Operasi “Senyap” Omnibus Law, Bukan Demi Rakyat

IMG 20201007 145202
Desi Dian S. S.Ikom

TEGAS.CO., NUSANTARA – Sah! Omnibus Law RUU Ciptaker telah disahkan dalam rapat Paripurna. Pengesahan RUU Ciptaker dilakukan setelah fraksi-fraksi memberikan pandangan. Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini fraksi telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra. Sedangkan dua fraksi menolak untuk disahkan yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.

Meskipun telah ditolak oleh semua kalangan baik buruh, para mahasiswa maupun organisasi HAM tetap saja tidak menyurutkan langkah pemerintah dan DPR untuk mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi undang-undang (UU)U ini.

Bahkan terkesan seperti dikejar target, pemerintah dan DPR sepakat terhadap pembahasan RUU omnibus law pada malam hari, Sabtu (3/10/2020). Tidak biasanya, pembahasan undang-undang dilakukan pada akhir pekan dan lebih dari batas waktu aktivitas yang ditentukan di Gedung DPR/MPR. Biasanya kegiatan dibatasi sampai pukul 18.00, tapi rapat dimulai pukul 21.00. Baleg DPR mengaku tujuan pembahasan itu semata-mata untuk kepentingan rakyat. (Tirto.id, 5 /10/2020).

Bukan Demi Rakyat

Menurut Komnas HAM prosedur perencanaan dan pembentukan RUU Cipta Kerja tidak sejalan dengan mekanisme yang diatur Pasal 5 huruf g UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-undang. (cnnindonesia.com, 14/8/20).

Digadang-gadang telah menggandeng organisasi buruh dan pengusaha untuk memberi masukan dan mencari jalan tengah dalam omnibus law, nyatanya di tengah jalan organisasi seperti KSPSI AGN, KSPI, dan FSP Kahutindo memutuskan untuk keluar dari tim teknis omnibus law di tengah pembahasan pada medio 2020. Tidak mengherankan memang, sebab Pelibatan partisipasi masyarakat di dalam pembentukan peraturan perundang-undangan terkesan hanya formalitas belaka.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat menganggap keberpihakan pemerintah dan DPR memang tidak kepada pekerja. Aspirasi mereka hanya menjadi saran, tapi jauh panggang dari kebijakan. Mirah menambahkan bahwa pemerintah menyebut nantinya draft yang disusun bersama dengan organisasi buruh adalah bentuk menampung saran bukan jadi rujukan dan pegangan sah di DPR (Tirto.id, 5 /10/2020).

Pengesahan RUU Ciptaker bukan demi rakyat, nyatanya protes dari berbagai pihak tak ada yang digubris. Hanya demi menaikkan investasi negara, yang justru menguntungkan para korporasi saja RUU Cipta Kerja tetap disahkan!.

Padahal tugas utama negara adalah mengayomi dan mengurus keperluan rakyat. Saat ini, wabah Covid-19 tak kunjung reda. Korban berjatuhan di mana-mana. Banyak keluarga kehilangan sanak saudaranya. Namun, semua seakan membisu. Biarlah semua terjadi, masing-masing sudah ada takdirnya.

Solusi Paripurna tanpa Omnibus Law

Pengesahan RUU Omnibus Law telah menunjukan arah kebijakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Alih-alih mendongkrak ekonomi, Omnibus Law justru dikhawatirkan banyak pihak malah memperparah situasi ekonomi saat ini.

Omnibus Law dapat memperparah angka pengangguran pekerja dalam negeri, mengancam kelestarian lingkungan yang tentu berdampak pada ekonomi masyarakat setempat, hingga ancaman kemiskinan dan kelaparan yang makin meluas karena banyak sektor ekonomi yang makin dikuasai asing.

Jika yang dikhawatirkan pemerintah adalah anjloknya perekonomian akibat Covid 19, islam memiliki Tawaran ekonomi syariah dalam tata ulang kebijakan makro dan mikro ekonomi adalah sebagai berikut:

Pertama, menata ulang sistem keuangan negara. Sistem keuangan kapitalis-demokrasi yang bertumpu pada pajak dan hutang terbukti tidak bisa memberikan pemasukan dan justru berketergantungan kepada negara lain dan membuat dunia Islam masuk dalam debat trap dan ini tidak akan pernah dipakai oleh peradaban Islam.

Kedua, menata ulang sistem moneter. Dalam sistem ekonomi Islam, income atau pendapatan masyarakat dipastikan memiliki kecukupan yang tidak membuatnya jatuh pada jurang kemiskinan dengan menjaga daya beli uang. Daya beli uang ini dipertahankan dengan moneter berbasis zat yang memiliki nilai hakiki yaitu emas dan perak.

Ketiga, menata ulang kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menghapus semua pungutan pajak. Pajak hanya pada situasi extraordinary dan hanya ditujukan pada kalangan mampu dari orang kaya (aghniya). Fiskal dalam syariah hanya berdasar aset produktif yang ditentukan syara’.

Keempat, menata ulang sistem kepemilikan aset di permukaan bumi. Kepemilikan aset tidak diberikan kepada asing dan aseng. Sumber daya alam dengan deposit melimpah adalah milik umat.

Kelima, tata ulang kebijakan mikro ekonomi. Hal ini dilakukan dengan mengatur aktivitas ekonomi antar individu dan pebisnis. Negara Khilafah akan melarang praktik riba dan transaksi yang melanggar aturan syariat lainnya.

Kelima solusi tersebut jelas dan terbukti selama 13 abad telah membuat negeri Islam mandiri dan mampu mengatasi kebutuhan tanpa krisis sehingga tak perlu menggadaikan kepentingan rakyat atas nama investasi.

Penulis: Desi Dian S. S.Ikom
Editor: H5P