Example floating
Example floating
Opini

Urgensi Islam di Tengah Sekulerisme

1378
×

Urgensi Islam di Tengah Sekulerisme

Sebarkan artikel ini
Urgensi Islam di Tengah Sekulerisme
Mustika Lestari.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang  yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah SWT, mereka itu mengharapkan rahmat Allah dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah: 218).

Sesungguhnya orang-orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, berhijrah dari kekufuran menuju Islam dan berjihad untuk meninggikan kalimat Allah maka bagi mereka itu rahmat Allah yang diberikan sebagai suatu kemuliaan dan keutamaan.

Ribuan massa berkumpul di jalan Slamet Riyadi, kawasan Nugroho, Solo, mengikuti parade Ukhuwah, Minggu (1/9/2019). Di Ngarsopuro, para peserta disambut dengan tausyiah oleh beberapa tokoh, salah satunya Felix Siauw.

Di depan ribuan massa, beliau menyampaikan mengenai ukhuwah, atau persaudaraan dalam Islam. Ustad felix mengatakan ukhuwah merupakan salah satu kenikmatan yang diberikan Allah kepada umatnya. Namun, tidak semua mendapatkan kenikmatan tersebut.

Allah memberikan kenikmatan kedua setelah iman, yang tidak diberikan ke semua orang yaitu nikmat ukhuwah, persaudaraan,” kata Felix (http://m.detik.com, 1/9/2019).

Sekularisme, Ancaman Hijrah Umat

Hijrah, satu kata yang saat ini tidak asing lagi di telinga kita, kata yang membius siapa saja.Apalagi marak kegiatan dakwah dengan orasi hijrahnya, novel hijrah, dansemuanya bertema hijrah. Gema hijrah terus dikumandangkan diberbagai media sosial, Facebook, Twitter dan lain sebagainya.

Dilansir dari wikipedia, hijrah merupakan perpindahan Nabi Muhammad SAW dan pengikutnya dari Mekah ke Madinah pada bulan Juni tahun 622 Masehi dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah SWT, berupa akidah dan syari’at Islam. Demikian kiranya sedikit gambaran hijrah yang dilakukan Rasulullah SAW.

Ketika kita berbicara perihal hijrah yang semestinya, dalam konteks syariat Islam berarti meninggalkan atau menjauhkan keburukan dan perbuatan munkar, berpindah menuju kebaikan sesuai jalan yang ditempuh Rasulullah SAW, yaitu jalan Allah. Orang yang berhijrah ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT.

Perintah berhijrah dijelaskan Allah SWT dalam Al-Qur’an: “Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah SWT dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan,” (Q.S. At-Taubah [9]: 20).

Hijrah haruslah dilakukan atas dasar niat karena Allah dan tujuan mengharap rahmat dan keridhaan Allah SWT. Hijrah sebagai salah satu prinsip hidup, yang senantiasa dimaknai dengan benar. Salah satu makna pentingnya ialah transformasi dari jahiliyah menuju peradaban yang cerah.

Dalam konteks kebangsaan, hijrah dapat dimaknai sebagai transformasi menuju peningkatan kesejahteraan seluruh elemen masyarakatnya. Negara tidak memiliki tujuan lain kecuali mengupayakan penghidupan yang layak bagi seluruh warganya. Konsep yang harus ditanamkan adalah menjadi Muslim saja tidak cukup!

Faktanya, adapun hijrah yang saat ini dimaknai oleh para generasi kita hanyalah sebatas perubahan sikap, gaya hidup dan tata cara berpakaian sesuai syariat Islam. Hijrah dalam perspektif baru dimaknai secara lebih personal, perubahan diri dari segala masa lalu buruknya ke diri yang lebih baik dan fitrah.

Tak terhitung kalangan yang memaknai hijrah seolah menggambarkan sebuah perpindahan atau perubahan secara Islami, secara batin, tepatnya tobat. Segelintir orang memaknai hijrah sebagai tobat.

Padahal, Rasullah SAW mencontohkan kepada kita bagaimana semasa hijrah beliau bukan hanya berpindah secara fisik. Tiga makna utama momentum hijrah Rasulullah yang harus diterapkan dalam kehidupan masa kini guna memperbaiki penguasaan atas seseorang.

Perubahan nilai kemanusiaan, Islam memandang semua manusia memiliki derajat yang sama, hijrah kebudayaan, Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan dan peralihan kepasrahan kepada Allah SWT secara total.

Inilah nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita, digantikan dengan ragam sistem, kapitalisme dan sekulerisme. Menanamkan nilai-nilai yang tidak sesuai dengan fitrah manusia dalam Islam, melainkan kebijakan yang mengamankan kedudukan para sekuleris, tanpa melirik bagaimana nasib rakyat selanjutnya.

Sistem sekularisme yang diterapkan di negeri ini, membuka peluang musuh Islam untuk terus mendesain pemikiran umat agar memisahkan agama dengan kehidupan mereka. Agama hanya di masjid saja, jangan membawa agama dalam ranah politik, budaya, negara.

