Masyarakat sedang dibuat pusing dengan kebijakan beberapa pejabat negeri yang ingin mendatangkan 500 TKA dari China. Seperti yang dilansir dari sejumlah media tentang masuknya TKA China ini.
Sejumlah anggota DPR RI mengkritisi masuknya 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China ke Kendari, Sulawesi Tenggara, dalam rapat paripurna DPR RI ke-14 masa persidangan III tahun sidang 2019-2020 di Jakarta, Selasa.
Kritik pertama datang dari anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron, yang menyebut impor 500 tenaga kerja asal China itu tidak adil bagi tenaga kerja Indonesia yang banyak terkena Pemutusan Hubungan Kerja selama masa pandemik Covid-19. (republika.co.id, 05/05/2020).
Senada, Rencana 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China yang akan bekerja di pabrik pemurnian alias smelter di Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) jadi polemik. PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel dilaporkan telah mendapatkan izin mendatangkan ratusan pekerja ini pada 22 April lalu.
Namun rencana ini ditolak habis-habisan oleh pemerintah daerah setempat. Akhirnya, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunda rencana kedatangan 500 TKA dari China. Penundaan dilakukan hingga keadaan normal dan dinyatakan aman.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, disebut telah menginstruksikan kepada Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Aris Wahyudi untuk memerintahkan PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel di Konawe menunda kedatangan ratusan TKA dari China.
“Kita putuskan untuk menunda rencana kedatangan 500 TKA sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran pandemi COVID-19,” ujar Kepala Biro Humas Kemnaker, R. Soes Hindharno dalam keterangannya, Selasa (5/5/2020). (detik.com, 06/05/2020).
Begitulah potret negara kita saat ini, terlepas dari ada atau tidaknya wabah saat ini seharusnya tidak membuat pejabat negeri termaksud pemerintah sendiri untuk mendatangkan TKA dari negara mana pun itu ke Indonesia. Mengingat banyaknya anak negeri yang masih pusing mencari lapangan pekerjaan yang tak tahu harus mencari ke mana lagi. Kini malah harus bersaing dengan TKA China. Anak negeri bagaikan anak tiri di rumah sendiri. Ironisnya hidup dengan sistem kapitalis, hanya menguntungkan bagi orang-orang yang bermodal saja. Tidak ada uang maka tidak ada tempat untukmu. Begitulah kurang lebih.
Alih-alih membatalkan kebijakan ini mereka malah menunda itu pun hanya sampai suasana menjadi aman kembali. Itu pun dengan waktu dekat. Dengan adanya kebijakan ini dapat dipertanyakan, masih adakah kepedulian pemerintah terhadap nasip masyarakatnya? Dan fokuskah sebenarnya pemerintah dalam menangani wabah ini? Semakin kesini kelihatannya para petinggi negara malah semakin mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menambah beban masyarakat. Setelah kemarin membuat masyarakat resah dengan kebijakan pengesahan UU Cilaka.
Nasib bukan nasip, Padahal, badai masih mengintai. Tak dipecat namun tak juga bekerja karena harus menerapkan sosial distancing, Alhasil, mereka tak juga menghasilkan gaji untuk menafkahkan anak dan istri.
Sangat jauh berbeda ketika Islam dulu memimpin. Dimana seorang Khalifah mengurusi seluruh urusan umatnya hingga semua keperluan umat terjamin. Mulai dari pendidikan, kesehatan, pangan, sandang dan lainnya. Itu karena kesadaran penuh bahwa ia memiliki tugas sebagai raa’iin (pengatur dan pemelihara) dan junnah (pelindung). Seperti sabda Rasulullah ﷺ berikut ini:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).
Semoga saja negara Islam segera kembali tegak agar umat tak lagi menderita. Aamiin. Wallahu’alam bish shawab.
Oleh : Febri Ayu Irawati
(Penulis dan Aktivis Dakwah Kampus di Makassar)