Example floating
Example floating
Opini

Fakta di Balik Pilkades

1140
×

Fakta di Balik Pilkades

Sebarkan artikel ini
Fakta di Balik Pilkades
Nurul Putri K.

Pilkades merupakan sebuah pesta demokrasi ditingkat bawah jika dibandingkan dengan pemilihan umum lain, karena terkait fenomena yang terjadi didalamnya.

Pemilihan Kepala Desa merupakan salah satu mekanisme demokrasi desa yang secara langsung melibatkan masyarakat desa, yang mempresentasikan hak konstitusional seorang warga negara untuk memilih atau dipilih.

Dikutip dari laman pojokbandung.com berita ini menyatakan bahwa “Deklarasi Damai dan Rembug Desa dalam rangka silaturahmi penyelenggara Pemilihan Kepala Desa dan Calon Kepala Desa tingkat Kabupaten Bandung tahun 2019 dilaksanakan di Dome Balerame Sabilulungan, Jalan Raya Alfathu Km 17, Desa Pamekaran Kecamatan Soreang Kabupaten Bandung, Kamis (17/10/2019)”.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk menciptakan situasi yang aman dan kondusif di wilayah Kabupaten Bandung menjelang tahapan pilkades. Setidaknya, sebanyak 199 Desa di kabupaten Bandung akan melaksanakan Pemilihan Kepala Desa serentak yang akan digelar pada tanggal 26 Oktober 2019 nanti (pojokbandung.com).

Meskipun suasana pemilihan memungkinkan terjadi gesekan antar para calon dan pendukungnya, baik secara terbuka maupun terselubung setidaknya deklarasi damai mampu mengingatkan para calon Kades dapat menjaga stabilitas dan dinamika penyelenggaraan Pilkades yang kondusif, sehingga terwujud demokrasi yang bermartabat, tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan dan tahapan pilkades.

Juga menerima hasil pilkades serentak dan menghindari terjadinya tindakan anarkis dengan tetap menghormati upaya-upaya hukum sesuai ketentuan yang berlaku sehingga menciptakan Kabupaten Bandung aman dan damai dan pelaksanaan Pilkades Sukses Tanpa Ekses (pojokbandung.com).

Tak cukup sampai di situ, upaya mengkondusifkan pun melibatkan aparat keamanan, sebagaimana yg dilakukan Kapolres Bandung melalui AKBP Indra Hermawan dengan menerjunkan ribuan personilnya.

Beberapa upaya diatas adalah cara politis untuk menarik hati masyarakat demi mendulang suara. Namun juga harus menjadi kewaspadaan sejak dini.  Mengingat, pengawasan dalam pilkades masih sangat lemah, disinyalir pemilihan ini memberikan peluang kepada para kandidat kepala desa untuk menghalalkan segala cara dalam meraih kemenangan.

Pemilihan kepala desa merupakan tradisi yang sudah dilakukan bertahun-tahun yang lalu meski tidak serentak seperti sekarang. Setiap pemilihan pilkades atau pemilihan politik lainnya, kita sering melihat adanya poster-poster bergambar para calon tertempel diseluruh pelosok desa.

Spanduk dan poster berukuran besar ini dipasang dibeberapa tempat strategis yang sebenarnya merusak pemandangan jalan. Demi meraih suara, para kandidat tidak sedikit yang mengeluarkan dana fantastis demi sebuah kampanye juga  fasilitas  pendukung berlangsungnya kampanye para calon,  mulai dari uang untuk tim sukses,  makan-makan, akomodasi serta transportasi.

Setiap pemilihan, akan berakhir pada siapa yang menang (terpilih) dan siapa yang kalah dengan konsekuensi masing-masing. Namun banyak yang lupa tugas utama ketika mereka terpilih.

Program dan janji manis yang sebelumnya gencar dikampanyekan hilang begitu saja sesudah dilantik. Rakyat kembali dibohongi dan menelan pil pahit akibat aturan yang dibuat demokrasi. Padahal Allah telah berfirman dalam al-Quran,

“Wahai orang-orang yang beriman penuhilah janji-janji kalian…” (TQS. Al-Maidah:1).

Ini adalah potret buram demokrasi dalam ajang pemilihan. Janji-janji begitu mudahnya diingkari oleh seorang pemimpin. Apakah demokrasi semacam ini yang diharapkan? Sampai kapankah pesta demokrasi yang justru menimbulkan berbagai penyakit masyarakat tumbuh subur tersebut akan berakhir?

Banyak dari kalangan ahli agama dan juga tokoh masyarakat  mengingatkan tentang baik buruk, halal juga haramnya  pemilihan dengan cara-cara sekular. Bukan sekedar siapa calonnya tapi bagaimana nanti out putnya, terlebih lagi karena buruk sistem yang diadopsi.

Dalam Islam, pemimpin haruslah amanah. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang bukan hanya tidak mengkhianati rakyatnya, tetapi yang lebih penting adalah tidak mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Di dalam Al-Quran Allah SWT telah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta jangan mengkhianati amanah-amanah kalian, sementara kalian tahu.” (TQS Al-Anfal [8]: 27).

Ditambahkan pula dalam hadist Rasulullah SAW bersabda :

“Tidaklah seorang hamba diserahi oleh Allah urusan rakyat, kemudian dia mati, sedangkan dia menelantarkan urusan tersebut, kecuali  Allah mengharamkan surga untuk dirinya.” (HR Muslim).

Seandainya setiap pemimpin lebih mengkhawatirkan kedudukannya disisi Allah dibanding jabatan dan kekuasaannya saat ini, ia akan senantiasa mendengarkan dan memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Sekecil apa pun kesalahan pemimpin terhadap rakyatnya, akan menjadi penyesalan, kehinaan, dan azab baginya pada Hari Kiamat.

Dosa seorang pemimpin tidak bisa disamakan dengan dosa manusia biasa karena dosa pemimpin berdampak luas dan merugikan orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin yang menyalahgunakan wewenang, membiarkan kezaliman, dan menelantarkan orang-orang yang tidak mampu, akan dibalas oleh Allah dengan kehinaan dan siksaan yang pedih.

Oleh karena itu, para pemimpin umat Islam terdahulu selalu memikirkan tentang penderitaan rakyatnya karena merasa takut akan perbuatan yang nanti akan dipertanggungjawabkan disisi Allah. hanya aturan Islam dan sistem Islam lah yang mampu merubah segala problematika yang terjadi termasuk dalam menentukan Pemimpin yang adil dan amanah.

“Setiap pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Wallahu ‘alam bi ash-shawab.

NURUL PUTRI K