Example floating
Example floating
Opini

Pendidikan Untuk Menjaga Akal, Kehormatan dan Jiwa

853
×

Pendidikan Untuk Menjaga Akal, Kehormatan dan Jiwa

Sebarkan artikel ini
Pendidikan Untuk Menjaga Akal, Kehormatan dan Jiwa
ERNI YUWANA (PEMERHATI PENDIDIKAN) penulis tegas.co

Alexander Warupangkey (54), guru SMK Ichtus, Manado, Sulut, ternyata lebih dulu dikeroyok sebelum ditikam hingga tewas oleh muridnya. Alexander tewas dalam penanganan medis setelah ditikam muridnya berinisial F, yang tak terima ditegur karena merokok di lingkungan sekolah. Korban dibawa ke RS Angkatan Udara dan sempat dirujuk ke RS Malalayang, Manado, dan dinyatakan meninggal dunia. (detikNews.com, 26/10/2019).

Potret-potret hitam nan kelam terus membayangi dunia pendidikan. Kekerasan, pengeroyokan, tawuran, pembulian, narkoba, freesex menjadi santapan harian di sekolah. Kini dunia pendidikan dikejutkan lagi dengan pembunuhan guru yang dilakukan oleh siswa. Alasan pembunuhannya pun sepele, hanya karena ditegur untuk tidak merokok.

Dunia pendidikan Indonesia gagal membentuk siswa menjadi generasi unggul, berotak ilmuwan dan berakhlak langit. Alih-alih semakin baik, dunia pendidikan melahirkan generasi bar-bar yang jauh dari adab dan akhlak mulia. Pendidikan bangsa tentu wajib berbenah diri. Tugas berat mendidik generasi milineal perlu mendapat perhatian dan kesungguhan yang teramat besar. Namun, nyatanya wajah pendidikan Indonesia masih mencari jati diri.

Berbagai study banding ke negara lain yang berpendidikan maju kerap diupayakan oleh negeri ini untuk mendapat “formula pas” dalam dunia pendidikan. Usaha menerapkan kurikulum negara maju pun pernah dilaksanakan. Terbukti sejak Indonesia merdeka, sudah sebelas kali Indonesia mengganti kurikulum pendidikan.

Dikutip dari kemendikbud.go.id, sejarah perubahan kurikulum pendidikan Indonesia dimulai dari kurikulum 1947 (rentjana pelajaran 1947), kemudian kurikulum 1952 (rentjana pelajaran 1952), kurikulum 1964 (rentjana pendidikan 1964), kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 1994 dan suplemen kurikulum 1999, kurikulum 2004 (kurikulum berbasis kompetensi / KBK), kurikulum 2006 (kurikulum tingkat satuan pendidikan / KTSP), kurikulum 2013 dan kurikulum 2015.

Tidak bisa dipungkiri, berbagai variasi perubahan kurikulum yang begitu cepat mengakibatkan kebingungan tersendiri, baik pada guru maupun siswa. Sampai detik ini, pendidikan Indonesia masih mencari jalan ke arah pendidikan ideal dan terbaik untuk negeri ini. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana sistem pendidikan terbaik itu? Apakah sistem pendidikan terbaik pernah ada? Atau kah dunia masih mencari sistem paling ideal yang mampu diterapkan?

Mari kita telaah sejarah pendidikan dan peradaban dunia. Ratusan tahun lalu, ketika dunia masih dikendalikan oleh derap langkah kaki kuda dan tinta pena, muncul generasi ilmuwan yang penemuannya menjadi cikal bakal teknologi canggih masa kini. Ilmuwan berotak pintar, berkepribadian tinggi, berakhlak langit. Produk dari sistem pendidikan terbaik tersebut adalah ilmuwan besar dan terkenal seperti  Al-Khawarizmi (penemu angka nol ),  Abbas Ibnu Firnas (peletak dasar teori pesawat terbang ), Ibnu Hayyan (ahli kimia, astronomi), Ibnu Sina (kedokteran), Abu Al Rahyan (ilmu bumi,matematika, dan astronomi, antropologi, psikologi dan kedokteran ), Abu Ali Hasan Ibn al-Haitsam (fisikawan terkenal dalam hal optik dan ilmu ilmiah), dsb. Mereka bukan hanya ilmuwan, tapi merangkap sebagai seorang ulama. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan rabbul Alamin, Allah SWT. Sistem pendidikan terbaik tersebut adalah sistem pendidikan Islam.

Sistem pendidikan Islam pernah mengukir sejarah sebagai satu-satunya sistem yang efektif membentuk pola pikir intelektual dan pola sikap Rabbani. Karena inti dari pendidikan itu sendiri adalah untuk memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara. Itulah makna dan peran pendidikan.

Sistem pendidikan Islam mempunyai tolak ukur keberhasilan dengan menjadikan kepribadian tinggi dan mulia bagi setiap  siswanya. Pencapaian kepribadian tersebut diukur dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar menilai dengan jawaban-jawaban dalam ujian tertulis atau lisan yang sudah menjadi tabiat pendidikan Indonesia. Pendidikan bukan hanya untuk kepuasan intelektual semata, tetapi membentuk kepribadian  Islam (pola pikir dan pola sikap islam).

Itulah sekelumit tentang sistem pendidikan Islam yang bersandar pada aturan pemilik semesta alam, Allah SWT. Sekali lagi, makna dan peran pendidikan adalah mampu menjaga dan memelihara akal, kehormatan, jiwa manusia, harta, agama, keamanan dan negara. Bukan sebatas mengejar nilai dan kepuasan intelektual semata. Wallahu’alam bi ash shawab.

ERNI YUWANA (PEMERHATI PENDIDIKAN)