Negeriku Darurat “Corona Phobia”

Negeriku Darurat "Corona Phobia”
ILUSTRASI

Virus  Corona menjadi topik terhangat sejak beberapa bulan terakhir. Virus ini mendadak menjadi teror mengerikan bagi masyarakat dunia, terutama setelah merenggut nyawa ratusan orang hanya dalam waktu singkat.

Satu hal yang paling mengkhawatirkan adalah virus ini terus mencari mangsa.  Virus Corona jenis baru mulai menjadi perhatian masyarakat dunia setelah pada 20 Januari 2020, otoritas kesehatan di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, mengatakan tiga orang tewas di Wuhan setelah menderita pneumonia yang disebabkan virus tersebut.

Iklan Pemkot Baubau

Dilansir dari Asian Nikkei Review, berita tersebut langsung meresahkan warga Tiongkok yang akan melakukan perjalanan pulang kampung untuk merayakan Tahun Baru Imlek pada 25 Januari 2020. Virus ini terasa semakin menakutkan bagi warga karena berkaitan dengan Sindrom Pernapasan Akut Berat (SARS) yang pernah menewaskan hampir 650 orang di Tiongkok dan Hong Kong pada 2002 dan 2003.  Ini awal berita merebaknya virus Corona.

Berjalannya waktu sangat cepat, ternyata virus ini yang dikenal dengan COVIC-19 benar adanya membuat ketakutan yang luar biasa hampir di banyak negara.  Penyebarannya sangat cepat. Memaksa seluruh pimpinan negara-negara untuk membuat keputusan yang menitik beratkan kepada adanya pencegahan merebaknya virus Corona agar tidak menambah korban. Mulai dari membentengi penjagaan diri hati-hati interaksi dengan yang lain, melakukan karantina bagi yang sudah terindikasi sampai menutup keluar masuknya jalur antar negara.

Tidak hanya sekedar keberanian keluar masuknya para pendatang dari berbagai negara yang diduga akan berpeluang terdampak Corona,  tak tanggung-tanggung  pemerintah Arab Saudipun mengumumkan penutupan jalur masuk pengunjung dari beberapa negara yang akan melakukan ibadah umrah ke tanah suci.  Dan keputusan ini menjadi otoritas pimpinan masing-masing negara.  Termasuk jamaah dari Indonesiapun masuk daftar yang dilarang.  Walaupun awalnya    Indonesia sempat menyangkal bahwa tidak ada Corona di Indonesia.

Padahal justru Indonesia menjadi negara yang berpeluang besar untuk terjangkitnya penyebaran virus ini.  Karena Indonesia negara yang bebas keluar masuk warga negara asing, baik alasan bisnis, pariwisata atau alasan-alasan lainnya.  Apalagi banyaknya pendatang dari Cina menguatkan dugaan Indonesia berpeluang penyebaran Corona.  Hubungan spesial dengan negara Cina membuat negeriku ini tidak kuasa mengeluarkan keputusan tegas, stop keluar masuk  warga negara Cina.  Disaat negara-negara dunia sudah melakukannya, begitu akrabnya hubungan dengan negara panda ini.  Apa hendak dikata takdirnya Indonesia benar-benar menjadi negara darurat wabah Corona.

Sejak beberapa pekan lalu, mulai serius antisipasi menghadapi kasus Corona, memang ada korban yang ditangani.  Kini, tak bisa lari dari kenyataan data warga yang terindikasi Corona terus bertambah sampai ke jajaran kementrian hingga beberapa hari lalu diberitakan Menhub positif terinveksi virus Corona.  Kalau sudah begini yang terbayang adalah berita-berita yang sangat menakutkan, mencemaskan dan mengkhawatirkan.  Sampai pada sikap anti dan phobi terhadap virus Corona “Corona Phobia”.

Pengetahuan tentang literasi seputar Corona sudah sangat banyak.  Mulai membahas asal mulanya virus, karakteristik, bentuk penyebaran, tanda-tanda terinveksi, penanganan, pencegahan hingga bagaimana pmengantisipasinya sampai pada rincian bahaya yang mematikan.  Para ahli dibidang ini mengerahkan segenap upaya mencoba menorehkan tinta pengetahuannya.  Begitupun para peneliti bersungguh-sungguh melakukan research untuk menemukan obat penangkal Corona.  Dari sinilah kekuatan opini sampai pada masyarakat melalui media yang zaman ini sudah serba cepat.  Masyarakat mencoba cepat tanggap agar terhindar dari virus ini.  Alat-alat yang berhubungan dengan pencegahan langsung di hunting seperti masker, bahan antiseptik tak hanya itu bahkan sebagian sembakopun laris manis di pusat-pusat perbelanjaan.  Begitulah sebagian kultur masyarakat negeriku ini. Ceoat phobia dengan hal-hal baru yang mencemaskan. Memiliki kekhawatiran yang tinggi, khawatir tertular, khawatir tidak kebagian dan kekhawatiran lainnya.  Mesti rasa kekhawatiran adalah penampakan dari naluri manusia.

