Disintegrasi Mengancam, Tak Cukup Hanya Dikecam

Wulan Amalia Putri, S.S.T. (Pemerhati Masalah Sosial)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Perjalanan panjang masyarakat Papua diwarnai berbagai peristiwa dari waktu ke waktu. Perjuangan kelompok pro kemerdekaan Papua terus berlangsung selama kurun waktu tersebut. Termasuk saat Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat yang terjadi menjelang akhir tahun 2020 ini.

BBC melansir, Ketua United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP) Benny Wenda mendeklarasikan diri menjadi presiden sementara Papua Barat mulai 1 Desember 2020, seraya menolak segala aturan dan kebijakan dari pemerintah Indonesia. “Pengumuman ini menandai perlawanan intensif terhadap koloni Indonesia di Papua Barat sejak 1963,” kata Benny Wenda dalam siaran persnya, Selasa (1/12/2020). (nasional.kompas.com,04/12/2020)

Iklan Pemkot Baubau

Menariknya, Benny Wenda sendiri sesungguhnya telah kabur dari Indonesia sejak tahun 2003 dan mendapat suaka politik dari Pemerintah Inggris. Karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengirim surat kepada memanggil Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Owen Jenkins, pada Jumat 4 Desember 2020.

“Kepada Dubes Jenkins disampaikan protes keras atas pembiaran bagi Benny Wenda untuk menyebarkan disinformasi, fitnah dan menghasut serta mendalangi berbagai aksi kriminal dan pembunuhan di Papua,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah, Sabtu, 5 Desember 2020.

Tindakan Makar, Perlu Ketegasan Sikap

Tindakan Benny Wenda bukanlah tindakan biasa. Bahkan dapat dikategorikan sebagai tindakan makar. “Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh ULMWP dengan mendeklarasikan kesatuan republikan dengan menjadikannya Benny Wenda sebagai presiden Papua Barat, sudah sangat jelas merupakan perbuatan makar terhadap NKRI,” ujar Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam konferensi pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (3/12/2020). Bamsoet mengungkapkan, dunia internasional selama ini telah mengakui keberadaan Papua sebagai bagian wilayah Indonesia.

Mengenai kedudukan Papua di Indonesia, sudah sangat jelas. Keterikatan Papua dengan Indonesia selama ini sudah sah dan final. Hal ini terjadi sejak diselenggarakannya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua pada tahun 1969, yang disusul dengan peutusan Majelis Umum PBB dengan mengesahkan Papua menjadi bagian kedaulatan Indonesia.

Dalam dunia internasional, Papua juga tidak termasuk dalam daftar negara yang berpeluang merdeka. Menurut Mahfud MD, Papua selama ini tidak pernah terdaftar dalam Komite Dekolonisasi PBB atau Komite 24 PBB. Komite 24 PBB sendiri berisikan daftar negara yang berpeluang merdeka.

Karena itu, upaya Benny Wenda untuk kemerdekaan Papua dan menjadi Presiden bagi “negara” yang ia proklamirkan sendiri dianggap ilusi. Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana menilai deklarasi negara Papua Barat tidak berdasar dalam hukum internasional. Sebab, pemerintahan sementara tersebut tanpa kejelasan negara mana yang berdiri, di mana lokasi dan kapan waktu deklarasi negara tersebut. “Dalam hukum internasional yang dikenal adalah pendirian sebuah negara, harus ada negara dahulu baru ada pemerintahan. Aneh bila yang dideklarasikan adalah pemerintahan sementara tanpa jelas negara mana yang diakui oleh masyarakat internasional,” kata Hikmahanto melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Rabu (2/12/2020) dilansir Antara .(nasional.compas.com,4/12/2020)

Meskipun demikian, isu kemerdekaan Papua masih saja sering didengungkan di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam sidang Umum PBB misalnya, negara-negara yang merasa serumpun dengan Papua selalu “menyusupkan” protes untuk kemerdekaan Papua. Sebut saja negara Vanuatu, Kepulauan Solomon dan beberapa negara lainnya yang tergabung dalam Organisasi Melanesian Spearhead Group (MSG).

Negara pendukung kemerdekaan Papua ini beralasan bahwa negara Indonesia banyak melakukan pelanggaran HAM di Papua. Padahal jika ditelusuri, kondisi politik dan ekonomi di negara-negara tersebut masih dalam keadaan buruk. Sebelumnya diplomat muda Indonesia, Silvany Austin Pasaribu, menyampaikan hak jawab terkait pemerintah Vanuatu yang mengungkit pelanggaran HAM di Papua.

