Umat muslim di dunia merayakan hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah dalam suasana pandemi virus Corona. Dilansir dari suaramerdeka.com, Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan selamat hari raya, seraya meyampaikan janji Allah SWT bahwa keimanan dan ketakwaan akan berbuat keberkahan.
“Idul Fitri kali ini kita rayakan dalam suasana pandemi, oleh karena itu mari kita rayakan dengan tetap memegang aturan-aturan kesehatan dan marilah kita perkuat iman dan ketakwaan kita, karena Allah berjanji kalau kita beriman dan bertakwa akan diberikan keberkahan. Kalau penduduk negeri itu beriman dan bertakwa pasti Allah turunkan keberkahan dari langit dan bumi. Artinya kesuburan kemakmuran, keselamatan dan keamanan serta dihilangkannya berbagai kesulitan, itu janji Allah dalam Alquran,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat Takbir Virtual Nasional, Sabtu malam, 23 Mei 2020.
Beliau juga berharap, masyarakat pada umumnya, khususnya umat Islam bisa bersabar dengan adanya wabah penyakit Covid-19 selama ramadhan dan hari raya Idul Fitri pada tahun ini. Meski demikian, dia meyakini, masyarakat Indonesia akan segera menang menghadapi wabah itu.
Presiden juga menyampaikan ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri serta mendorong masyarakat mewujudkan ketakwaan. Presiden menghimbau masyarakat untuk bertakwa dalam disiplin mengikuti protokol penanganan Wabah dan bisa saling memenuhi kebutuhan masyarakat melalui zakat dan Infak.
Ketika rakyat diminta pemimpin negara untuk mewujudkan nilai ketakwaan, maka rakyat pun sesungguhnya sedang menunggu agar penguasa juga melakukan tindakan serupa. Rakyat menunggu turunnya kebijakan yang bisa selaras dengan nilai takwa. Namun, kebijakan-kebijakan yang datang dari penguasa justru bertentangan dengan nilai takwa, terkesan mencla-mencle, tanpa kesungguhan dan setengah hati. Pemerintah menerapkan kebijakan PSBB untuk memutus persebaran wabah, namun pemerintah pula yang melonggarkan PSBB. Apalagi ditambah drama mudik vs pulang kampung. Mudik dilarang namun pulang kampung diperbolehkan.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pembebasan para napi ketika pandemi melanda, sehingga mengakibatkan kriminalitas meningkat. Pemangku kebijakan bahkan mempercepat disahkannya UU Omnibus Law di tengah PHK massal sebagai dampak dari PSBB. Dan dengan tanpa malu, pemimpin negeri ini tetap ngotot memindahkan ibu kota negara di tengah pandemi, hingga politisasi bansos di tengah kelaparan rakyatnya. Di manakah letak ketakwaan pemangku kekuasaan negeri ini berada?
Allah berfirman: “Hai orang orang yang beriman, bertakwa lah kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya dan janganlah sekali kali kalian mati melainkan dalam keadaan muslim”. (TQS Ali Imran 102)
Ciri-ciri orang bertakwa itu dapat secara jelas kita lihat dalam QS Ali Imran: 133-135 yang artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menginfakkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”
Iman dan takwa tidak dapat dipisahkan. Sifat takwa melebur dalam keimanan. Begitu juga sebaliknya. Menjadi orang bertakwa adalah dengan berusaha keras menggapai apa saja syariat yang diperintahkan oleh Allah. Allah SWT berfirman, “Beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS al-Baqarah [2]: 177).
Kata takwa berasal dari kata waqa, artinya melindungi. Kata tersebut digunakan untuk menunjuk kepada sikap dan tindakan untuk melindungi diri dari Azab Allah SWT, dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan Nya.Takwa harus dilakukan secara total dalam setiap aspek kehidupan, baik kehidupan individu, masyarakat dan bernegara. Ciri negara bertakwa adalah dengan menuntaskan semua amanah terhadap masyarakat. Karena tidak mungkin dalam jiwa orang beriman dan bertakwa, bersatu rasa taat sekaligus khianat.
Menurut Imam al Mawardi, pemimpin yang bertakwa harus menjalankan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) amanah selama menjalankan kepemimpinanya;
Pertama, memelihara agama sesuai dengan prinsip prinsip yang kokoh dalam artian benar benar terwujud kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat.
Kedua, mampu menjaga persatuan dan kesatuan rakyat dengan hukum yang dapat mewujudkan rasa keadilan, bukan untuk sarana lahirnya kedholiman.
Ketiga, melindungi rakyat dari berbagai ancaman dan gangguan baik menyangkut harta , jiwa dan raga. Pemimpin harus mampu memberikan kepastian keamanan dan kenyamanan bagi rakyatnya. Konsekuensinya semua rakyat benar benar bisa menjalankan aktivitas secara optimal tanpa dilandasi kekhawatiran.
Keempat, Pemimpin harus bisa memastikan bahwa rakyatnya benar benar menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai hak dan kewajiban yang dimiliki (tidak saling tumpang tindih).
Kelima, pemimpin apapun alasannya harus mampu melindungi harkat dan martabat serta wibawa negara.
Keenam, Ketegasan seorang pemimpin terhadap para pengacau, pengganggu dan perusuh menjadi salah satu indikasi keberhasilan dalam memimpin.
Ketujuh, Pemimpin tidak bisa melepaskan tanggung jawab dalam urusan negara dan agama. Antara negara dan agama ibarat dua sisi mata uang logam yang tidak mungkin dipisahkan.
Kedelapan, pemimpin harus benar benar memiliki kemampuan untuk mengelola keuangan negara yang efektif dan efisien sehingga tidak melahirkan pemborosan uang rakyat atau uang negara.
Kesembilan, mengangkat orang orang yang jujur dan profesional untuk ditempatkan diposisi yang tepat agar mampu melakukan pelayanan optimal kepada rakyat. Artinya pemimpin harus selalu komitmen kepada orang orang yang memiliki integritas, kapabilitas.
Kesepuluh, turun langsung ke lapangan agar mengetahui, memahami dan mampu mengurai semua persoalan yang dialami oleh rakyatnya.
Tapi semua itu sulit terwujud di era Kapitalis Demokrasi karena kebebasan telah menjadi pondasi dan modal prioritas utama. Jabatan-jabatan publik kini hanya dijadikan lahan mobilitas diri untuk meraih kuasa, harta, dan kejayaan duniawi. Jabatan-jabatan penting malah dijadikan “bancakan” untuk bagi-bagi uang dan posisi, sekaligus memperkaya diri dan kroni. Mereka lupa posisi yang ditempati bukanlah miliknya sendiri, melainkan sekadar titipan rakyat untuk ditunaikan sebagai amanah terpuji. Sudah saatnya kita menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Agar dapat terwujudnya taqwa yang sesungguhnya yaitu dengan berlakunya kembali sistem Islam secara Kaffah.
Wallahu’alam bi Ash shawab.
Oleh: Nur Laily (Aktivis Muslimah)