Wacana New Normal mulai bergulir. Semakin kesini, semakin jelas pula arah kebijakan pemerintah terhadap pandemi.
Tentunya opsi herd immunity tidak akan diambil. Di samping terkesan sadis, akan muncul sentimen bahwa tidak ada upaya apapun guna atasi pandemi. Berbeda halnya dengan New Normal Life. Rakyat berdamai dengan Corona. Rakyat bisa menjalani kehidupan biasanya di tengah pandemi, dengan tetap mematuhi protokol kesehatan. Tentunya ini bagi yang sehat. Sepertinya beda tipis antara Herd immunity dengan New Normal life. Sama – sama membiarkan orang berjuang sendiri menghadapi situasi pandemi. Sehat, sakit maupun meninggal dunia resiko masing – masing. Kan sudah ada iuran BPJS yang menanggung. Ya, masing – masing orang menanggung dirinya sendiri – sendiri.
Kebijakan New Normal di Indonesia rencananya diberlakukan mulai Juni 2020 untuk pegawai. Sedangkan untuk dunia pendidikan dimulai awal masuk tahun ajaran baru. Jokowi sendiri melakukan pengecekan kesiapan terhadap Summarecon Mall di Bekasi menjelang New Normal 8 Juni mendatang. Artinya New Normal serentak akan dimulai 8 Juni 2020.
Kebijakan New Normal Indonesia tentu sejalan dengan kebijakan Negara Gembong Kapitalisme, Amerika Serikat. New Normal Life di AS sudah dimulai 26 Mei 2020. Akhirnya New Normal menjadi tren setelah mendapat rekomendasi WHO.
Di AS sendiri terjadi aksi demo menolak lockdown sejak 20 April 2020. Lalu mulai tanggal 1 Mei 2020, terjadi aksi demo di belasan kota di negara bagian California. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Kebebasan adalah esential”, termasuk “Trump 2020”. Warga AS yang demo menegaskan bahwa mereka bisa menjaga dirinya sendiri. Hidup bebas prinsip mereka.
Bagi Trump sendiri, secara politik tidak menguntungkannya. Apalagi terhadap ambisinya menjadi Presiden AS untuk periode ke-2. Akhirnya Trump menetapkan, keadaan normal harus dijalankan baik vaksin Corona bisa ditemukan ataukah tidak.
Menyelamatkan ekonomi negara, yang sejatinya adalah menyelamatkan ekonomi Kapitalisme lebih urgen daripada menyelamatkan nyawa warganya. Kasus positif Corona di AS sekitar 1,6 juta. Yang meninggal sekitar 338 ribu.
New Normal di AS erat kaitannya dengan pemilu yang akan dilaksanakan Nopember 2020. Hal ini juga memberitahukan kepada kita sesungguhnya siapa sebenarnya yang berkuasa di era Kapitalisme. Pemilu demokrasi membutuhkan biaya yang super mahal. Tentunya suntikan dana dari kapitalis dibutuhkan. Tanpa dukungan para kapitalis, termasuk konstentan yang meluas akan sulit bisa memenangkan pertarungan pemilu. Apalagi di Pemilu Nopember mendatang, Trump harus bersaing dengan 5 kandidat dari Partai Demokrat. Joe Biden menjadi pesaing terberat Trump.
Jadi kebijakan The New Normal Life ini tidak lain adalah skenario penyelamatan Kapitalisme global. Tanpa bergeraknya mesin – mesin ekonomi melalui para kapitalis, tentunya Kapitalisme yang sekarat ini akan segera menemui ajalnya. Paling tidak, dengan New Normal bisa sedikit mengerem laju kematian Kapitalisme.
New Normal memastikan yang sehat saja, yang bisa bertahan. Yang sakit tentunya kemungkinan akan berguguran. Satu sisi bisa mengurangi beban keuangan negara. Sisi yang lain, industri farmasi dan asuransi bisa melakukan perlambatan angka mortalitas. Mereka akan bekerja. Angka mortalitas penduduk yang tinggi hanya akan mengubur Kapitalisme.
Ambil contoh, Moderna sebuah perusahaan bioteknologi AS. Moderna mengembangkan vaksin mRNA-1273 untuk mengatasi Corona. Bahkan tidak segan – segan, pemerintah AS menggelontorkan setengah milyar dollar. Rencananya vaksin Moderna akan memasuki tahap ujicoba ke-2 dan ke-3. Ujicoba pertama memberikan respon positif terhadap kekebalan tubuh manusia.
Demikianlah Kapitalisme. Suntikan dana yang besar akan diberikan pada kapitalis dan korporasi. Walhasil, tidaklah mengherankan bila Perppu Corona di Indonesia memberikan imunitas yang besar bagi penguasa dalam upaya penyelamatan ekonomi nasional. Sejatinya yang dimaksud dengan ekonomi nasional adalah mesin – mesin ekonomi para kapitalis yakni korporasi. Dengan mengatasnamakan Corona tentunya.
Para pelaku bisnis seperti pemilik Mall, pengusaha minyak, tambang dan lainnya, yang mati suri di tengah pandemi, menuntut agar bisa normal kembali. New Normal menjadi pintunya. Bahkan tahap awal menuju New Normal ditandai dengan disahkannya UU Minerba dan naiknya iuran BPJS.
Dengan naiknya iuran BPJS, mengharuskan rakyat memang harus bekerja normal. Korporasi tetap eksis. Pekerja masih bisa membayar premi BPJS, di samping gaji. Negara tidak pernah mengalami kerugian menjamin kesehatan rakyatnya. Oleh karena itu, bisa dipahami mengapa UU Karantina tidak pernah bisa dijalankan dengan baik oleh negara.
Menyikapi New Normal
Yang perlu disadari bahwa adanya pandemi ini mengungkap jati diri penguasa sekuler. Yang abai dan rapuh sistem kenegaraannya. Jadi virus Corona ini bekerja untuk mengakhiri Kapitalisme sekuler dan berbagai kedholimannya.
Adapun kaitannya dengan New Normal. Maka memberikan edukasi kepada umat adalah hal yang terpenting. New Normal tidak lebih adalah skenario dan propaganda agar umat tetap cengkeraman Kapitalisme.
Umat harus mulai membiasakan dengan konsep jaminan kesehatan yang islami. Bukan jaminan dengan akad asuransi. Negara menjamin tanpa imbal balik dari rakyat. Negara itu bukan korporasi. Negara itu melayani rakyat.
Negara bisa segera membebaskan diri dari cengkeraman korporasi. Semua kekayaan alam diambil alih negara. Negara yang mengelola untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Umat mulai membiasakan diri hidup tanpa tergantung riba. Negara mendirikan bank tanpa riba. Kredit dari negara untuk menghidupkan sektor riil. Tidak ada kepemilikan dan transaksi saham.
Tentunya sektor riil bisa dengan jalan menghidupkan ekonomi kerakyatan. Konsep syirkah islami bisa berjalan berbasis masyarakat.
Begitu pula dunia pendidikan. Tentunya sebuah kebijaksanaan adalah menyerahkan memulai pendidikannya diserahkan kepada kesiapan masing masing sekolah. Sangatlah mengkhawatirkan orang tua bila di tengah pandemi, putra – putrinya haruslah bersekolah.
Biarkanlah virus ini bekerja menuntaskan tugasnya. Seraya kita menikmati New Normal Kapitalisme ini. Gerakan edukasi kepada umat akan semakin masif baik secara online dan offline. Dengan demikian kita berharap akan semakin cepat Kapitalisme sekuler ini tumbang digantikan dengan tatanan Islami yang menyejahterakan dan menenteramkan
oleh Ainul Mizan (Pemerhati Sosial Politik)