Singkat kata saya tidak khawatir dengan kurangnya pengetahuan mengenali virus ini, sudah sangat banyak bahkan dikenal  dari mancanegara  hingga pedesaan.  Tidak terlalu rumit mencari tulisan seputar Covic-19.

Yang saya khawatirkan adalah kesibukan masyarakat “Corona Phobia” serta termasuk jajaran pimpinan  negeri ini hanya fokus pada virus antisipasi.  Bahkan mengakahkan fokus pada masalah-masalah negara yang belum tuntas sebelumnya menjadi tenggelam.  Saya akan mencoba sedikit menggali dari sisi kekhawatiran yang saat ini cukup serius menghantui negeri, negeriku Indonesia.

Sah, sejak beberapa hari lalu keputusan “Lockdown” yang sebelumnya diambil sebagai langkah sebagian negara dunia pun di duplikasi oleh negeri ini.  Pemerintah langsung secara resmi mengumumkan kepada seluruh jajaran pemerintah daerah mengambil langkah-langkah yang sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.  Kurang lebih instruksinya begitu.  Satu persatu pemerintah daerah mengeluarkan keputusan dan menetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), yang sangat massif adalah keputusan merumahkan murid-murid dan seluruh jajaran sekolah dengan teknis belajar di rumah.  Begitupun para akademisi kampus-kampus memutuskan hal yang sama dengan program kuliah maya.  Jajaran ASN bekerja dan pemantauan pelayanan dari rumah.  Rata-rata mengambil awal karantina ini dimulai pertengahan maret 2020 hingga akhir maret.  Seperti Banten menetapkan tanggal 16 hingga akhir bulan.  14 hari adalah masa karantina sebagai salah satu indikator serangan virus Corona.  Tentunya keputusan ini dengan segala konsekwensinya.

Kekhawatiran pertama, melihat reaksi pemerintah yang langsung fokus kepada instruksi seputar penanganan virus.  Membuat saya khawatir kurangnya peran pemerintah dalam melakukan edukasi iman pada masyarakat.  Bagaimana menghadapi wabah suatu penyakit, mensikapinya dan ikhtiyar untuk menghindarinya.  Yang dikaitkan kepada keyakinan aqidah.  Negeri ini penduduknya mayoritas muslim, pemimpinpun juga muslim.  Apa karena ini adalah realita negara sekuler?, kehidupan pasti dipisahkan dari agama.  Wajar bahas virus karna pengaruhnya tentang fakta kehidupan jadi hanya fokus memikirkan  solusinya praktis kehidupan.  Dari aspek ini saya pikir tugas ri’ayah atau pengaturan  pemerintah terhadap rakyat belum sepenuhnya.  Ditambah lagi keterlambatan dari sisi antisipasi sejak dini terkait wabah ini menunjukan kelemahan perlindungan negara terhadap rakyat negeri ini.   Dan sayapun khawatir negara kita ini masih banyak PR yang belum selesai, masalah domestik kasus-kasus korupsi, bagaimana dengan jiwasraya dan teman-temannya, omnibus law yang sangat mengusik kalangan buruh, ombusman dan lain-lain.  Darurat krisis melanda negeri ini justru harus dikhawatirkan.  Ditambah lagi suasana perpolitikan kian hari bertambah tidak pro rakyat.  Apa kabar dengan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang hingga Januari 2020 terus menggunung. Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia pada akhir Januari 2020 mencapai US$ 410,8 miliar atau Rp 6.079 triliun (Kurs US$ 1 = Rp 14.800).

Kebijakan politik luar negeri yang membuat negeri ini semakin berada dalam cengkraman asing.  Ini sangat perlu dikhawatirkan, semoga kekhawatiran saya ini tidak berlebihan.

