Masih ingat lirik lagu “Anak pergi belajar” (Pelajar Budiman) ciptaan Ibu Sud, lagu anak-anak jaman dulu “Oh Ibu dan Ayah Selamat pagi ku pergi sekolah sampai kan nanti. Selamat belajar nak penuh semangat, Rajinlah belajar tentu kau dapat. Hormati gurumu sayangi teman, Itulah tandanya kau murid budiman.
Menghadapi corona virus deseases (covid-19) untuk bisa cepat memutus penyebarannya mudah, asal masyarakat bangsa dan negara kita kompak dengan semangat yang terinspirasi lirik lagu di atas, sebagai warga negara yang baik – pejabat yang baik, anggota dewan yang baik, pemuka agama yang baik atau pimpinan parpol yang baik seyogyanya menggelorakan, ….kasihi dirimu, sayangi keluarga, sayangi masyarakat dan atau sayangi bangsa.
Berbagai berita dan gambar video, sungguh menakutkan apa yang terjadi di belahan di dunia yang lain, seakan dunia “kiamat” nyawa seolah tidak ada nilainya, upaya penyelamatan yang begitu gigih ibarat mengeringkan laut.
Mari kita penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta lebih berdoa agar ajab dan sengsara itu tidak sampai di negara kita, sekaligus memohon pengampunan dari Tuhan Allah atas segala dosa pelanggaran kita dan memulai pertobatan, dan mari untuk bertolong-tolongan menanggung beban dalam kasih, orang-orang kaya yang selama ini mengeksploiter alam berbuatlah untuk mereka yang membutuhkan. artinya bukan karena terpaksa dan atau pamrih.
Ke-sigap-an pemerintah harus diacungi jempol dengan cepat mengantisipasi penyebaran covid-19 sejak Pengumuman Presiden Joko Widodo di dampingi Menteri Kesehatan Dr. Terawan Agus Putranto di Istana, Senin, 2 Maret 2020. Kita bersyukur apa yang kita alami tidak separah negara-negara lain, mudah-mudahan doa permohonan kita dikabulkan oleh Tuhan Allah yang Maha Kuasa agar tidak banyak korban serta covid-19 itu cepat berlalu dari tengah-tengah kita.
Pemerintah telah berbuat semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi dan keberadaan masyarakat Indonesia dengan tingkat kehidupan serta luasnya wilayah NKRI. Apa yang dilakukan Pemerintah itu sesuai dengan kemampuan finansial dan sosial.
Adanya kritik sebagai alat control sosial adalah wajar, hanya saja jangan membuat masyarakat bingung, yang dibutuhkan pemerintah dan masyarkat adalah kritik yang membangun sekaligus membantu bagaimana menanggulangi bencana sesuai kemampuan dan kebutuhan, kalau tidak mendukung paling tidak tidak usahlah “ngerecokin”.
Pemerintah tidak mungkin jalan sendiri, harus didukung sepenuhnya oleh semua pihak terutama masyarakat agar upaya pengehentian penyebaran covid-19 efektif dan berhasil maksimal. Peranan setiap individu dengan semangat: “kasihi dirimu, sayangi keluargamu….” covid-19 akan tertanggulangi dengan cepat.
Keikhlasan dan ketaatan dibutuhkan saat ini, kalau sudah terpapar covid-19 harus diisolasi di rumah sakit, setiap keluarga harus diawasi dan kediaman digaris polisi, riwayat pertemuan ditelusuri awal penyebarannya dari siapa dan siapa saja yang diduga berpotensi tertular? Betapa tersiksanya? Syukur-syukur bisa terselamatkan, kalau tidak, hanya diantar empat orang ke liang lahat tanpa doa dan sembayang, wajahnyapun tidak bisa ditatap oleh sanak keluarga.
Turutilah peraturan pemerintah dengan baik dan benar sesuai dengan protokol kesehatan, dengan mengasihi diri sekaligus menyayangi keluarga agar terhindar dari covid-19 serta tidak menjadi penyebar virus yaitu: cuci tangan; hindari sentuh wajah; jaga bersin dan batuk; gunakan masker bila keluar rumah; hindari interaksi langsung; hindari berbagi barang pribadi, jaga jarak (social distancing); cuci bahan makanan; bersihkan perabot rumah dan tingkatkan ketahanan (imun) tubuh.
Dengan berkat pengasihan Tuhan yang Maha Kuasa masyarakat bangsa dan negara kita akan mampu menghentikan penyebaran corvid-19 dengan segera. Melalui covid-19 mengingatkan, bahwa hidup itu perlu diberi arti yaitu mengasihi sesame manusia serta melestarikan alam. Untuk itu kita bertolong-tolongan menanggung bebas bersama serta mengasihi sesama seperti diri sendiri dan memelihara keseimbangan lingkungan.
Betapa bopengnya bumi kita akibat penambangan, betapa gundulnya hutan kita akibat penebangan, betapa tipisnya kemanusiaan kita akibat keserakahan? Bahkan di beberapa tempat, sembako bantuan covid-19 digunakan alat kampanye dengan menempelkan foto-foto para calon? Di mana kemudiaan kita, menumpang kepada wabah penyakit sekaligus mengeksploiter kemiskinan? Kita diingatkan bahwa manusia itu sama, yang membedakan adalah kewajiban sesuai dengan kedudukan masing-masing. Sudahkah kita lakukan kewajiban kita itu? Semoga.***
Bachtiar Sitanggang, SH
Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta