“Bermata tapi tak melihat, bertelinga tapi tak mendengar, berhati tapi tak merasa, berkata sering menyakitkan.”
Cuplikan lagu dari grub legendaris Bimbo ini sepertinya sangat pas dengan situasi pemerintah saat ini yang abai terhadap penderitaan rakyat. Ada beberapa berita yang membuat hati miris, bahwa di saat wabah virus melanda, rakyat di negeri ini juga terancam kelaparan.
Beberapa waktu yang lalu kita disuguhkan berita yang mengiris hati. Dikutip dari Kompas.com, di tengah kebun kelurahan Amassangan, Polewali Mandar, Sulawesi Barat, warga menemukan satu keluarga dalam kondisi yang memprihatinkan. Mereka didapati berada dalam keadaan lemas akibat kelaparan. Satu keluarga yang terdiri 7 orang anggota berasal dari Polewali, Sulawesi Tengah tersebut diantaranya tiga masih balita dan seorang ibu sedang hamil besar.
Nurhidayat (57) sebagai kepala keluarga mengungkapkan mereka pergi ke Polewali karena ingin bertemu kerabatnya dengan harapan mendapat pekerjaan baru untuk menafkahi keluarganya.
Di wilayah lain Tribunmanado.co.id memuat berita ada seorang ibu meninggal dunia setelah menahan lapar selama dua hari dengan hanya meminum air galon. Keadaan tersebut disebabkan tidak mempunyai penghasilan.
Ada juga berita dari CNNIndonesia tentang 14 mahasiswa yang nekat pulang kampung ditengah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Regional (PSBR), namun karena keuangan menipis dan tidak mendapat lagi kiriman dari keluarga. Mereka ditangkap oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Keadaan fakta yang diatas menunjukkan ketidak pekaan pemerintah terhadap penderitaan rakyatnya. Bantuan Sosial (Bansos) yang diharapkan tidak kunjung turun dengan alasan yang diluar nalar, karena alasan keterlambatan penyaluran Bansos disebabkan harus menunggu tas pembungkus untuk mengemas paket sembako yang bertulisan “Bantuan dari presiden” seperti yang disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Julian Batubara beberapa hari yang lalu. (merdeka.com).
Wabah virus Covid-19 memberikan dampak besar kepada berbagai lapisan masyarakat dan dunia ekonomi serta seluruh negara. Banyak rakyat yang kehilangan penghasilannya hingga banyak yang tidak lagi menghasilkan pendapatan dan tidak bisa berbuat banyak ditengah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala besar dan Social Distancing saat ini. Selain banyak yang terhalang mata pencaharian, juga banyak rakyat yang terkena PHK massal, sehingga berbagai kesulitan hidup tidak bisa terhindarkan lagi.
Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan seluruh sendi-sendi perekonomian masyarakat. Hal ini diperparah dengan adanya PSBB, masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah semakin kesulitan dalam mencari sumber penghasilan dan harus tinggal dirumah guna memutus rantai penyebaran Covid-19. Maka wajar jika Bansos ini dianggap sebagai “angin segar” untuk dapat menghilangkan rasa lapar di tengah pandemi.
Namun di dalam situasi mendesak seperti saat ini, pemerintah yang seharusnya berperan aktif dan bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat agar tetap bertahan di kala pandemi ini. Namun nyatanya dalam kondisi memprihatinkan ini, masih saja ada upaya politisasi Bansos Covid-19 yang dilakukan untuk pencitraan sosok penguasa di negeri ini.
Inilah potret demokrasi yang saat ini diadopsi, sebagai buah diterapkannya sistem kapitalisme. Pengayoman yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, dilakukan semata demi pencitraan diri. Mereka seakan peduli akan penderitaan rakyat, padahal tidak menutup kemungkinan biaya bansos yang dikeluarkan itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang notabene adalah uang rakyat.
Padahal negeri ini dikenal kaya, namun faktanya limpahan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia tidak mampu untuk bisa menanggulangi memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya, hampir 22 juta rakyat ditengah pandemi ini mengalami kelaparan kronis. Masyarakat dibiarkan secara mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Inilah yang terjadi ketika sistem kapitalis yang diadopsi. Akan berbeda kondisinya jika negara menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupannya. Kesejahteraan rakyat akan menjadi prioritas utama seorang pemimpin Islam, ia tidak akan membiarkan rakyatnya kelaparan dalam keadaan apapun. Dalam sistem Islam, negara menjamin kebutuhan rakyatnya dengan baik. Melalui pengelolaan harta negara yang benar dan disimpan di baitul mal, harta tersebut 100% akan disalurkan untuk kebutuhan rakyat terlebih dalam kondisi merebaknya wabah seperti saat ini.
Seorang pemimpin Islam akan bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya, karena ia berkewajiban untuk mengurusi urusan rakyat dan sadar betul bahwa kepemimpinannya kelak akan dipertanyakan dihadapan Allah kelak di hari penghisaban. Namun sistem negara yang kuat dan pemimpin yang bertakwa seperti ini hanya bisa tercipta dari sistem yang telah disyariatkan oleh Islam, sistem itu adalah Khilafah yang akan menerapkan Syariat Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a’lam Bishawwab
Oleh: Iis Nur (Penggiat Dakwah)