Example floating
Example floating
Opini

Kalangan Remaja Milenial di Tengah Gempuran Tayangan Televisi

2194
×

Kalangan Remaja Milenial di Tengah Gempuran Tayangan Televisi

Sebarkan artikel ini
Kalangan Remaja Milenial di Tengah Gempuran Tayangan Televisi
Ilustrasi.

Dalam perkembangan kepribadian seseorang, seorang remaja memiliki tempat yang khusus, dimana remaja tidak mempunyai tempat yang jelas dalam rangkaian proses perkembangan seseorang.

Tahap pencarian jati diri, kalangan remaja milenial di Kendari, Sulawesi Tenggara, saat ini juga tak lepas dari pengaruh yang datang dari semua sisi. Terlebih di era mudahnya internet dan televisi. Yang kemudian banyak memberi pengaruh pada kepribadian para remaja.

“Every kid’s goes through puberty, wondering what to do about girls and struggling with homework, and every adult has been through that.” (Tom Holland).

Dampak tayangan televisi sinetron terhadap perkembangan perilaku sosial anak remaja,  menyebabkan perilaku anak menjadi lebih dewasa dibandingkan usianya, dari cara mereka berinteraksi dengan orang tua, orang dewasa yang ada disekitarnya dan teman sebayanya.

Ini merupakan dampak yang diawali dengan proses sosial awal remaja berupa imitasi baik berupa perilaku, sikap, gerakan fisik, bahasa tubuh, dan juga peniruan secara verbal sehingga mempengaruhi anak dalam berperilaku sosial di lingkungannya.

Remaja, menyaksikan tayangan televisi sinetron. Kemudian menyimpannya sebagai hal baru yang mereka terima. Menyimpannya dan mengalami penguatan berupa konsistensi anak dalam menonton televisi sinetron serta menampakkannya sebagai sebuah perilaku yang dilakukan anak sebagai hasil pengamatan mereka melalui seringnya menonton tayangan televisi sinetron.

Banyak dari kita tidak menyadari akan pentingnya fungsi tayangan televisi terhadap perilaku kita di kehidupan sehari-hari. Seharusnya, televisi bisa menjadi sarana belajar bagi khalayak, namun yang terjadi malah sebaliknya.

Tayangan televisi justru memiliki dampak yang buruk terhadap perilaku masyarakat. Banyak tingkah laku dalam program televisi yang sangat tidak layak untuk ditirukan atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Seperti yang kita ketahui, televisi adalah sebuah media yang tergolong paling unik dalam sejarah penemuan media saat ini.

Jalur komunikasi yang memadukan dua unsur yaitu audio dan visual membuat media ini lebih mudah untuk dinikmati dibandingkan dengan media yang lain yang hanya memadukan satu jalur komunikasi saja.

Masyarakat lebih tertarik menonton televisi ketimbang membaca koran yang hanya bisa dinikmati visualnya dengan cara membaca, atau radio yang hanya bisa dinikmati audionya saja.

Jika kita tinjau kembali, stasiun televisi memang mengalami kemajuan dari tahun ke tahun. Masyarakat semakin menunjukkan respon yang positif pada tayangan-tayangan yang ada di televisi. Pengaruh televisi terhadap perkembangan zaman sudah sangat besar. Namun dari sinilah keprihatinan kita bermula.

Pada era globalisasi ini, begitu banyak tayangan televisi dengan fungsi menghibur. Menghibur disini bisa dijabarkan sebagai penghilang stres, pengundang tawa, pengisi waktu ketika santai, dan lain sebagainya. Namun fungsi ini hanya berhenti pada titik “menghibur” saja, tidak sampai fungsi mendidik.

Maka akibatnya, banyak tayangan menghibur yang justru menjauhi nilai dan norma yang ada dalam masyarakat. Tayangan televisi yang ada justru dianggap tidak rasional, karena tidak sesuai dengan kehidupan nyata. Bagi anak-anak di bawah umur dan remaja, tayangan ini bisa menjadi contoh dan teladan (yang buruk). Karena anak-anak yang masih pada masa pertumbuhan akan cenderung melakukan hal-hal yang mereka lihat dalam kehidupan sehari-hari (dalam hal ini adalah tayangan televisi).

Anak-anak dan remaja akan cenderung menirukan apa yang mereka saksikan di televisi. Misalnya, tayangan sinetron anak SMA. Perilaku anak SMA yang ada dalam sinetron sangat tidak mencerminkan anak SMA yang seharusnya. Kita bisa melihat langsung bagaimana penampilan anak SMA di dalam sinetron (seragam tidak rapi, baju dikeluarkan, rok yang sangat pendek, sepatu yang tidak hitam polos, kaos kaki warna-warni, memakai aksesoris yang berlebihan, perilaku murid yang tidak sopan kepada guru, murid yang suka berteriak-teriak, konflik yang ada juga terlalu berlebihan dan tidak rasional), tentu saja hal ini sangat jauh dari perilaku anak SMA yang seharusnya.

