TEGAS.CO., NUSANTARA – “Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Kutipan kata kata Ir Sukarno ini jelas sebuah indikasi bahwa potensi pemuda sangat besar dan berpengaruh pada suatu perubahan jika berada dalam pengasuhan yg tepat.
Belum lama ini negeri demokrasi +62 diwarnai dengan hari penuh demo penolakan UU omnibus law. Ketok palu tengah malam akan aturan yang meresahkan dan banyak merugikan rakyat. Para wakil rakyat yang terhormat jelas telah melukai hati rakyat karena kebijakan lebih menguntungkan para kapital (pengusaha elit)
Pagelaran demokrasi berlangsung serempak di beberapa wilayah negeri ini. Selain dipartisipasi oleh para pekerja dan mahasiswa, pemilik seragam putih abuabu pun tak mau kalah ambil peran. Nampaknya mereka juga belum puas saat aksi penolakan sederet RUU akhir tahun lalu. Entah apa yang membuat mereka masih ingin ikut andil. Apa kepentingan mereka? Apakah solidaritas, terprovokasi atau memang kesadaran politik bahwa pelajar juga punya hak suara untuk menyuarakan kebenaran. Yang pasti RUU ini akan berimbas pada penghidupan mereka kedepan. Tak luput aksi pelajar tersebut menjadi sorotan sekaligus korban kerusuhan.
Menindaklanjuti hal itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran yang mengimbau agar mahasiswa tidak ikut demonstrasi.
Hal ini tertuang dalam surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 perihal ‘Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja’. Surat ini diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada Jumat (9/10)Detik News.
Dalam surat itu, Kemendikbud mengimbau mahasiswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan kesehatan mahasiswa, seperti demonstrasi atau unjuk rasa. Sebab, pandemi di Tanah Air belum mereda.
Pemuda adalah aset bangsa. Calon pemimpin dan pelopor pergerakan yang wajar jika mereka kritis dan idealis. Pembaharu seharusnya tidak dipangkas aspirasinya. melainkan didengar, diwadahi lalu diajak diskusi. Bukannya menolak orasi, hingga mengkondisikan ricuhnya aksi, seolah mereka anarki dan berujung ditangkapi.
Lalu dimanakah hakikat “Mardeka Belajar ” yang digagas Mendikbud Nadiem Makarin, dengan konteks merdekanya pemikiran anak-anak agar tidak bisa dijajah baik sosmed maupun orang lain?.
Nyatanya aksi demo sebagai wujud merdeka pemikiran juga di kebiri.
Himbauan dengan alasan kesehatan saat pandemi juga dianggap tak tepat. Menengok RUU dibuat kilat seolah tak ingin ada proyek ngadat. Saat mahasiswa dan pelajar daring, apakah proyek investasi asing juga bisa dikerjakan secara daring?
Walaupun dengan slogan kebebasan dan merdeka, sistem kapitalisme nyatanya telah menutup pintu muhasabah dan mengkerdilkan potensi remaja dengan menekan mereka untuk fokus pada kemaslahatan pribadi. Seputar belajar dan bekerja.
Tak berbeda dengan mahasiswa, pelajarpun mendapatkan edaran pelarangan mengikuti aksi demonstrasi, ditambah lagi tindakan dari pihak kepolisian, di antaranya Polresta Tangerang dan Polres Metro Tangerang menyatakan, akan memberikan catatan pada SKCK para pelajar yang ikut aksi UU Cipta Kerja. dengan alasan untuk membuat efek jera karena pencatatan di SKCK itu akan membuat pelajar kesulitan bekerja di sektor formal yang mensyaratkan calon pekerjanya bersih dari catatan kriminal.
Menanggapi hal ini, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyayangkan hal tersebut.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listiyarti mengatakan, seharusnya anak-anak ini tidak kriminal karena mengikuti aksi.Kompas.com, Kamis (15/10/2020).
Pemuda beriman dan bertakwa is the best agent of chage.
Islam dan Khilafah tahu betul bagaimana melejitkan potensi pemuda yang secara fitrahnya berkarakter dinamis, bergejolak dan optimis dengan melibatkan pemuda ke dalam berbagai aktivitas yang positif dan konstruktif, membina jiwa dengan penguatan ruhiyah,bahwa setiap perbuatan hamba akan selalu diawasi oleh Allah SWT dan kelak dimintai pertanggung jawaban. Menghiasi akalnya dengan tsaqofah Islam dan akhlak yang mulia. Menguatkan aqidahnya agar tidak mudah terjebak pada kekufuran dan perbuatan nista.
Sebagaimana pesan Rasulullah SAW
“Aku pesankan agar kalian berbuat baik kepada para pemuda, karena sebenarnya hati mereka itu lembut. Allah telah mengutus aku dengan agama yang lurus dan penuh toleransi, lalu para pemuda bergabung memberikan dukungan kepadaku. Sementara para orang tua menentangku.”
Sahabat Ibnu Abbas pernah menyatakan, ”Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi melainkan pemuda. Dan seorang alim tidak diberi ilmu pengetahuan oleh Allah melainkan di waktu masa mudanya.’
Khilafah memberi ruang muhasabah dari rakyat untuk penguasa, sebagaimana wanita Qurais yang terang-terangan menegur Umar terkait mahar. Juga nasehat Khaulah binti Tsalabah di muka umum. Khilafah memberikan pembinaan kepada remaja supaya bisa menggunakan potensinya sebagai pemimpin bukan mengekang mereka.
Wajar jika menjadi bukti sejarah bagaimana Islam mencetak pemuda menjadi pemimpin. Sebagaimana sosok Ali bin Abi Thalib, pemuda pertama yang memeluk Islam. Usamah bin Zaid pemuda yang ditunjuk langsung oleh Rasulullah untuk memimpin pasukan muslim menyerbu Syam. Tariq Bin Ziyad penakluk Andalusia. Umar bin Abdul Aziz. Juga panglima terbaik yang mewujudkan bisyarah Rasulullah, Muhammad Al Fatih.
Kini tinggal seruan untuk pemuda ideologis berkepribadian Islam untuk menjadi agent of change yang sesungguhnya. Tidak hanya menginginkan perubahan pemimpin dan penolakan pada RUU saja. Tapi perubahan yang revolusioner dengan merubah sistem buatan Allah SWT yaitu Islam. Wallahu a’lam.
Penulis: Dita Mega (Pemerhati Generasi)
Editor: H5P