Umat di doktrin bahwa agama adalah racun untuk kemajuan suatu negara. Sekarang bukan zaman onta lagi. Dampaknya, terjajah, terbelakang, miskin, keadilan hanya ilusi dan banyak lagi kebijakan lain yang tidak prorakyat.

Allah SWT berfirman: “Siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Sesungguhnya, setan-setan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (Q.S. Az- Zukhruf: 36-37).

Memang tidak gampang, bangkit dari keterpurukan yang sudah mengakar. Dari realitas yang ada dalam segala bidang saat ini, dimana kontekstual hijrah harus berpijak pada kondisi yang menjadi problematika sekarang, korupsi yang menggurita, kemiskinan dimana-mana.

Ketika kekayaan alam ada dimana-mana, krisis yang telah mendorong bangsa ini menuju kubangan krisis multidimensional, krisis besar-besaran harus menjadi agenda hijrah kita bersama.

Keburukan sistem sekulerisme ini nampak nyata dirasakan umat Islam, aturan yang diterapkan hanya sesuai kepentingan penguasa, tanpa melirik kepentingan rakyat. Keadaan negara porak-poranda ditengah sistem sekulerisme.

Bukankah perjalanan hijrah Rasulullah SAW ketika membangun negara Islam, hanya memiliki sumber daya dan finansial terbatas untuk memberdayakan masyarakat Madinah kala itu. Bahkan, hampir tidak ada potensi apapun yang bisa diolah.

Tetapi, Rasulullah justru mampu menunjukkan hal sebaliknya. Beliau membuktikan pemimpin yang berlandaskan komitmen besar untuk mengadakan perubahan disertai totalitas, keteladanan mampu mengatasi permasalahan.

Maka, ditengah umat yang belum menunaikan ajaran Islam sepenuhnya, dakwah tidak boleh melambatkan gerakannya. Spirit dakwah harus tetap berkobar, menyuarakan sistem Islam, sistem terbaik guna menyadarkan umat bahwa di dunia ini ada sistem terbaik, bukan sekularisme yang mengiming-imingkan kenikmatan dunia semata sekaligus mempertontonkan kerusakan. Sekulerisme butuh pengganti kerusakannya.

Rasulullah SAW berkata: “Hijrah tidak akan terputus selama tobat masih diterima, dan tobat akan tetap diterima hingga matahari terbit dari barat.”

Khilafah, Solusi Terbaik Umat

Istilah Khilafah adalah sesuatu yang amazing akhir-akhir ini. Hampir setiap orang dari setiap strata sosial di negeri ini fasih mengucapkannya. Bahkan bangsa Barat pun tak kalah fasih.

Dari yang berlandaskan wahyu hingga yang memuja nafsu, dari yang berpikir rasional hingga yang berpikir emosional. Namun bukan sembarang kepemimpinan, kepemimpinan dengan ruh Islam ini menjadi ciri khas mulia, berbeda dengan sistem sekuler, memisahkan peran agama dari kehidupan.

Syech Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan makna syar’i Khilafah yang digali dari nas-nas syar’i bahwa Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, untuk menegakkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan hujjah dan jihad.

Umat sudah muak dengan kebebasan dari sistem sekuler. Sekularisme adalah ide yang memberikan kebebasan yang sebebas-bebasnya. Bagaimanapun usaha manusia membendung Khilafah.

Khilafah akan tetap tegak sebagai wujud kekuasaan pasti umat Islam sekaligus merupakan janji Allah SWT dalam Al-Qur’an surah an-Nur: 55. Sungguh, jika Allah SWT berjanji, Dia akan memenuhi janji-Nya. Janji Allah tidak cukup diyakini, tetapi benar-benar harus diwujudkan.

Tugas kita sekarang, terus menghadirkan dakwah ke dalam agenda perjuangan. Untuk meraih semua itu, tidaklah seperti membalikkan telapak tangan. Perlu peran kita bersama untuk merajut kembali permadani peradaban Islam.

Atas izin dan pertolongan Allah SWT, kita bersama-sama mengambil peran, berjuang untuk tegaknya peradaban Islam, yang menjadikan Islam sebagai tonggak kehidupan terbukti mampu menorehkan tinta emas lebih dari 1400 tahun lamanya bagi kehidupan manusia.

Peradaban emas ini muncul bukan karena kebetulan, melainkan salah satu jaminan Allah SWT untuk umat yang menerapkan aturan-Nya secara menyeluruh, tidak memilih-milih, totalitas.

Bangkitnya kesadaran baru akan menandai era baru. Kembalinya Khilafah ala minhaj nubuwwah akan mengakhiri semua bentuk penjajahan pemikiran sekuler di muka bumi ini. Kesejahteraan rakyat akan terwujud dalam Negara Islam. Wallahu a’lam bi shawab.

MUSTIKA LESTARI