Kekhawatiran kedua, kondisi perasaan rakyat negeri ini yang sangat mudah terbuai dengan kondisi dan suasana baru.  Katakan kasus virus Corona, mendengar berita saja rakyat langsung panik, muncul kekhawatiran dan ketakutan.    Padahal rasa khawatir dan takut yang berlebihan justru menurunkan imunitas tubuh.  Bisa jadi hal ini muncul karena jauhnya payung perlindungan jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan menimpa mereka.  Wajar terbayang macam-macam, jika sakit tidak dapat bekerja tidak punya penghasilan,  layanan kesehatan masih sulit dijangkau, atau akan menghantarkan pada kematian.  Alasan yang beragam inilah yang menjadi dikhawatirkan jika hanya semata-mata menyandarkan pada kemampuan manusia.  Manusia akan sibuk bahkan akan kecewa jika tidak sesuai dengan harapan.  Padahal untuk masyarakat yang telah memilih diin Islam sebagai panduan hidup sangat lengkap dalam menata agar setiap individu yang beriman tetap kuat menjalani berbagai cobaan serta ujian.  Dan memiliki acuan yang tepat dalam mencari solusi permasalahan yang dihadapi.  Termasuk menghadapi wabah virus Corona yang berdampak penyakit.  Rakyat bisa lupa jika tidak ada yang mengingatkan.  Disinilah dibutuhkan fungsi negara sebagai pelindung dan penjamin rasa aman.

Memang virus ini berbahaya, namun jika solusi yang diambil hanya sebatas tatanan konsep teoritis yang akhirnya menghilangkan banyak norma-norma agama, seperti : tidak melakukan jabat tangan ketika bersalaman, mengurangi pertemuan termasuk silaturahmipun dikurangi, jika ke mesjid jangan lama-lama, hindari i’tikaf dimasjid, lama-lama bisa jangan datang ke majlis ta’lim karna forum keramaian yang diminta untuk dihindari.  Semua sibuk dengan himbauan ini, semua percakapan medsos sarat membahas hal ini, bisa-bisa menghabiskan waktu bagi yang ingin tahu perkembangan Corona karena khawatir akan kena.  Kemaren dan hari ini semua pesan komunikasi media sosial penuh dengan berita Corona.  Lupa memikirkan sudahkah meningkat keimanan dengan ujian ini?,  saya justru khawatir jika rakyat negeri ini hanya memikirkan kedatangan virus Corona.  Atau mencari tempat lari yang dianggap aman.  Sebagai langkah penyelamatan phobi terhadap virus Corona.

Disaat-saat seperti ini, menjadi momentum bagi umat Islam untuk melakukan muhasabah.  Dan berserah diri kepada Allah SWT.  Bertahkim kepada Zat yang menguasai alam semesta dan maha menghidupkan-mematikan.  Mengatur alam ini dengan sebesar-besar kuasaNya.  Hanya Allah sajalah yang mengendalikan seluruh kejadian yang telah di takdirkan terjadi.  Manusia diperintahkan mengimani.  Seluruh ciptaan Allah yang ada di bumi ini senantiasa bertasbih padaNya termasuk makhluk sekecil apapun Allah yang menciptakan dan Allah pula yang mengatur peredarannya.  Virus adalah makhluk hidup yang sangat micro namun memiliki khasiat yang Allah kehendaki.  Hari ini dunia dihebohkan wabah virus Corona, inipun ciptaan Allah.  Hanya Allah yang paling tahu tujuan virus ini dimunculkan.  Manusia makhluk yang dikaruniakan akal di dorong untuk memikirkan tentang fenomena alam ini dan introspeksi diri.

Jika Allah berkehendak, melalui binatang kecil ini membuat seisi dunia bertekuk lutut pada kebesaran Allah SWT, tidak kuasa untuk melawan, meruntuhkan kesombongan.  Inilah harusnya yang terjadi.

Berkaca dari kisah Rasulullah SAW bersama para sahabatnya adalah orang-orang paling dekat dijadikan teladan.

Kisah  khalifah Umar bin Khattab ra di dalam kitab karya Syaikh Ali Ash Shalabi.

Tahun 18 H, hari itu Khalifah Umar bin Khattab ra bersama para sahabatnya berjalan dari Madinah menuju negeri Syam.

Mereka berhenti didaerah perbatasan sebelum memasuki Syam karena mendengar ada wabah Tha’un Amwas yang melanda negeri tersebut. Sebuah penyakit menular, benjolan diseluruh tubuh yg akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.

Abu Ubaidah bin Al Jarrah, seorang yang dikagumi Umar ra, sang Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menemui rombongan.  Terjadi dialog yang hangat antar para sahabat, apakah mereka masuk atau pulang ke Madinah..

Umar yang cerdas meminta saran muhajirin, anshar, dan orang2 yg ikut Fathu Makkah.  Sekalipun mereka berbeda pendapat antara tetap memasuki Syam atau kembali ke Madinah, namun diputuskan dengan hujjah.

Ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW.

“Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya.”

(HR. Bukhari & Muslim)

Akhirnya mereka pun pulang ke Madinah. Umar ra merasa tidak kuasa meninggalkan sahabat yg dikaguminya, Abu Ubaidah ra.  Beliau pun menulis surat untuk mengajaknya ke Madinah.

