Golkar Sultra

H. Herry Asiku, SE

PARTAI Golkar Sultra kini punya darah segar. Haji Herry Asiku baru saja terpilih melalui Musda sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Sultra periode 2020-2025. Herrry adalah kader Golkar yang selama dua periode terakhir ini duduk di DPRD Konawe Utara. Sepengetahuan saya, beliau bergabung dengan partai berlambang pohon beringin sudah sejak era Orde Baru. Orde Baru identik dengan Golkar.

Tadi pagi (Rabu 11 Februari 2020), saya diterima Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara Lukman Abunawas di ruangan kerjanya. Saat kami berbincang-bincang, Pak Wagub sempat menyinggung Herry Asiku, tokoh muda yang baru terpilih sebagai pimpinan daerah sebuah partai legendaris, Golkar. Wajah Pak Wagub tampak cerah menyebut pimpinan baru Golkar Sultra. Artinya, beliau sangat mendukung dan menyambut gembira terpilihnya Herry Asiku.

Partai Golkar Sultra memang sedang membutuhkan figur yang segar, energik dan berintegritas, akomodatif, serta mampu merangkul kembali semua golongan dan warga Sultra di 17 kabupaten kota. Sebab sejak lama, Golkar adalah partainya rakyat Sultra. Sehingga Sultra pernah dijuluki jazirah Golkar.

Golkar adalah partai bercorak nasionalis dengan platform karya dan kekaryaan. Platform inilah sebenarnya ideologi Partai Golkar yang berazaskan Pancasila dan UUD 1945. Selanjutnya di zaman now Golkar mengusung slogan baru: Suara Golkar Suara Rakyat.

Partai Golkar adalah partai modern. Proses rekrutmen dan kaderisasi partai tidak berdasarkan kedekatan keluarga atau dinasti, atau trah keluarga dari pendiri, dan bentuk primordialisme lainnya. Tetapi rekrutmen dan kaderisasi dilakukan berdasarkan prinsip dan kesamaan pandang terhadap platform partai. Selain itu kader partai harus memiliki keahlian dan profesi bidang-bidang tertentu yang akan dikontribusikan dalam rangka implementasi ideologi karya dan kekaryaan.

Tidak kurang pentingnya ialah bahwa kader itu harus mapan secara ekonomi agar dia dapat berkontribusi bukan hanya tenaga, pikiran dan waktu tetapi juga mendukung partai secara finansial dalam rangka penguatan perjuangan partai demi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian makin utuh kehadiran Partai Golkar sebagai partai pengabdian untuk kepentingan rakyat, bukan tempat mencari penghasilan.

Pentingnya penguatan manajemen partai secara finansial adalah untuk memelihara citra dan marwa Partai Golkar agar tidak terlibat praktik politik uang dan uang mahar baik secara terang-terangan maupun terselubung sebagaimana dilakukan partai lain.

Praktik tersebut dilakukan dalam event-event pilkada. Panitia internal partai menjaring sebanyak mungkin bakal calon. Para bakal calon kemudian dijadikan obyek. Kantong mereka dikuras oleh oknum-oknum. Sedangkan uang mahar bersifat resmi yang dibayar bertingkat: DPC, DPD, dan DPP.

Ada juga partai yang secara terbuka menyatakan tidak ada uang mahar. Namun, ketika calonnya berhasil terpilih dan menjadi bupati, walikota atau gubernur, operasi senyap dijalankan dengan dalih membangun kerja sama. Yang tampil menanda tangani MoU tentu saja bukan pengurus partai tetapi pelaku bisnis di belakang partai tersebut.

Partai Golkar harus menjauhi praktik buruk tersebut. Karena itu, pengurus partai harus direkrut dari kader-kader berintegritas sebagaimana dipaparkan di atas. Heri Asiku diharapkan segera membentuk pengurus DPD Golkar periode 2020-2025. Pengurusnya harus diisi kader-kader berintegritas, sekali lagi. Kecuali pertimbangan moralitas, kapabilitas dan aksesibilitas, faktor konfigurasi juga harus menjadi pertimbangan. Keterwakilan wilayah merupakan keniscayaan bagi pengurus baru.

Langkah selanjutnya adalah konsolidasi. Ketua DPD Golkar Sultra dianjurkan bergerak ke kecamatan dan desa untuk bertatap muka dengan masyarakat. Acara tatap muka adalah tradisi Golkar yang selama ini kerap dilupakan. Padahal komunikasi dialogis itu sangat penting artinya dalam rangka menyerap aspirasi.

Safari tersebut sekaligus memantau kondisi infrastruktur dan kegiatan ekonomi warga. Hasil safari kemudian menjadi bahan evaluasi bagi kepemipinan baik di tingkat kabupaten kota maupun kepemimpinan tingkat provinsi.

Aspirasi, kondisi infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah data faktual yang kelak dijadikan bahan pertimbangan utama ketika Partai Golkar menjaring dan merekrut calon-calon kepala daerah, selain tentu saja kriteria lainnya seperti kapabilitas atau kecakapan, aksesibiltas, integritas dan tidak tercela.

Partai Golkar jangan menjual kucing dalam karung. Rakyat harus tahu kucingnya warna dan segagah apa. Karena itu, kucingnya harus dijaring sejak awal, sebanyak mungkin. Rakyat jangan difetakompli (fait accompli). Kucingnya cuma satu, jelek lagi luar dalam. Tapi karena cuma satu-satunya (calon tunggal) ya rakyat terpaksa memilih yang jelek itu. ***

YAMIN INDAS

PUBLISHER: MAS’UD