Cepat atau lambat, anak-anak dan remaja akan menirukan gaya ini. Kita bisa melihat secara langsung dampaknya pada murid-murid di sekolah-sekolah. Bisa kita simpulkan, bahwa tayangan televisi yang seperti ini akan merusak moral generasi muda.

Tidak dipungkiri hari ini TV sudah menjadi guru ‘efektif’ bagi anak-anak kita. Bahkan di dalam rumah-rumah kita sendiri, anak-anak kita malah mendapatkan lebih banyak ‘pelajaran’ dari televisi ketimbang dari orang tuanya. Banyak informasi positif yang bisa didapatkan oleh anak melalui televisi, namun tidak sedikit juga informasi dan teladan buruk bisa didapatkan anak karena kebiasaannya menonton televisi.

Adapun pengaruh negatif televisi bagi anak bisa karena konten atau materi yang ditayangkan, namun bisa juga karena pola menonton televisi anak. Pengaruh negatif televisi tersebut bisa mengakibatkan gangguan fisik, goyahnya keyakinan/aqidah, munculnya problematika perilaku hingga gangguan psikologis.

Secara fisik, pola menonton televisi yang tidak benar (seperti terlalu lama dengan posisi tubuh yang tidak tepat, terlalu dekat jarak pandangnya, terlalu keras volumenya dan terlalu sering frekwensinya) bisa mengakibatkan gangguan kesehatan mata, pendengaran, nyeri tulang belakang hingga terjadinya kelebihan berat badan/obesitas.

Sementara fantasi tidak benar tentang asal usul kehidupan, manusia dan alam semesta ini, kekuatan apa yang mengendalikan kejadian-kejadian di dunia (misalnya dikendalikan oleh kekuatan monster, sihir, ataupun teknologi canggih yang digambarkan sebagai sumber dari segala kehebatan/kekuatan, dalam film atau sinetron misalnya), penggambaran kehidupan sesudah kematian yang tidak benar (seperti roh bergentayangan, dsb) jika tidak disertai dengan pemberian informasi yang benar oleh orang tua, akan bisa merusak keyakinan/aqidah Islam yang sudah kita tanamkan pada anak.

Pengaruh buruk pada perilaku bisa dalam bentuk munculnya rasa malas melakukan aktivitas lain karena terlalu asyik menonton televisi, banyak membuang waktu sia-sia hingga melalaikan pekerjaan yang seharusnya menjadi kewajiban, budaya konsumtif karena bujuk rayu iklan yang diputar berulang-ulang dengan gaya persuasi yang meyakinkan, ditirunya secara total gaya berdandan hingga kebiasaan-kebiasaan para artis-artis yang belum tentu benar, lirik lagu yang cenderung vulgar dan porno.

Gaya bercanda berlebihan yang tidak jarang diselingi omongan-omongan jorok ataupun hinaan kepada lawan main, kekerasan, gaya joget beragam yang kadang mengandung gerakan tidak pantas, hingga perilaku seksual yang cenderung bebas dan contoh-contoh perilaku salah lainnya, harus diakui hari ini banyak ditiru anak anak kita dari televisi.

Sementara pengaruh kepada psikologis, mental dan kejiwaan anak bisa berupa berubahnya anak kita menjadi penakut karena terlalu seringnya menonton film-film horor.

Banyaknya adegan kekerasan yang ditonton anak yang kemudian mempengaruhi kejiwaannya menjadi anak yang kasar, nakal dan emosional. Selain itu, terlalu banyak menonton televisi akan menjadikan seorang anak menjadi lebih individualis dan kurang melakukan sosialisasi dengan lingkungan sekitar.

Mental pribadi instant, yang selalu ingin mendapatkan kesenangan segera tanpa usaha, ataupun gaya hidup hedonis dan materialistis, malas berusaha namun mudah menyerah hingga inspirasi melakukan tindak kriminalitas tertentu, hari ini kita saksikan seringkali diperoleh anak-anak kita dari tayangan televisi.

Yang harus disadari oleh kita para orang tua dan pendidik, di usianya saat ini, anak-anak kita adalah para pembelajar yang sedang belajar untuk mengenali dan memahami nilai-nilai dan perilaku yang benar. Sampai perilaku dan nilai ini terinternalisasi, wajar jika mereka harus berkali-kali kita ingatkan. Sebagaimana kita yang sudah dewasa, tidak jarang kita juga melakukan kesalahan dan butuh diingatkan.

Anak-anak kita pun tak jarang seperti menguji kekuatan kita dalam menerapkan batasan dan menanamkan kedisiplinan. Karena itu sikap istiqomah, kesabaran dan keikhlasan dalam proses mendidik mereka adalah suatu keniscayaan.

Desi Ramadany

Abdul Kadir Syahbana

Cindya Putri Paembonan

Endriani

Rahmawati

Dila Maesa Fitri

Zainab Nur Khaya

error: Jangan copy kerjamu bos