Vaksin dan Pemimpin yang Tidak Membebani

Enok Sonariah
Enok Sonariah

TEGAS.CO., NUSANTARA – Saat ini dunia tengah menanti ketersediaan vaksin. Ada sekitar 172 negara dan lebih dari 1000 perusahaan farmasi atau riset obat-obatan sedang berlomba menemukan, menciptakan, serta memproduksi vaksin covid-19.(pikiran rakyat 19 November 2020)

Di Indonesia sendiri pemerintah tengah berupaya mengawal akselerasi vaksin merah putih yang dikembangkan oleh 6 Perguruan Tinggi serta lembaga penelitian terkemuka, dengan harapan segera bisa diserahkan ke Bio Farma. ( pikiran rakyat.com)

Demi tersedianya vaksin, selain impor, pemerintahpun mendukung penuh upaya berbagai pihak termasuk swasta menciptakan industri vaksin. Rencananya pemerintah akan mengeluarkan dua tipe vaksin yaitu vaksin mandiri dan vaksin bantuan pemerintah.

Menurut Menteri BUMN Erick Thohir, vaksin bantuan pemerintah ditujukan untuk tenaga kesehatan serta masyarakat yang sangat membutuhkan sesuai data dari BPJS kesehatan, sedangkan vaksin mandiri adalah vaksin berbayar, bagi masyarakat yang dianggap mampu membayar sebagai kontribusi bagi negara. (pikiran rakyat 25 November 2020)

Ketika sudah tersedia, untuk vaksin berbayar, berapa nominal harga yang mesti ditebus? Mengingat harga rapid tes saja lumayan mahal. Tidak semua rakyat terdata di BPJS. Beban rakyat akan semakin bertambah, saat vaksin diperlukan.

Pengadaan vaksin ternyata bukan semata-mata untuk tujuan kesehatan, tetapi juga untuk tujuan bisnis yang memiliki nilai ekonomi cukup menggiurkan. Maka tidak heran perusahaan swasta di bidang farmasi terus bermunculan, apalagi didukung pemerintah. Hal ini bukan hanya di Indonesia, tapi merata di seluruh negara di dunia. Wahyu Andrianto, selaku Ketua Center for Health Law and Policy FHUI dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan.

“Siapapun yang menguasai vaksin Covid-19, berhak memonopoli atas hak kekayaan intelektual. Dengan demikian, dapat memonopoli pasar vaksin serta menetapkan yang cukup tinggi”.(pikiran rakyat 19 November 2020)

Alih-alih menggratiskan, pemerintah malah akan menambah beban baru. Sekilas apa yang diungkapan Menteri BUMN seolah benar, yang mampu mesti bayar sebagai bentuk kontribusi, padahal salah besar karena kesehatan seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Sudah terlalu banyak kontribusi rakyat yang mengalir ke kas negara berupa berbagai pungutan pajak, serta asuransi kesehatan berkedok jaminan kesehatan. Secara logika jika pengelolaan urusan vital seperti kesehatan dikelola swasta, pastilah berorientasi keuntungan, bukan pelayanan yang menjadi tugas kepala negara. Ditambah negaranya sendiri, ketika melayani rakyat ibarat penjual dan pembeli.

Inilah kenyataan hidup di alam kapitalisme-sekular, kesehatanpun dibidik untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya, tak perduli penderitaan orang lain. Bagi siapapun yang ingin mendapatkan vaksin harus bersedia membayar mahal.

Sebagai perbandingan, berdasarkan sejarah kekhalifahan Islam yang masyhur, pelayanan kesehatan bisa diakses semua lapisan masyarakat. Tidak lagi memandang apakah mampu bayar atau tidak. Para Khalifah senantiasa memfasilitasi pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Tidak terkecuali dalam hal vaksinasi, yang digratiskan bagi rakyat secara sistematis.

Untuk masalah kesehatan, Islampun melarang negara menetapkan harga ataupun menjual obat termasuk vaksin. Karena dalam Islam, pelayanan kesehatan untuk rakyat harus gratis. Akan tetapi, andaikan ada individu yang ingin berobat secara berbayar kepada swasta, maka itu diperbolehkan. Swasta dalam sistem Islam tidak akan sampai mengambil alih peran negara, karena yang utama adalah negara, swasta sifatnya hanya membantu. Rakyat yang hendak berobat ke pihak swasta atas kerelaannya bukan karena terpaksa.

Gambaran pemimpin/khalifah dalam Islam adalah sebagaimana sabda Rasulullah Saw., yang artinya: “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Al-Bukhari).

Tanggung jawab pemimpin bukan hanya di bidang kesehatan. Pendidikan juga keamanan menjadi jaminan khalifah bagi rakyatnya. Dalam hal vaksin, penelitian atau riset secara pasti akan dibiayai penuh oleh negara untuk menciptakan kemandirian agar tidak tergantung pada negara lain. Tidak kalah penting juga keamanan. Vaksin yang digunakan oleh umat Islam mesti dijamin keamanan dan kehalalannya.

Saatnya kaum Muslimin merindukan pemimpin yang menerapkan sistem Islam atau Khilafah. Pemimpin yang benar-benar memberi jaminan bukan beban.
Wallahu a’lam bi ash shawwab

Penulis: Enok Sonariah (Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah)
Editor: H5P

Komentar