tegas.co., BUTON, SULTRA – Surat Keputusan (SK) Bupati Buton Nomor 225 tahun 2018 tentang pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak dibatalkan pemberlakuannya oleh Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari, Kamis 21 Februari 2019.
Bupati Buton La Bakry selaku tergugat melakukan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makasar melalui PTUN Kendari.
Hal itu sesuai dengan putusan akhir pada sidang lanjutan perkara Nomor 32/Pdt.G/2018/PTUN.Kdi yang digelar, Kamis (21/02/2019) kemarin.
Bupati Buton La Bakry melalui kuasa hukumnya Munsir mengatakan, banding dilakukan karena tidak tepatnya putusan pembatalan SK itu. Sebab, dalam konteks Undang-Undang dimasukannya enam desa bersama 47 desa lainnya ikut Pilkades 2018, sudah tepat.
“Pada dasarnya itu ada di Undang-Undang Desa yang menyatakan bahwa pelaksanaan pilkades dilaksanakan secara bergelombang,” kata Munsir via sambungan selulernya, Jumat (22/02/2019).
Lanjut Munsir, amar putusan perkara yang dibacakan majelis hakim PTUN kemarin, jika dicermati mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, sementara gugatan yang dimasukkan hanya meminta pembatalan SK Nomor 225 tahun 2018 tentang penetapan waktu pelaksanaan Pilkades serentak terhadap enam Desa yakni Kancinaa dan Kondowa Kecamatan Pasarwajo, Mega Bahari Kecamatan Lasalimu Selatan, dan Desa Matawia, Wolowa dan Suka Maju Kecamatan Wolowa.
“Jadi keputusan itu tidak dalam konteks keseluruhan yaitu 53 desa yang melaksanakan Pilkades. Kata membatalkan SK Nomor 225 tersebut harusnya enam desa saja. Hakim juga terikat oleh ketentuan bahwa yang diputuskan adalah yang diminta oleh para penggugat. Hakim atau penggadilan tidak berhak memutuskan di luar dari itu,” tegasnya.
Keenam desa tersebut merasa keberatan diikutkan dalam Pilkades serentak 2018, sebab seyogyanya jabatan Kades berakhir 2019. Meski begitu, kata Munsir, langkah yang ditempuh terlapor (Bupati Buton) sudah tepat sebagaimana amanah UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa.
“Pelaksanaan Pilkades kemarin menurut saya sebagai kuasa tergugat sudah tepat pengelompokannya. Kalau diadakan tahun 2018 itu tidak salah, karena UU tentang desa petunjuknya seperti itu. Jadi, saya pikir tidak ada yang dilanggar, hanya mungkin pemahaman hakim dan penggugat menurut saya keliru atau salah tafsir terkait persoalan ini,” jelasnya.
KONTRIBUTOR: SUPARMAN
PUBLISHER: SALAMUN SOFIAN