Menanti Keseriusan Atasi Pandemi

Ummu Syakieb

Belum habis keterkejutan masyarakat akan wacana pemerintah melakukan relaksasi PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), kini mereka kembali dikejutkan dengan kebijakan terbaru berupa dibukanya kembali izin operasional seluruh moda transportasi di tengah masa pandemi. Aturan tersebut efektif diberlakukan mulai Kamis, 07 Mei 2020.

Pemerintah melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyampaikan alasan terkait dikeluarkannya kebijakan. Menurutnya, keputusan ini diambil agar perekonomian nasional tetap berjalan. Agar tetap aman, kebijakan juga dilengkapi dengan sejumlah kriteria penumpang yang diijinkan memakai jasa transportasi dan protokol kesehatan yang harus diikuti. Namun berbagai pihak menyangsikan pembatasan kriteria penumpang akan benar-benar efektif berjalan di lapangan.

Iklan Pemkot Baubau

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan menyetop seluruh angkutan penumpang komersial mulai 24 April hingga 31 Mei 2020. Larangan ini bersamaan dengan larangan mudik yang berlaku di daerah PSBB dan zona merah untuk mencegah kemungkinan penularan virus corona. Namun belum sebulan berjalan, kebijakan kembali berganti.
Akibat kebijakan yang gonta-ganti begitu cepatnya, menjadi wajar reaksi masyarakat justru mempertanyakan keseriusan pemerintah menanggulangi wabah covid 19. Apalagi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan terlihat saling kontradiktif.

Tidak sedikit pihak yang menyayangkan keputusan beroperasinya kembali seluruh moda transportasi. Pasalnya, tren penurunan jumlah pasian terjangkit covid 19 di negeri ini belum tercapai. Yang terjadi, korban terjangkit justru masih bertambah secara signifikan setiap harinya. Sebagai contoh di tanggal 5 Mei 2020, berdasarkan data pemerintah, terdapat penambahan 484 kasus Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Terang saja, dibukanya akses transportasi berkonsekuensi peningkatan aktifitas masyarakat di luar rumah, itu artinya peluang penyebaran wabah semakin tinggi. Atas kebijakan ini, seolah pemerintah lebih mementingkan ekonomi ketimbang keselamatan nyawa penduduk negeri.

Kebijakan yang terlihat saling bertabrakan atau tumpang tindih, sejatinya menunjukkan gamangnya pemerintah menyelesaikan persoalan pandemi. Hingga akhirnya keputusan yang dikeluarkan lebih berorientasi kepentingan, utamanya ekonomi, bukan berdasar perencanaan yang matang dan bertarget. Akhirnya menjadi wajar ketika permasalahan berlarut-larut, tak kunjung usai.

Ngototnya pemerintah membuka akses transportasi atas dalih menyelamatkan perekonomian nasional, juga disangsikan banyak pihak. Salah satunya datang dari anggota DPR Fraksi PKS Syahrul Aidi Maazat, yang menyatakan dirinya justru curiga pelonggaran itu untuk kepentingan pebisnis (pengusaha). Mengingat, di masa sulit ekonomi sekarang ini, warga biasa tentu memilih melakukan efisiensi ketimbang bepergian ke luar negeri.

Inilah wajah pengelolaan negara berdasar sistem Kapitalisme Sekular, dimana penguasa berada di bawah kendali para pemilik modal. Hingga kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan lebih condong pada kepentingan kapital, meski di tengah kondisi wabah sekalipun. Hak-hak masyarakat terabaikan, karena penguasa tak lagi berperan sesuai fungsinya. Apalagi berharap kesigapan penguasa menanggulangi pandemi, rasanya makin jauh panggang dari api.

Situasi ini sangat kontras dengan apa yang Islam tuntunkan. Saat terjadi wabah, Islam mensyariatkan tindakan apa yang harus dilakukan. Hal itu tergambar secara jelas dalam hadits berikut,
Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu,” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dengan metode tersebut, yang hari ini kita kenal dengan istilah lockdown atau karantina wilayah, menjadi langkah efektif untuk mencegah meluasnya wabah. Bukankah dalam penanganan wabah, kesigapan membendung penyebaran musti menjadi langkah prioritas demi menghindari korban jiwa?.

Kita lihat hari ini, beberapa negara yang diklaim berhasil memerangi covid-19, seperti Korea Selatan dan Taiwan, sangat memperhatikan langkah ini. Mereka melakukan pendeteksian dini untuk mencari orang terjangkit virus. Setelah terdeteksi, akan diisolasi. Mereka juga melakukan tracing untuk menelusuri jejak penyebaran virus. Langkah yang berkesesuaian dengan apa yang Islam tuntunkan.

Selain itu, metode penanganan wabah berdasar syariat Islam di atas, hanya mengisolasi wilayah tempat dimana wabah berkembang. Kebutuhan dasar masyarakat terisolasi akan dipenuhi oleh negara. Sedangkan daerah di luar wabah tetap aman dan bisa beraktifitas seperti biasa, termasuk aktifitas perekonomian. Daerah di luar wabah akan diseru untuk bahu membahu memberi bantuan logistik dan kebutuhan daerah yang terisolasi. Dampaknya, turbulensi ekonomi dapat dicegah, masa penanganan wabah pun menjadi relatif singkat tidak berlarut-larut.

Menghadapi wabah, sudah semestinya harus ditempuh dengan kebijakan yang cepat dan tepat. Target pemerintah kurva covid 19 dapat turun di bulan Mei dan berakhir di bulan Juni akan sulit terealisasi, jika tanpa dibarengi usaha menanggulangi penyebaran virus secara serius. Masyarakat terus menanti keseriusan ini.

Oleh : Ummu Syakieb