Presiden Jokowi telah meneken PP No 25 Tahun 2020 tentang Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Adanya Tapera ini digunakan untuk memudahkan kepemilikan rumah bagi rakyat.
Di dalam Pasal 15 disebutkan bahwa skema tabungan dilakukan dengan gotong – royong iuran. Para pekerja akan dipotong 2,5 persen dari gajinya tiap bulan. Sedangkan pengusaha mendapat beban iuran 0,5 persen. Yang disebut pekerja di sini baik yang pegawai negeri, termasuk pula pegawai swasta.
Tentunya adanya iuran Tapera menambah daftar panjang penderitaan rakyat di tengah pandemi. Belum dampak pandemi secara langsung, disusul lagi iuran BPJS yang mengalami kenaikan.
Dampak langsung pandemi dirasakan rakyat. Penghasilan yang pas – pasan di tengah tuntutan pembelajaran online putra – putrinya. Bahkan para mahasiswa menuntut Mendiknas agar menurunkan UKT (Uang Kuliah Tunggal). Di samping itu, mahalnya biaya rapid test dan swab yang berkisar antara 500 hingga 2,5 juta rupiah. Jumlah pengangguran meningkat baik karena PHK maupun pekerjaannya yang terhenti.
Mengenai pembebanan Tapera kepada rakyat hanya menimbulkan pandangan akan pemerintah yang lepas tanggung jawab. Mestinya negara yang menyediakan tempat tinggal layak untuk rakyatnya. Alokasi pendanaan yang tidak perlu seperti proyek ibukota baru bisa dialihkan ke program perumahan rakyat.
Belum lagi terkait persoalan jaminan keamanan iuran Tapera tersebut. Jangan sampai kasus korupsi yang menimpa Jiwasraya, Asabri termasuk dulu Century juga menimpa iuran Tapera. Sudah maklum diketahui bahwa pembayaran iuran dari rakyat itu lancar. Karena memang rakyat itu sebenarnya mudah diatur. Hanya saja pada waktu jatuh tempo klaimnya, susah untuk dicairkan kepada nasabah. Kalau sudah dikorupsi, maka tidak bisa lagi untuk dicairkan klaimnya. Lagi – lagi rakyat yang gigit jari dan menderita.
Mestinya pemerintah memiliki rasa empati kepada rakyat di tengah pandemi ini. Kalau memang ingin mewujudkan perumahan untuk rakyat saat pandemi, maka harus diberikan secara cuma – cuma khususnya kepada rakyatnya yang fakir dan miskin. Dengan demikian betul – betul pemerintah bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya.
Pandangan Islam
Negara bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya meliputi sandang, pangan dan papan. Begitu pula, negara bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan atas keamanan, pendidikan dan kesehatan.
Negara harus memperioritaskan kebutuhan rakyat tersebut. Apalagi melakukan rekoveri keadaan rakyat di masa bencana.
Tatkala kas negara tidak mencukupi, maka yang dilakukan tentunya merelokasi anggaran belanja barang dan proyek yang tidak perlu. Rakyat dikedepankan. Jika tetap tidak mengkover kebutuhan rakyat, maka akan ditarik pajak sesuai kemampuan terhadap kalangan yang kaya. Pajak dilakukan sesuai kebutuhan dan tidak terus menerus.
Tentunya keadaan kosongnya kas negara dalam Islam akan bisa diminimalisir. Mengingat pemasukan kas negara dari banyak sumber, di antaranya adalah kepemilikan umum seperti kekayaan alam, kepemilikan negara seperti tanah mati dan lainnya, harta zakat, fai, infaq dan shodaqoh, ghanimah (harta rampasan perang), harta rikaz, tanah usyur dan kharaj serta pendapatan lainnya.
Walhasil, kita semua merindukan akan kehidupan yang diatur dengan tatanan Islam. Sebuah kehidupan yang menyejahterakan dan menenteramkan.
Oleh : Ainul Mizan (Pemerhati Politik dan Sosial, Penulis tinggal di Malang)