Mengurai Kebijakan Penghapusan UN

IMG 20201023 WA0029
Rayani Umma Aqila

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pernyataan lMenteri pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makariem terkait dengan peghapusan Ujian Nasional (UN) menjadi trending topic di linimasa media sosial. Kebijakan Kemendikbud tersebut menjadi perdebatan yang cukup panjang di ruang publik dan menjadi narasi pro-kontra karena berkaitan dengan masa depan pendidikan Indonesia. Nadiem Makarim menyatakan, ia akan menggantikan UN dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai tolok ukur pendidikan Indonesia. UN dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar.

Materi UN juga terlalu padat, sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. UN belum menyentuh ke aspek kognitifnya, lebih kepada penguasaan materi. UN juga belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim juga mengatakan, asesmen nasional tidak hanya mengevaluasi capaian peserta didik secara individu.(Kompas.com , 11/10/2020).

Pemerintah berencana akan menghapus ujian nasional (UN) pada tahun 2021. Dalam hal ini Ikatan Guru Indonesia (IGI) mengusulkan dibuatkan sistem portofolio pencapaian siswa hingga akhir pendidikan sebagai pengganti penilaian dari UN. (Republika.co.id, Jumat 13/12). Menelaah apa latar belakang penghapusan UN, apakah ini simpul besar persoalan pendidikan? penerapan ujian nasional yang telah diberlakukan beberapa tahun lalu telah banyak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Ada yang menilai bahwa ujian nasional tidak perlu dilakukan, dan ada pula yang menilai hal itu perlu dilakukan untuk mengukur kesiapan dan kematangan siswa jika setelah mereka lulus nanti. Pun, jika dilihat Asesmen nasional 2021 pengganti UN tak lepas dari pro dan kontra. dikutip dari laman kemendikbud, asesmen sendiri diartikan sebagai pemetaan mutu pendidikan pada seluruh sekolah, madrasah dan program kesetaraan jenjang dasar dan menengah. Asesmen nasional sendiri terdiri dari tiga bagian yaitu Asesmen Kompetisi Minimun, Survei Karakter dan Survei Lingkungan Belajar.

Jika melihat bongkar pasang kebijakan dalam dunia pendidikan sistem kapitalis, menjadikan tidak sampai pada target pendidikan yang sebenarnya. Yaitu untuk menciptakan para generasi bangsa yang berilmu dan bertaqwa. Sebagaimana Kurikulum dalam sistem Pendidikan sekuler kapitalis, yang hanya menjauhkan anak didik atau umat Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya. Dan jika diamati dampak lain yang terjadi akibat adanya gonta ganti kurikulum yaitu membuat pengeluaran APBN bidang pendidikan semakin tinggi.

Ketika perubahan kurikulum 2013 -2020. Untuk menggodok kebijakan baru, pemerintah mengeluarkan biaya besar karena setiap guru harus menjalankan pelatihan Kurikulum-13 atau K-13. Pelaksanaan ujian nasional maupun asesmen pengganti UN yang serentak dilaksanakan di penjuru negeri merupakan bentuk dari ketidak konsistensi pemerintah dalam menghadapi masalah pendidikan.

Pemerintah seolah lupa akan pemerataan tenaga pendidik yang profesional khususnya di daerah terpencil, sarana dan prasarana yang memadai, bangunan yang layak dalam proses belajar mengajar. Apakah semua hal tersebut telah terpenuhi. Bahkan ada sekolah dalam proses belajar mengajarnya di dekat kandang ayam. Hal tersebut akan berbanding terbalik dengan sekolah-sekolah yang berada di kota-kota besar yang semua kebutuhan terpenuhi. Seharusnya pemerintah harus lebih peka terhadap dampak yang ditimbulkan, karena masih banyak pekerjaan rumah dalam bidang pendidikan ini yang masih belum diselesaikan.

Sistem pendidikan yang kita jalani saat ini sudah sangan jauh dari filosofi pendidikan yang sebenarnya. Sistem pendidikan kita hanya bertolak ukur pada nilai dan angka-angka semata yaitu sistem sekuler- kapitalis yang hanya menjauhkan dari nilai-nilai akhlak dan agama. Dan hanya sebatas proyek yang menghabiskan anggaran negara. Yang semestinya anggaran tersebut dapat memperbaiki dan membenahi fasilitas pendidikan.

Seharusnya sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tentunya kemdikbud selaku pemangku kebijakan sekaligus sebagai pemerhati pendidikan haruslah mengindahkan hal tersebut. Dan juga seharusnya tidak berlepas tangannya negara sebagai institusi yang wajib menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dan gratis.

Berbeda dalam Islam, evaluasi pendidikan dalam sistem pendidikan pada masa Khilafah Islamiyah dilakukan secara komprehensif untuk mencapai tujuan pendidikan. Ujian umum diselenggarakan untuk seluruh mata pelajaran yang telah diberikan. Ujian dilakukan secara tulisan, lisan, dan praktik. Ujian lisan (munadharah) merupakan teknik ujian yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa untuk memahami pengetahuan yang telah dipelajari. Ujian lisan dilakukan baik secara terbuka maupun tertutup.

Di samping itu, ada ujian praktik pada keahlian tertentu. Siswa yang naik kelas atau lulus harus dipastikan mampu menguasai pelajaran yang telah diberikan dan mampu mengikuti ujian sebaik-sebaiknya. Tentu saja siswa-siswa yang telah dinyatakan kompeten/lulus adalah siswa-siswa yang betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang telah dipelajarinya dan memiliki pola tingkah laku yang Islami (ber-syakshiyyah Islamiyah).

Demikian mekanisme untuk melakukan evaluasi pendidikan dalam sistem Islam kafah (Khilafah). Hanya dengan sistem pendidikan Islam yang berada dalam naungan pemerintahan Islamlah, tujuan pendidikan Islam bisa tercapai secara sempurna.
Wallahu A’lam Bisshawab

Penulis: Rayani Umma Aqila
Editor: H5P