“Sangat memalukan bahwa satu negara ini terus-menerus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau menjalankan pemerintahannya sendiri,” ujar Silvany pada awal pidatonya, yang dilansir dari YouTube PBB. Sehingga sangat nyata bahwa upaya untuk mendukung kemerdekaan Papua bukanlah dukungan yang tulus.

Strategi adu domba dan pecah belah yang dilancarkan asing, nyata terlihat. Seperti yang terjadi pada rakyat Timor Timur dulu ditanamkan semangat membebaskan diri dan pemahaman bahwa integrasi Timtim dengan Indonesia merupakan rekayasa Indonesia. Lalu kepada rakyat Indonesia ditanamkan pemikiran yang menekankan pentingnya Timtim dilepas dari Indonesia karena hanya menjadi ‘duri dalam daging’ dan terus membebani Indonesia karena Timtim provinsi yang miskin.

Karena itu, sudah seharusnya upaya disintegrasi seperti yang dilakukan oleh Benny Wenda ditindak tegas, bukan sebatas dikecam. Papua adalah bagian dari Indonesia yang menjalani proses persatuan dengan penuh perjuangan dan harus dipertahankan.

Menjaga Kesatuan Bangsa

Upaya disintegrasi di Indonesia bukan cuma isu atau isapan jempol. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh, Gerakan Republik Maluku Selatan dan tuntutan kemerdekaan Papua adalah bukti nyata disintegrasi itu. Bahkan Timor Timur berhasil lepas dari Indonesia pada tahun 1999, melalui referendum.

Sehingga hal seperti ini tidak patut dipandang sebelah mata, tapi disikapi dengan tindakan nyata. Sebab, benih-benih disintegrasi seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Isu-isu rasial yang masih saja dikedepankan, membuat beberapa bagian masyarakat merasa berbeda dengan kebanyakan rakyat Indonesia. Inilah yang terjadi di Papua.

Penanaman pemikiran kepada masyarakat Papua adalah lebih baik berdiri sendiri karena perbedaan fisik dan sejarah yang sangat berbeda dengan saudara-saudaranya di wilayah lain Indonesia. Indonesia juga di “framing” sebagai penjajah bagi Papua.

Dalam Islam, upaya disintegrasi dianggap haram dan berbahaya. Alih-alih memecah-belah, sejatinya negeri-negeri Muslim disatukan. Karena itu hendaklah selalu berupaya sekuat tenaga menjaga perbatasan negeri dengan niatan yang ikhlas karena Allah, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah, kuatkanlah kesabaran kalian, tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negeri kalian) dan bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 200).

Harus disadari bahwa upaya disintegrasi ini hanyalah melemahkan negeri ini. Melemahkan dari segala sisi. Bahkan hanya menguntungkan pihak asing jika dilihat dari sisi Sumber Daya Alam (SDA). Seperti diketahui bahwa tanah Papua menyimpan kekayaan alam yang luar biasa. Bentang alam yang memesona dan juga kekayaan perut bumi seperti Uranium hanyalah sedikit dari sekian banyak kekayaan alamnya.

Kaum muslimin dan seluruh elemen bangsa beserta elite penguasa harus mengambil langkah tegas untuk mencegah terjadinya disintegrasi bangsa. Jangan sampai kejadian terlepasnya Timor Timur terjadi lagi pada wilayah bagian Indonesia lainnya. Keutuhan negara ini adalah tanggung jawab dunia akhirat bagi kita semua. Allah SWT berfirman:

“Berpegang teguhlah kalian semuanya pada tali (agama) Allah dan janganlah bercerai-berai. Ingatlah nikmat Allah atas kalian saat dulu kalian saling bermusuhan, lalu Allah menyatukan kalbu-kalbu kalian. Dengan nikmat itu kalian menjadi bersaudara. (Ingat pula) saat kalian ada di tepi jurang neraka. Lalu Allah menyelamatkan kalian. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya agar kalian mendapatkan petunjuk.” (TQS Ali ‘Imran [3]: 103). Wallahu a’lam Bishawwab

Penulis: Wulan Amalia Putri, S.S.T. (Pemerhati Masalah Sosial)
Editor: H5P