramai-ramai membikin lubang biopori. Para Ketua RW dan Ketua RT se-Desa Cinunuk sabilulungan (bergotong royong, red.) membuat lubang biopori ini berlangsung di lapangan sepak bola Yayasan Bina Insan Baitul Manshurin Jln. Cijambe RW 07 Desa Cinunuk, Sabtu (16/11). Mereka kompak membuat lubang biopori usai mengikuti pelatihan dan pembagian alat biopori di GOR yayasan tersebut yang diselenggarakan Pamerintahan Desa Cinunuk.
Kegiatan yang dibuka Kades Cinunuk H. Sesep Ruhiat tersebut dihadiri Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kab. Bandung, Asep Kusumah, Camat Cileunyi, Solihun, BPD, Bhabinkamtibmas dan Babinsa Desa Cinunuk. Sesep Ruhiat dalam pembukaan pelatihan dan pemberian alat biopori bagi 29 RW dan 195 RT tersebut mengatakan, kegiatan yang dibiayai dari anggaran Dana Desa (DD) tersebut terkait dengan penanganan lingkungan hidup, baik sisi penanganan sampah, resapan air, maupun banjir.
Kadis LH Kabupaten Bandung, Asep Kusumah saat memberikan pelatihan dan pemberian alat biopori di hadapan 29 Ketua RW dan 195 Ketua RT se-Desa Cinunuk, “Pelatihan dan pemberian alat biopori ini terkait dengan upaya raksa desa. Arti raksa memelihara (menjaga) dan arti desa lembur. Jadi dengan alat biopori ini kita sama raksa desa alias jaga lembur agar sampah tertangani dan resapan air terjaga,” harap Sesep yang dalam Pilkades Cinunuk terpilih kembali jadi Kades Cinunuk untuk ketiga kalinya. Sementara itu Kadis LH Kab. Bandung, Asep Kusumah dalam memberikan pelatihan dan pemberian alat biopori mengapresiasi kepada Kades Cinunuk yang telah menggelar pelatihan pemberian alat biopori kepada 29 RW dan 195 RT se-Desa Cinunuk ini. (Visi.news, 16/11/2019).
Pembagian alat dan pembuatan lubang biopori oleh Kades Cinunuk patut mendapat apresiasi, pasalnya biopori adalah salah satu cara untuk melestarikan lingkungan. Lalu apa sebenarnya biopori? Biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah sebagai metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi genangan air dengan cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Metode ini dicetuskan oleh Dr. Kamir Raziudin Brata, salah satu peneliti dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. (Wikipedia)
Biopori memiliki segudang manfaat secara ekologi dan lingkungan, yaitu memperluas bidang penyerapan air, sebagai penanganan limbah organik, dan meningkatkan kesehatan tanah. Biopori mampu meningkatkan daya penyerapan tanah terhadap air sehingga risiko terjadinya penggenangan air (waterlogging) semakin kecil. Air yang tersimpan ini dapat menjaga kelembaban tanah bahkan di musim kemarau. Keunggulan ini dipercaya bermanfaat sebagai pencegah banjir.
Biopori juga dapat mengurangi sampah rumah tangga, dengan cara mengubah sampah organik menjadi kompos. Pengomposan sampah organik mengurangi aktivitas pembakaran sampah yang dapat meningkatkan kandungan gas rumah kaca di atmosfer. Sampah organik yang dapat dikomposkan di dalam biopori diantaranya sampah taman dan kebun (dedaunan dan ranting pohon), sampah dapur (sisa sayuran dan tulang hewan), dan sampah produk dari pulp (kardus dan kertas).
Selain itu biopori dapat meningkatkan aktivitas organisme dan mikroorganisme tanah sehingga meningkatkan kesehatan tanah dan perakaran tumbuhan sekitar.
Namun saat ini kerusakan alam seolah telah menjadi penyakit yang akut dan berkepanjangan, untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas banjir dibutuhkan dukungan semua pihak, mulai dari individu, masyarakat, dan negara. Rendahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan dan kelestarian lingkungan, serta minimnya peranan negara, menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Bahkan Allah Swt mengabadikan hal tersebut dalam firman-Nya:
“Telah tampak rusak di daratan dan di lautan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-rum :41).
Hujan adalah berkah bagi alam semesta, hanya saja laju pembangunan terkadang mengorbankan tanah persawahan dan perkebunan menjadi perumahan, industri dan lain sebagainya. Tanah yang seharusnya menjadi resapan air telah beralih fungsi, selain itu buruknya drainase dan banyaknya masyarakat yang masih membuang sampah di sungai menjadi penyebab terjadinya banjir. Pembuatan biopori hanya menjadi salah satu cara agar air cepat meresap kedalam tanah, sejauh ini belum ada cara yang benar-benar efektif untuk menanggulangi banjir hingga setiap tahunnya masyarakat di daerah langganan banjir masih saja was-was.
Mengingat karena semua kerusakan atau pencemaran lingkungan disebabkan karena ulah manusia, maka amar ma’ruf nahi mungkar adalah cara terbaik untuk menanggulangi. Saat ini solusi yang ditawarkan hanya bersifat parsial, dan selalu ada efek sampingnya bagi masyarakat. Penanganan banjir dan kerusakan alam akan sulit dilakukan jika hanya secara individu maupun berkelompok. Maka dibutuhkan peran negara yang akan menerapkan aturan yang mampu menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan, serta memberikan sanksi bagi yang melanggarnya. Yakni negara yang menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, dan menghukumi juga hanya dengan hukum Allah Swt semata. Islam dalam naungan negara khilafah memiliki kebijakan efektif dan efisien. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir.
Negara Islam membuat kebijakan tentang master plan, di dalamnya ditetapkan sebuah kebijakan yaitu pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya, dengan memperhatikan konsep kepemilikan individu, umum dan swasta. Membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengob atan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana. Menetapkan kawasan hutan lindung, cagar alam, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Memberikan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.
Berbahagialah kita sebagai umat Islam. kita sudah pahami bersama bahwa Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), keberadaannya sebagai sistem hidup yang diturunkan oleh Dzat Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Allah ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya. Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia sebagai khalifah di muka bumi. Kejadian alam semesta yang sistematik mengarahkan manusia agar mampu mensyukuri, menjaga, dan menghayati keesaan dan kebesaran Allah.
Rasulullah Saw dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.
Demikianlah gambaran ril penanganan negara di era kapitalis dan era peradaban Islam terkait masalah umat. Solusinya tidak parsial tapi bersifat menyeluruh. Kemaslahatannya pun dirasakan secara umum bukan lokal maupun regional. Semua itu terwujud karena landasan keimanan dan keterikatan kepada syariat Islam secara totalitas.
Wallahu ‘alam bishawab.
Oleh: Zahra Azzahi (Member AMK)