TEGAS.CO., NUSANTARA – Kolaka, TopikSultra.Com – Kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Kolaka sepanjang tahun 2020 meningkat.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Kolaka, hingga Oktober 2020, kasus tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan tercatat sebanyak 20 kasus.
“Sampai saat ini laporan yang masuk ke kami ada 20 kasus. Kebanyakan merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak,” kata Kadis P3A Kolaka, Andi Wahidah, Selasa (27/10/2020)
Kata dia, kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Mekongga mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, di mana kasus terlapor sebanyak 15 kasus. Maraknya tindak kekerasan terhadap anak mendorong Dinas P3A Kabupaten Kolaka untuk meningkatkan pelayanan perlindungan, seperti melibatkan peran serta aparat kepolisian dalam hal ini Bhabinkamtibmas untuk menyelaraskan atau menyamakan persepsi tentang perlindungan anak terhadap tindak kekerasan.
Mengurai Akar Masalah
Kalau kita melihat secara mendalam kasus kekerasan terhadap anak yang sangat tinggi ini, solusi parsial berupa seleksi terhadap tontonan di keluarga, penyediaan lembaga konsultasi keluarga dan anak, bahkan pembangunan Kabupaten/Kota Layak Anak saja belum cukup. Masalahnya, ironis ketika kabupaten/kota di Tanah Air mendeklarasikan diri menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak, namun kekerasan kepada anak terutama fisik dan seksual justru kian marak.
Seperti dikomando, kekerasan seksual pada anak berupa perkosaan dan pembunuhan kepada anak marak di banyak tempat. Kekerasan itu seperti menular dari kota yang satu ke kota yang lain. Ketika kesadaran akan pemenuhan hak anak dengan menciptakan lingkungan yang layak anak dilakukan, kekerasan kian meningkat. Tragisnya, kekerasan-kekerasan itu terjadi di kabupaten/kota penerima penghargaan sebagai Kabupaten/Kota Layak Anak.
Apa yang salah? Apa yang dilakukan kabupaten/kota itu dalam melindungi anak? Masih adanya kekerasan menunjukkan komitmen untuk melindungi anak baru di atas kertas dan belum menjadi kenyataan. Penghargaan baru sebatas administrasi yang implementasinya dapat dipertanyakan. Secara administrasi mereka layak anak, tetapi sayangnya tidak ada dampaknya kepada anak-anak.
Meningkatnya kekerasan kepada anak di Kabupaten/Kota Layak Anak menunjukkan lemahnya implementasi pemenuhan hak anak. Ini membuktikan prioritas pembangunan anak yang tidak fokus. Upaya meraih penghargaan berjalan terpisah dengan upaya melindungi anak. Anak cenderung menjadi objek di kabupaten/kota layak anak, namun bukan subjek kebijakan. Oleh karena itu, kita butuh solusi mendasar untuk mengatasi kasus ini.
Kegagalan Sistem Demokrasi
Jika melihat kondisi Indonesia secara statistik, termasuk negara gawat kekerasan. Betapa tidak, dari tahun ke tahun memperlihatkan peningkatan kasus kekerasan, terutama pada ibu dan anak, yang dilakukan para pelaku dengan berbagai modus. Ironisnya fenomena ini masih kurang mendapat tanggapan publik. Padahal, Indonesia sudah menjadi negara dengan kasus kekerasan yang tinggi di Asia.
Begitu juga peran orang tua dalam keluarga yang menjadi bagian dari masyarakat yang sangat minim dalam melindungi, mendidik, dan mengawasi anak-anaknya di dalam pergaulan, baik di lingkungan keluarga dan sekitar tempat tinggal. Ironisnya lagi, secara internal telah runtuhnya moralitas keluarga yang mendorong terjadinya inses yang menjadikan anak menjadi korban kekerasan, baik dari orang tua dan saudara (tiri maupun kandung) dan sanak keluarga lainnya yang bermental bejat. Bukan lagi rahasia umum, jika banyak fakta yang menyatakan pelaku-pelaku kekerasan di tengah masyarakat berasal dari orang-orang terdekat.
Ada juga faktor yang disebabkan pendidikan karakter anak di sekolah masih kurang memadai. Sehingga anak-anak sangat mudah terkontaminasi dengan pergaulan bebas dan mudah terbujuk rayu oleh orang-orang yang tidak memedulikan masa depan anak-anak.
Di sisi lainnya ada faktor lemahnya penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan. Hukuman yang diberikan terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera. Faktor penegakan hukum ini cukup memberi andil terulangnya kembali kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Lalu faktor ekonomi dalam keluarga juga turut mempengaruhi terjadinya kasus kekerasan.
Berbagai faktor penyebab masih maraknya kasus kekerasan terhadap anak ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dari sistem kapitalisme sekuler melindungi keluarga dan anak-anak. Kita butuh sistem kehidupan lain yang lebih melindungi, mengayomi dan meminimalkan kasus kekerasan, khususnya terhadap anak.
Islam Menuntaskan Kasus Kekerasan Anak
Secara integral solusi mendasar dalam Islam terhadap kasus kekerasan anak adalah Pertama, ranah akidah. Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mendorong setiap individu warga negara untuk taat terhadap aturan Allah SWT. Negara juga mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara.
Kedua, ranah ekonomi. Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga (ayah) untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Tidak akan ada anak yang telantar ataupun orang tua yang stres karena tuntutan ekonomi yang sering memicu munculnya kekerasan anak oleh orang tua. Efek lain dari pengaturan sistem ekonomi ini akan mampu mengembalikan fungsi perempuan dan ibu sebagai ummu warabatul bait dan madrasatul ula bagi generasi. Yaitu mengurus rumah tangga, juga mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya.
Ketiga, ranah sosial. Dalam sistem sosial Islam, negara wajib menerapkan sistem sosial yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan sesuai ketentuan syariat. Laki-laki maupun perempuan wajib menjaga/ menutup auratnya, tidak boleh berdua-duaan dengan nonmahram (khalwat) ataupun campur baur antara laki-laki dan perempuan tanpa ada keperluan syar’i (ikhtilat), serta menjaga pandangannya (gadhul bashar). Setiap individu juga dilarang melakukan porno aksi atau pornografi sehingga terhindar dari naluri seksual yang tak terkendali, yang mengancam anak dari pencabulan, kekerasan, atau kejahatan seksual.
Selain itu, negara juga akan menutup semua mata rantai penyebaran situs-situs porno di berbagai media yang akan mampu menimbulkan syahwat yang liar. Keempat, ranah hukum. Negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual. Di mana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
Alhasil secara keseluruhan, sistem Islam (Khilafah) akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan terhadap anak, mengunci pintu munculnya kekerasan anak, memberikan hak anak sesuai fitrah tanpa mengeksploitasi. Semua terlaksana dalam suasana keimanan kepada Allah SWT tanpa ada paksaan dan tujuan tertinggi bukan sekadar menang perlombaan dunia, tapi mencapai ridha Allah SWT. Saatnya bangkit dan mewujudkan penerapan Syariah kaffah dalam naungan Khilafah ‘ala minhaji an-Nubuwwah.
Rasulullah saw bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim).
Wallahu a’lam bish-shawab
Penulis: Risnawati, S.Tp (Pegiat Opini Media Kolaka)
Editor: H5P
Komentar