Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

New Normal Life, Demi Siapa?

974
×

New Normal Life, Demi Siapa?

Sebarkan artikel ini
Sitti Subaedah

(Pemerhati Lingkungan dan Generasi)
Penanganan wabah Covid-19 kini menemui babak baru. New Normal Life, menjadi kebijakan yang saat ini dilirik di beberapa negara di dunia demi menyelamatkan ekonomi negaranya. Seperti telah diketahui, Covid-19 telah memukul telak ekonomi global hingga mencapai angka minus.

Begitu pula halnya dengan Indonesia. Masyarakat disuruh bersiap dengan kebijakan New Normal Life. Namun tentu berbeda situasinya. Jika negara lain mengambil kebijakan ini setelah terjadi penurunan angka positif Covid-19 secara drastis, Indonesia malah sebaliknya. Angka penyebaran belum menemui titik landai bahkan ditanggal 5 Juni 2020 terkonfirmasi sekitar 703 pasien positif baru, angka tertinggi selama 2 minggu terakhir.

Pengambilan kebijakan New Normal Life harusnya memenuhi beberapa indikator sebelum diterapkan oleh sebuah negara. Salah satunya ialah pemeriksaan masif bagi masyarakat disertai dengan menurunnya jumlah positif Covid-19. Hal ini saja belum mampu dilalui Indonesia.

Dilansir dari kanalkalimantan.com, Epidemiolog FKM Universitas Hasanuddin Ridwan Amiruddin menilai, rencana penerapan hidup normal baru atau new normal yang dipilih pemerintah terkesan prematur. Pasalnya, penerapan new normal dilakukan ketika kasus virus corona covid-19 di Tanah Air masih tinggi.

Ridwan menjelaskan, setiap negara pasti akan memikirkan dua hal, yakni bagaimana menangani covid-19 dan bagaimana roda perekonomian tetap berjalan. Diandaikan sebagai piramida, sebuah negara akan menyelesaikan masalah keamanan dan kesehatan publik, lalu ketika pandeminya sudah dapat dikendalikan, barulah masuk ke konsen ekonomi.

Kalau melihat dari piramida itu, Indonesia justru langsung lompat ke tahap kedua yakni memikirkan menjalankan roda perekonomian meski pandemi covid-19 belum selesai. “Ini Indonesia masih dipuncak bahkan belum mencapai puncak sudah mau implementasi jadi terlalu dini, prematur ini. Jadi ini new normal yang prematur,” kata Ridwan dalam sebuah diskusi publik yang dilakukan secara virtual, Kamis (28/5/2020).

Selain itu, kesiapan masyarakat akan kebijakan ini agaknya perlu ditanyakan. Membiarkan masyarakat dengan berkegiatan seperti biasa dan tetap melaksanakan protokol kesehatan seperti memakai masker, social distancing, cuci tangan dll. Sama saja melaksanakan New Normal Life dan PSBB sekaligus. Ini akan membuat masyarakat bingung. Belum lagi dengan pola kesehatan dalam menghadapi wabah yang belum sepenuhnya di ketahui oleh masyarakat. Maka gelombang kedua pandemi sangat mungkin terjadi.

Wajar saja kebijakan ini menuai penolakan oleh sejumlah ormas, Muhammadiyah salah satunya. Lembaga ini menyuarakan kritik dan skeptis dengan kebijakan Presiden Joko Widodo soal penanganan pandemi Covid-19. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan “belum waktunya berdamai dengan Corona” dan “tagar lawan Corona masih harus diberlakukan” karena “menurut laporan tim MCCC, keadaan daerah masih belum aman dari pandemi Covid-19.” (tirto.id)

Sudahlah tak memenuhi indikator, masyarakat tidak siap dengan situasi ini, maka sudah barang tentu ini menjadi kebijakan yang sangat dipaksakan. Pengerahan TNI dan Polri sebanyak 340 ribu yang disebar di beberapa titik menunjukkan indikasi ini. Pelibatan aparat dalam membentuk new normal life justru membuat situasi menjadi tidak normal. Keterlibatan mereka berpotensi menyusutkan kebebasan sipil karena rentan terjadi kesewenang-wenangan dengan dalih penanganan Covid-19.

Lagipula tidak ada relevansinya ketika di berlakukan pengerahan TNI dan Polri angka penyebaran menjadi menurun. Walaupun pemerintah berdalih agar masyarakat lebih mudah diatur atau disiplin dengan kebijakan yang ada. Nyatanya ini hanya menutupi ketidaktegasan pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

Jika wacana ini tetap dijalankan dengan berbagai alasan yang terlalu dipaksakan. Maka wajar jika masyarakat bertanya “ untuk siapa new normal life ini?”. Jika untuk perbaikan ekonomi, maka ekonomi siapa? . Tentu bukan masyarakat jawabannya karena masyarakatlah yang paling dirugikan bahkan nyawa menjadi taruhannya.

Kebijakan ini murni disetir para kapitalis ( pemilik modal) karena akibat PSBB usaha mereka nyaris gulung tikar. Intervensi mereka mampu menggerakkan kebijakan ekonomi negara. Ini karena negara kita berkiblat pada sistem kapitalis yang memihak pada para pengusaha besar. Terbukti dengan kebijakan yang dilahirkan bahkan disaat pandemi ini yang lebih banyak menguntungkan pengusaha ketimbang memperdulikan kemaslahatan masyarakat.
New normal life, hanyalah kebijakan tambal sulam demi pemenuhan kepuasan ekonomi para kapital. Tanpa dukungan sains dan kesiapan masyarakat , serta dipaksa dengan kekuatan militer. Alhasil masyarakat bertaruh nyawa demi pergerakan ekonomi “mereka”. Wallahu a’lam bishawab

Oleh: Siti Subaidah