TEGAS.CO., WAKATOBI – Para sopir truk pengangkut material sirtu (tambang C) mengaku kehilangan pekerjaan beberapa bulan ini. Pasalnya, aktifitas tambang C saat ini dihentikan.
Adalah Aliansi Solidaritas Pembangunan Wakatobi yang belum lama ini mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wakatobi, Senin 19 April 2020.
Aksi demonstrasi itu menuntut dewan untuk memberikan rekomendasi agar aktivitas tambang galian C kembali beroperasi.
Koordinator aksi, Erik mengatakan, akibat penghentian aktivitas tersebut, para sopir kehilangan pekerjaan.
“Akibatnya pendapatan mereka hilang. Apalagi mereka juga terus dibebani membayar cicilan mobil. Menghidupi istri dan anak-anak mereka,” tukasnya.
Untuk itu, pihaknya meminta dewan untuk memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah (pemda) agar aktivitas tambang galian C kembali beroperasi.
Kepala dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Wakatobi, Kamaruddin mengatakan persoalan izin tambang galian C bukan lagi menjadi wewenang pemerintah daerah. Hal tersebut telah diserahkan ke Pemerintah Provinsi Sultra dengan perubahan aturan Nomor 3 Tahun 2020.
“Setelah nomenklatur tentang perubahan Pertambangan dan Energi semula menjadi bidang di instansi kami, kini beralih ke pemprov untuk menyerderhanakan perizinan menjadi satu pintu lewat pusat, ke Kementrian ESDM,” ulasnya.
Ia menyebut sesuai UU Minerba tersebut, seluruh material jenis batuan, tanah galian (sirtu) dan pasir, masuk dalam pengkategorian. Sehingga mau tidak mau para kontraktor diharuskan mengambil material dari luar Wakatobi.
Apalagi, sambungnya, proyek tersebut APBN dimana penentuan Rencana Anggaran Belanja (RAB) tak memakai material lokal. Lanjutnya, beda halnya bersumber dari APBD Kabupaten Wakatobi.
Disebutkan Kamaruddin, material sirtu dan batuan sesuai RAB masih menggunakan material lokal. Hanya saja, material lokal lain yang dilarang yakni pasir. Hal ini merujuk pada Perbup Nomor 55 tahun 2015.
Lanjut Kadis PUPR menjelaskan, bilamana para kontraktor tetap memaksakan kehendak memakai material lokal terutama jenis sirtu maka keharusan aturan UU Minerba tentu harus memenuhi aturan minimal setiap pengusaha tambang memiliki lahan seluas 5 ha.
“Kalau kita di Wakatobi tak masuk wilayah pertambangan maka tak bisa dikelola baik pasir, tanah dan batuan”, ucapnya.
Sebelumnya, Polres Wakatobi telah melakukan penindakan hukum dengan menyita sebuah alat berat jenis excavator milik PT. Buton Karya Konstruksi (BKK), sejak 11 Maret 2021, tepatnya di Kelurahan Mandati, Kecamatan Wangi-wangi Selatan. Hal ini dilakukan atas adanya laporan warga.
Dalam kasus ini selain mengungkap nama Manajer PT. BKK inisial S, juga 8 orang saksi telah diperiksa. Salah satunya merupakan kontraktor asal Kota Baubau Ceng-ceng.
Informasi yang dihimpun media, dipihak Polres, beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa penindakan aktifitas tersebut didasarkan atas laporan warga. Diduga aktifitas itu tanpa izin pemerintah daerah.
“Sementara ini kita proses secara hukum,” ucap Kasat Reskrim Polres Wakatobi, Juliman.
Reporter : RUSDIN
Editor : YA
Komentar