Example floating
Example floating
Opini

New Normal, Ancaman merebaknya Kasus Akibat Kebijakan yang Salah Urus

1189
×

New Normal, Ancaman merebaknya Kasus Akibat Kebijakan yang Salah Urus

Sebarkan artikel ini
ILUSTRASI

Akhir-akhir ini publik dibuat terkejut dengan keputusan Pemerintah untuk memulai kembali tahun ajaran baru 2020/2021 sesuai kalender akademik yaitu per Juli 2020. hal ini tentu menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan, karena penyebaran wabah di negeri ini masih belum menemukan solusi. Betapa tidak, saat kasus harian Indonesia masih mencapai angka ratusan, bahkan kini mencapai di atas 500 orang per harinya. Indonesia justru nekad bersiap menerapkan kebijakan new normal.

Pro-kontra dari masyarakat pun mulai datang silih berganti, terkait akan kembali dimulainya tahun ajaran baru dengan memberlakukan kebijakan new normal ini. Dikutip oleh Pikiranrakyat.com pada Jumat (29/05/2020) dalam sebuah wawancara On Air di Radio PRFM 107.5. Kepala Disdik Kabupaten Bandung, Juhana, membeberkan empat masalah utama yang harus dicari jalan keluarnya tersebut. Pertama, adanya ketakutan berlebihan dari para orang tua siswa saat anak-anak mereka karus kembali sekolah di tengah pandemi COVID-19.Namun demikian, Juhana sendiri mengaku pihaknya telah memiliki solusi terkait kekhawatiran para orang tua ini, yakni dengan memberikan edukasi pada orang tua dan menyiapkan model pembelajaran daring maupun guru kunjung.

Kedua, belum ada jaminan keamanan transportasi umum bagi para pelaku pendidikan baik itu siswa maupun guru. Ketiga, dibuka kembalinya fasilitas umum menimbulkan adanya keraguan jaminan fasilitas kesehatan lingkungan siswa ketika di luar sekolah. Keempat, tidak adanya jaminan kesehatan bagi para tenaga pendidikan, khususnya di wilayah Kabupaten Bandung.

Ironis, mungkin ini kata ini yang tepat untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Bagaimana tidak, di tengah penderitaan mereka akibat pandemi Covid-19 yang melanda, solusi dari ditetapkan pemerintah juga cenderung tidak komperhensif, ditambah lagi karakter virus yang sangat unik membuat wabah sangat sulit ditaklukkan.

Dari sisi pemerintah pun faktanya tidak dapat menjamin kebutuhan ekonomi bagi rakyatnya. Lebih parahnya, masyarakat diminta untuk mulai membiasakan diri dan berdamai dengan wabah yang mematikan ini. Penguasa secara nyata menunjukan sikap pasrah dan menyerah kalah akan tuntutan korporasi yang ingin agar ekonomi kembali berputar.

Untuk itu diambil lah keputusan agar rakyat bisa hidup berdampingan dengan virus dengan menerapkan pola hidup baru yang mereka sebut dengan new normal. Padahal kebijakan ini merupakan keputusan yang sangat membahayakan nyawa rakyat. Mengingat kondisi negeri ini yang masih belum aman, dengan jumlah korban yang semakin bertambah dari hari ke hari.

Inilah kapitalis sekuler yang diemban negeri ini. Sistem yang menjadikan nilai materi diatas segalanya ini, menjadikan setiap kebijakan yang diambil selalu berorientasi pada nilai ekonomi, walau harus ditebus dengan penderitaan rakyat bahkan nyawa menjadi taruhannya.
Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan new normal dinilai sebagai suatu hal yang terlalu dipaksakan. Masyarakat dianggap belum siap menjalani pola hidup baru ini, peran negara pun masih dianggap remeh karena masyarakat menilai negara telah abai menjalankan perannya. Hal ini nampak dari rendahnya kepatuhan masyarakat untuk sekedar menjalankan standar protokol kesehatan. Minimnya pengetahuan tentang Covid-19 di tengah masyarakat semakin memperparah buruknya kualitas kedisiplinan.

Melalui kebijakan new normal ini, penguasa kapitalis seolah membuka peluang agar pandemi yang terjadi saat ini semakin meluas (herd immunity), semua dilakukan demi keuntungan materi, agar negeri terbebas dari tekanan resesi.
Negara semakin abai terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. Di saat setiap orang harus berjuang memenuhi kehidupannya, mereka pun dipaksa untuk berhadapan dengan kerakusan korporasi dan agenda hegemoni yang difasilitasi oleh para pemilik modal, berjuang mati-matian untuk bertahan hidup menghadapi keganasan wabah.

Berbeda dengan peradaban Islam, yang merupakan satu-satunya peradaban berkarakter mulia, pemberi rasa tenteram dan ketenangan bagi kehidupan umat manusia. Sebagai pengatur setiap aspek kehidupan baik ibadah dan muamalah. Peradaban ini didasarkan pada akidah Islam yang menjadikannya sebagai satu-satunya peradaban yang sesuai fitrah bagi manusia. Kehidupan akan dilaksanakan berdasarkan perintah dan larangan Allah untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki berupa ridha Allah Swt.

Peradaban Islam sejatinya akan mampu mewujudkan kesejahteraan seluruh alam, hal ini benar-benar telah teruji selama puluhan abad dan mampu berkuasa di ⅔ dunia. Ini semua telah diukir oleh tinta emas peradaban sejarah.

Peradaban Islam adalah satu-satunya harapan dunia. Pemilik segala solusi atas seluruh permasalahan manusia, termasuk saat didera wabah semisal pandemi Covid-19 yang berlarut-larut. Peradaban Islam akan menjadi pembebas dunia dari agenda hegemoni yang pada akhirnya akan membawa dunia pada puncak kesejahteraan untuk kedua kalinya dengan izin Allah SWT. Dengan berdirinya sebuah institusi mulia yang dijanjikan Allah yaitu Khilafah Islamiyyah. Yang akan menjadi fakta pembenar syariat yang dibawa Rasulullah, sebagai pembawa berita gembira akan kemenangan Islam. Seperti firman Allah Swt. Dal Al Qur’an, yang artinya:
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan din yang benar agar dimenangkan-Nya atas semua din. Dan cukuplah Allah sebagai saksi…” (TQS Al Fath[48]: 28).

Maka sudah saatnya kita memperjuangkan peradaban Islam sebagai pengganti dari sistem kapitalis sekuler yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a’lam Bishawwab.

Oleh: Ummu Abror
Ibu Rumah Tangga dan Pengajar

error: Jangan copy kerjamu bos