Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Konawe Selatan berharap agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) memaksimalkan peningkatan kapasitas badan adhoc.
Penyelenggara
pemilu badan adhoc mulai dari tingkat kecamatan disebut Panitia Pemilihan
Kecamatan (PPK), di tingkat desa atau kelurahan adalah Panitia Pemungutan Suara
(PPS)
serta Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) ditingkat
Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sementara di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) penyelenggara Pemilu badan adhoc mulai dari Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam), Pengawas Lapangan (PL) hingga pengawas di tingkat TPS.
Ketua Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Sulawesi Tenggara (Sultra), Sutamin Rembasa mengatakan, bagi KPU Konsel terdapat tiga hal penting untuk membentuk penyelenggara Pemilu badan adhoc yang profesional, kredibel dan bertanggungjawab.
Ketiga hal itu, kata Sutamin, adalah berkaitan dengan rekrutmen, pembekalan dan kontrol. Dalam proses rekrutmen penyelenggara Pemilu badan adhoc dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan masyarakat (civil sociaty) secara luas ditingkat kabupaten Konawe Selatan.
“Untuk rekrutmen PPK, PPS, KPPS, harus selalu berkonsultasi satu tingkat diatasnya. Meminta pendapat, saran dan petunjuk. Dalam UU nomor 10 tahun 2016, PPS dan KPPS tidak ada lagi ketentuan diusulkan oleh Kades atau lurah. Ini jadi modal untuk menjaga independensi,” kata Sutamin Rembasa di coffee story Kota Kendari. Minggu, (1/3/2020).
Eks Komisioner KPU Konsel periode 2013-2018 ini mengatakan, peyelenggara harus benar-benar menjaga integritas dan kemandiriannya, serta menjaga marwah lembaga. Hal ini berdampak pada kepercayaan publik.
“Saya yakini tidak semua bisa, tapi harus di cegah lebih awal untuk menciptakan proses dan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik,” imbuhnya.
Sutamin berharap kepada KPU Konsel, agar terus berupaya memutakhirkan sosialisasi kepada para anggota PPK, PPS maupun KPPS. Hal ini karena aturan Pilkada yang terus berubah dari waktu ke waktu. Pembekalan atau peningkatan kapasitas kelembagaan anggota badan adhoc harus maksimal.
Sebab, Sutamin menilai, bagi penyelenggara badan adhoc yang telah bertugas sebelumnya biasanya sosialisasi dan bimbingan teknis (bimtek) tak dianggap penting, karena mereka menilai bimtek yang dilakukan sama dengan bimtek sebelumnya.
“Kalau ada sikap begini yang menggampangkan atau meremehkan hal yang baru, maka penyesuaian hal yang baru akan jadi problem,” ungkapnya.
Contohnya, lanjut Sutamin, isu-isu yang sering mencuat mengenai surat suara kurang di TPS, pemilih yang mencoblos di dua TPS, pelayanan kepada pemilih yang memiliki e-KTP namun tidak terdaftar di DPT dan lainnya. Hal ini tidak akan menjadi problem, jika anggota KPPS mengikuti bimbingan teknis secara tuntas.
“Pemahaman penyelenggara Pemilu, jadi catatan utama. Penyegaran dan pembekalan jadi penting karena ada perubahan-perubahan regulasi,” pungkasnya.
Sementara terkait kontrol, tambah Sutamin, terdapat berbagai instrumen untuk mengawasi dan mengontrol kinerja KPU, PPK, PPS hingga KPPS. Selain masyarakat dan LSM, pemantau Pemilu. Pengawasan juga dilakukan Bawaslu Konsel sesuai tingkatannya.
“Jadi kuncinya ada tiga, proses rekrutmen, pembekalan atau peningkatan kapasitas, dan pengendalian atau kontrol dengan berbagai macam instrumen harus maksimalkan,” tambahnya.
MAHIDIN