Example floating
Example floating
Berita UtamaPendidikan

Wali Kota Baubau Beberkan Konflik Agraria di UM Buton

738
×

Wali Kota Baubau Beberkan Konflik Agraria di UM Buton

Sebarkan artikel ini
Wali Kota Baubau Beberkan Konflik Agraria di UM Buton
Wali Kota Baubau Beberkan Konflik Agraria di UM Buton


Universitas Muhammadiyah Buton (UM Buton) menggelar kuliah umum bersama Wali kota Baubau Dr.H.A.S Tamrin MH dan Prof.Jimly Asshiddiqie, S.H., M.H Mantan Ketua Mahkamah Agung RI yang dirangkaikan dengan penandatanganan MoU antara Pemkot dan UM Buton, Selasa (13/7/19).

Adapun Materi yang disampaikan Prof Jimly Asshiddiqie menyangkut dengan Negara, Konstitusi dan Kedaulatan Rakyat.

Sementara Wali kota Baubau Dr.H.A.S Tamrin MH memaparkan tentang Mandat Konstitusi yang tersandra konflik agraria menanti solusi terbentuknya ke menko bidang Agraria.

Mandat konstitusi sebagaimana pada undang-undang dasar 1945 khususnya pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bumi dan air yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.

Pasal ini mengandung maksud memberikan penekanan dan penegasan bahwa negara sebagai personifikasi kekuasaan seluruh rakyat indonesia. Diberikan mandat untuk mengakses bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sedemikian rupa untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Mandat konstitusi tersebut kemudian ditindaklanjuti dan dijabarkan dalam undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria populer dengan sebutan undang-undang pokok agraria disingkat UUPA.

Menurut Prof Maria S.W Sumarjono Wakil Meneg Agraria/Ka.BPN ada 4 (empat) sumber konflik agraria terdiri,

1.Konflik Interest  yaitu konflik antar individu berupa penguasaan tanah pribadi yang dalam perkembangannya semakin marak sebagai akibat tidak terpecahkan nya secara lengkap dan menyeluruh bidang tanah yang ada.

2.Konflik Data adalah konflik sengketa atau masalah yang diambil sebagai akibat perbedaan data tentang sumber daya agraria yang diakses dikeluarkan oleh berbagai institusi lembaga yang masing-masing mempunyai kewenangan dan kompetensi dalam mengurus mengelola sumberdaya agraria perbedaan data-data sumber daya Agraria ini ujungnya berakhir menjadi keraguan materi bahkan tidak jarang berbuah bencana.

Hal ini berupa persoalan perizinan dan pengolahan tambang yang berujung pada sengketa dan masalah lingkungan di mana lokasi tambang dan kawasan hutan beroperasi apabila hal ini tidak ditangani secara serius dan koordinatif maka akan semakin memperparah kondisi lingkungan dan akan terjadi konflik yang berkepanjangan sehingga mandat konstitusi untuk menjadikan Sumber Daya Alam agraria berupa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat akan sulit terwujud seperti pepatah yang mengatakan kita “Jauh Pangang dari Api”.

3.Konflik Nilai dimaksudkan adanya perbedaan  persepsi pemahaman terhadap definisi batasan tentang berbagai hal mengenai bumi air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya semisal mengenai pengertian mengenai Tanah Negara,Hak Ulayat absenter, serta banyak istilah yang didefinisikan dan dipahami secara berbeda.

Bahkan seringkali pemahaman dan definisi itu cenderung diproyeksikan untuk kepentingan masing-masing diperparah lagi lembaga institusi yang memahami dan mengelola sumber daya agraria berjalan sendiri tanpa koordinasi dan sinkronisasi yang terpadu.

4.Konflik Structural adalah akumulasi dari berbagai kondisi yang mendera sumber-sumber daya agraria konflik struktural ini dimaknai sebagai konflik yang bersumber pada ego sektoral dimana masing-masing lembaga institusi yang mempunyai kewenangan menangani Sumber Daya Agraria jalan sendiri tanpa koordinasi.

Tanpa adanya koordinasi yang terpadu oleh suatu lembaga/Institusi yang memayungi mengakomodir setiap tugas mencakup dalam bidang sumber daya agraria dengan kata lain terjadi ego sektoral dalam pengelolaan tugas masing-masing sebut saja ada 6 undang-undang yang menjadi instrumen dasar pelaksanaan tugas masing-masing Lembaga/Kementerian.

Kesemuanya merupakan tindak lanjut dari Mandat Konstitusi dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang didedikasikan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat akan tetapi tidak akan tetapi dalam realitas kenyataannya di lapangan malah yang terjadi justru sebaliknya yakni SDA menjadi sumber konflik dan Objek sengketa akibat penanganan yang tidak koordinatif tidak sinkron terkesan berjalan sendiri secara kewenangan menurut undang-undangnya masing-masing. Akhirnya ego sektoral antara lembaga-lembaga tersebut seringkali berbuah bencana dan sengketa yang berkepanjangan bahkan terjadi kerusakan lingkungan,bencana alam seperti banjir bandang, tanah longsor dan lain-lain.

Mencermati serta menyikapi terjadinya konflik agraria tersebut diatas rasanya sudah saatnya dibentuk lembaga atau kementerian yang portofolio kewenangan nya memayungi, mengakomodir beberapa kementerian yang menangani tugas bidang sumber daya Agraria konkretnya perlu dibentuk.

“Kementerian koordinator bidang Agraria atau Kemenko Agraria dan Kemaritiman” sehingga tugas kementerian yang diberi mandat Mengelola SDA dapat dikordinasikan dan diintegrasikan secara terpadu dan tidak terjadi ego sektoral,”tukasnya.

J S R

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos