Di Tengah Gencarnya LockDown Covid19, PLN Butur Dianggap tidak mendukung Kebijakan Pemerintah

Layosibana

TEGAS.CO., BUTON UTARA – Disaat himbauan Pemerintah pada masyarakat dalam menghadapi pandemi global covid-19 agar banyak berdiam diri di rumah disaat itu pula komponen pemerintah yang lain melalui anak usahanya di BUMN yaitu PLN dan Telkomsel tidak mendukung kebijakan pemerintah ini.

Bagaimana tidak, pemadaman lampu bergilir saban hari terjadi selama beberapa hari ini ditambah signal telkomsel yang melemah bahkan menghilang di seantero Buton Utara membuat masyarakat kesal dan akses untuk mengikuti himbauan pemerintah bekerja di rumahpun tidak efektif.

“Ini kontradiktif, Pemerintah pusat dan daerah menyuruh masyarakat berdiam diri di rumah sementara hak dasar untuk menikmati pelayanan pemerintah melalui listrik dan signal telekomunikasi tidak terpenuhi. Bagaimana mau betah di rumah jika layanan hiburan untuk di rumah tidak ada, ditambah kondisi panas yang tidak nyaman di rumah? Mengingat kondisi urban thermal di Buton Utara ini cukup tinggi karena posisi geografisnya,”kata Layosibana, Warga Kelurahan Lipu via WhatssApp kepada wartawan Tegas.co. Rabu, 8 April 2020.

Di samping itu, sebuah kebijakan stay at home tersebut harus didukung layanan infrastruktur memadai agar masyarakat betah di rumah.

Melemahnya signal telkomsel dan padamnya listrik ini sudah menjadi hal lumrah di Buton Utara, terutama padamnya listrik.

“saya khawatir jangan sampai kita merasa hal ini sudah menjadi taken for granted, sesuatu yang sudah menjadi takdir untuk kita terima sebagai sebuah kewajaran, karena ini sudah menjadi ritual menyambut awal ramadhan,”ungkapnya.

Ironi sekali, kata Layosibana, masalah yang diutarakan itu merupakan hal tehnis yang bisa ditaktisi dengan kebijakan pemerintah.

“Pemerintah Daerah baik eksekutif dan legislatif juga perlu agresif mengenai hal ini,”ujarnya.

Jika PLN tidak mampu menyediakan pasokan listrik, pemerintah harus proaktif untuk menekan. Bisa saja, pemerintah daerah yang menyediakan lewat kerjasama swasta dengan skema energi baru dan terbarukan (EBT), entah bentukya bipartit atau tripartit, misalnya sumber daya air kita banyak.

Lanjut kata Layosibana, PLN wajib membeli listrik dari pihak yang bisa menyediakan energi baru dan terbarukan, malah dengan harga mahal. Artinya bahwa, ada selisih harga per watt yang bisa menjadi PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Pemerintah kita entah eksekutif dan legislatif kan sering berkunjung ke Jakarta. Cobalah mereka belajar pada kota tersebut mengelola sumber dayanya. Jakarta jangan hanya dilihat sebagai kota jasa tapi Jakarta bisa dijadikan model mengelola sumber daya airnya misalnya untuk menghasilkan rente. Buton Utara pun memiliki beberapa Daerah Aliran Sungai.

Jika Jakarta terlalu jauh dan maju, cobalah ke Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan yang ke lebih dekat dan kemajuan kotanya tak jauh beda dari Buton Utara, mereka punya PLTMH Bungin yang memasok listrik pada PLN dengan harga tinggi dan pasokan listriknya teratasi.

Dunia pasca moderen saat ini mengharuskan pemimpin-pemimpin sebuah kota untuk saling belajar satu sama lain.

“Ini eranya kolaborasi,” tutup Mahasiswa Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia ini.

S YP