Namun Abu Ubaidah ra,  yang hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya..sebuah balasan pemimpin yang mencintai rakyatnya.

Umar ra pun menangis membaca surat balasan itu.

Dan bertambah tangisnya ketika mendengar Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat2 mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah Tha’un dinegeri Syam.

Pada akhirnya, wabah tersebut berhenti ketika sahabat Amr bin Ash ra memimpin Syam.  Kecerdasan beliau lah yang menyelamatkan Syam

Hasil tadabbur beliau dan kedekatan dengan alam ini. 

 Amr bin Ash berkata:

Wahai sekalian manusia, penyakit ini menyebar layaknya kobaran api. Jauhilah dan berpencarlah dengan menempat di gunung-gunung..

Mereka pun berpencar dan menempati gunung-gunung.

Wabah pun berhenti layaknya api yang padam karena tidak bisa lagi menemukan bahan yang dibakar.

Lalu, belajar dari bagaimana orang-orang terbaik itu bersikap.  Tidak ada rasa phobia oada diri mereka.

Maka inilah panduan dan kabar gembira ditengah kesedihan ini untuk kita semua.  Menghilangkan kekhawatiran negeri ini dengan sesuatu yang telah dikuasakan Allah SWT.

Secara ikhtiyar dengan melakukan  karantina dan mengisolasi daerah yang terkena wabah Sebagaimana sabda Rasulullah SAW diatas,

Maka itulah konsep karantina yang hari ini kita kenal.  Mengisolasi daerah yang terkena wabah.  Inipun dilakukan saat ini oleh sebagian besar negara-negara yang terdampak wabah.  Semoga negeri-negeri kaum muslimin mengerahkan para ilmuwannya melakukan research untuk menemukan obat virus Corona dan membagikan kepada yang lain demi menyelamatkan populasi jiwa.

Menguatkan sandaran kepada Allah SWT yang telah merencanakan segala kejadian di alam semesta ini dengan qudrah (kehendakNya). Bersabar dengan ujian dari Allah SWT, tawakal dan berserah diri atas qadla/taqdir Allah.

Karena Rasulullah SAW bersabda:

“Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin.”

“Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap dikampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid.”

(HR. Bukhari dan Ahmad)

Masya Allah,  ternyata mati syahid lah balasannya,  sesuatu yang didambakan kaum muslimin.  Perlukah kekhawatiran yang sangat?

Maka, sabar dan tanamkanlah keyakinan itu. Jika takdir Allah menyapa kita, berharaplah syahid.

Menanamkan keyakinan berbaik sangka kepada Allah SWT  Karena hanyalah ujian sebagai ladang pahala dari Allah, dan kalaupun penyakit yang telah di takdirkan Allah bisa menimpa siapa saja, Allah pun telah menyediakan obatnya.

Karena Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah Allah SWT menurunkan suatu penyakit kecuali Dia juga yang menurunkan penawarnya.”

(HR. Bukhari)

Kematian datang bukan karena adanya wabah Corona namun karena datangnya ajal dan Allah telah menyelesaikan urusan dunia hambaNya.

Banyak berdoa, zikrullah, bertaubat dan meningkatkan ketaqwaan pada Allah SWT.

Dalam hal ini perbanyak doa2 keselamatan  dilafadzkan setiap pagi dan sore,  sebagai berikut :

Bismillahilladzi laa yadhurru maasmihi, say’un fil ardhi walafissamaai wahuwa samiul’alim

“(Dengan nama Allah yang apabila disebut, segala sesuatu dibumi dan langit tidak berbahaya. Dialah maha mendengar dan maha mengetahui)”.

Ditegaskan melalui hadist Nabi :

“Barang siapa yang membaca dzikir tsb 3x dipagi dan petang. Maka tidak akan ada bahaya yg memudharatkannya”

(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Demikian gambaran sikap yang bisa dilakukan seorang Muslim, tidak tepat juga jika bersikap tidak peduli.  Disatu sisi ada kaidah kausalitas (hukum sebab-akibat) yang harus diperhatikan dalam bersikap.  Disisi lain tidak membiarkan kekhawatiran yang berlebihan. Ada ranah iman kepada segala ketetapan Allah SWT yang manusia tidak kuasa untuk menolaknya.  Kedua sikap ini yang

menjadi  landasan secara bersamaan baik bagi pemerintah ataupun bagi rakyat.  Meningkatkan taqarrub (mendekatkan diri) pada Allah menghilangkan rasa “Phobia”. Bersegera meraih ampunan Allah SWT dengan kembali menjalankan SyariatNya.[***]

Yeni Marlina, A.Ma (Pemerhati Kebijakan Sosial)