Belajar dari Pandemi

Ummu Syakieb

Penyebaran virus covid-19 terus mengganas. Hal ini terlihat dari jumlah korban terjangkit yang terus melonjak tajam. Virus berukuran 120 nanometer ini telah menyebar setidaknya di 208 negara di dunia. Dengan total angka kasus positif Covid-19 telah mencapai 1,4 juta kasus. Kehadirannya juga mampu mengguncang perekonomian negara-negara terdampak, tak terkecuali negara adidaya semisal Amerika dan China.

Di Indonesia sendiri, per 08 April 2020 total jumlah kasus positif Covid-19 hampir menyentuh angka 3000 pasien, dengan 240 pasien meninggal dunia dan 222 pasien sembuh. Sebagai solusi, pemerintah Indonesia mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Langkah yang tidak populer di tengah keinginan sebagian masyarakat yang menginginkan diberlakukan karantina wilayah.

Iklan Pemkot Baubau

Sebagai seorang muslim, kita dituntun oleh syariat dalam menyikapi semua persoalan. Termasuk dalam persoalan covid-19. Kita bisa menyelami permasalahan dengan seksama, lantas mengambil pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya. Mewabahnya virus corona ini sejatinya mengajarkan kita banyak hal, diantaranya:

Pertama, bukti lemahnya manusia. Kasus covid-19 ini makin menyadarkan kita tentang satu hal, yakni lemahnya manusia. Tak terbantahkan, kemampuannya sangat terbatas, bahkan saat harus berperang melawan makhluk berukuran nano sekalipun. Manusia yang konon makhluk cerdas dan berakal dibuat tidak berdaya oleh virus covid. Maka, kasus pandemi ini sejatinya mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang selalu kembali pada titik nol, dengan menyadari kelemahannya dan menjauhkan diri dari kesombongan.

Tentu kita masih ingat, beberapa waktu sebelum virus corona pertama kali menyebar di Wuhan China, dalam HUT RRC ke -70 presiden negeri tirai bambu tersebut sempat berujar bahwa tidak ada satu kekuatan yang dapat menghentikan perkembangan China. Pernyataan yang menggambarkan kepongahan. Beberapa waktu setelahnya, tepatnya di Januari 2020, untuk pertama kalinya, presiden Xin Ji Ping akhirnya buka suara terkait fakta penyebaran corona di Wuhan yang kian mengkhawatirkan. Perekomian negeri itu pun dikabarkan mengalami turbulensi.

Begitupun yang terjadi di negeri ini. Di awal kemunculan virus, di tengah kekhawatiran masyarakat yang mulai merebak, berbagai pernyataan beberapa pejabat justru terkesan meremehkan bahkan dijadikan candaan. Tidak bersikap waspada, termasuk bentuk kesombongan. Kini, ketika virus sampai di Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat luas dibuat kalang-kabut menanganinya.

Maka, kasus pandemi corona mengajarkan kepada kita untuk menghapus segala bentuk kesombongan. Karena sejatinya manusia makhluk lemah dan terbatas. Selalu menyadari kondisi diri dalam Ke-Maha Kuasaan Allah SWT, akan melahirkan sikap tunduk dan patuh Kepada-Nya dan menghindarkan kita dari kebinasaan.

Kedua, mengajarkan budaya hidup bersih, sehat dan halal. Penyebaran wabah covid-19 yang terus mengkhawatirkan, membuat masyarakat suka atau tidak suka harus mendisiplinkan diri menjaga kebersihan demi mencegah terjangkit virus corona. Seruan menjaga kebersihan berikut langkah-langkahnya telah banyak disampaikan pihak tenaga medis, media, maupun pemerintah. Gaya hidup sehat pun galakkan, seperti memperhatikan asupan makanan bergizi dan berjemur di pagi hari. Disiplin diri yang baik ini semoga menjadi pembiasaan yang tidak hilang meski kelak wabah sudah mereda.

Tak kalah penting selain budaya hidup sehat dan bersih, adalah budaya hidup halal. Sebagaimana kita ketahui, virus covid-19 diduga kuat muncul dari kebiasaan sebagian masyarakat Tiongkok yang gemar menyantap binatang yang diharamkan syara’, salah satunya kekelawar. Maka, pandemi ini menjadi cambukan bagi kita untuk benar-benar memperhatikan kehalalan makanan yang kita santap. Karena sejatinya, kebaikan hanya terkandung dalam makanan halal.

Ketiga, tragedi pandemi covid 19 ini juga memperlihatkan wajah pengurusan umat di negeri ini. Banyak pihak yang menyayangkan lambannya penguasa menangani penyebaran virus, hingga mengakibatkan terus meluasnya wilayah terpapar dan banyaknya korban positif terjangkit. Keinginan sebagian masyarakat untuk diberlakukan karantina wilayah pun tidak diamini.

Beberapa pihak menilai, keengganan penguasa memilih karantina wilayah sebagai solusi disebabkan ketidak mauan menanggung biaya kehidupan masyarakat selama masa karantina. Padahal karantina wilayah dinilai cara efektif mencegah meluasnya penyebaran virus. Penguasa lebih memilih PSBB, karena dianggap lebih pas untuk kultur masyarakat. Kebijakan ini juga didampingi kebijakan jaring pengaman sosial yang ditujukan bagi masyarakat kelas bawah terdampak.

Padahal jika berbicara pemenuhan kebutuhan baik bagi kalangan miskin maupun kaya, ketika terjadi pandemi, sesungguhnya menjadi kewajiban negara. Karena baik kaya maupun miskin sama-sama terkena dampak situasi akibat pandemi, juga sama-sama memerlukan pemenuhan kebutuhan dasar. Berhitungnya penguasa dalam memenuhi kewajibannya menjadi gambaran pengurusan ala kapitalisme yang selalu berhitung untung-rugi, meski di tengah kondisi pandemi.
Betapa tidak manusiawinya sistem ini. Maka saatnya umat pun berhitung, sampai kapan akan mempertahankan sistem fasad ini?

Keempat, saatnya Taubatan Nasuha. Yah, bencana ini semestinya menjadi ajang taubat skala besar bagi seluruh kaum muslimin. Sebagaimana penggambaran Allah SWT:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Al-Rûm [30]: 41)
Jelaslah, sebagai langkah bijak, jadikan pandemi covid-19 ini sebagai masa memperbaiki diri atas seluruh kesalahan yang telah diperbuat, agar kita menjadi manusia/masyarakat/bangsa yang menang setelah kembali kepada kebenaran.

Kembali kepada kebenaran dimaknai kembali pada Islam. Secara individu, masyarakat maupun negara. Karena hanya dengan kembali kepada Islam, keberkahan hidup akan teraih, sebagaimana Allah janjikan.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi ….” (QS. Al A’raf : 96)

Sesungguhnya, hal apapun yang terjadi dalam kehidupan tidak akan pernah sia-sia seandainya kita pandai mengindera dan memaknainya. Menjadikan pelajaran agar kesalahan tidak berulang. Hanya dengan langkah itu, kita akan meraih keberuntungan. Begitupun dengan pandemi covid-19 yang hari ini mengguncang dunia. Begitu banyak pelajaran yang dapat kita ambil. Maka, tepat menyikapi, menjadi pesan tersirat bagi kita semua.

Oleh : Ummu Syakieb