Example floating
Example floating
Opini

Skandal Jiwasraya Akankah Terpecahkan?

750
×

Skandal Jiwasraya Akankah Terpecahkan?

Sebarkan artikel ini

Oleh : Lia Hernawati, Ibu Rumah Tangga, Tinggal di Bandung

Mencuatnya kasus besar gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya dinilai merupakan skandal terbesar kedua setelah kasus BLBI di rezim sebelumnya tentu sangat mencengangkan, mengingat BUMN asuransi jiwa ini mengalami gagal bayar  hingga 13 T dan meminta talangan negara 30 T lebih untuk menyehatkan diri (VIVAnews).

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengungkapkan perusahaan sebelum dia masuk ke Jiwasraya memang sudah dalam kondisi tidak baik. Ia menambahkan latarbelakang lain yakni BUMN nya sudah lama tidak sehat. Dipilih cara sangat berisiko (unprudent) untuk mengatasinya. Ia katakan Dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR, Senin (16/12/2019), Hexana juga menjelaskan betapa perusahaan asuransi warisan Belanda ini tak sanggup membayar polis yang jatuh tempo Oktober-Desember 2019 itu. (CNBCIndonesia)

Dilain pihak, Said Didu pengamat BUMN menganggap ada ‘perampokan keuntungan’ terutama menjelang tahun politik. Said menduga ada tindak pidana korupsi. Pasalnya nilai kebocoran hingga triliunan rupiah dan itu tidak mungkin karena risiko bisnis semata. Yaitu  dengan menjual ‘ JS Saving Plan’ asuransi- investasi (bancassurance) berbunga sangat tinggi ke masyarakat dan Jiwasraya menanam modalnya di bursa saham, bahkan dengan membeli saham gorengan (saham perusahaan yang ‘digoreng’ seolah sangat menguntungkan). Tindakan ini berujung terjadi skema Ponzi yakni premi yg dibayar pelanggan asuransi dipakai membayar keuntungan atau bunga tinggi para nasabah bancassurance. Pada gilirannya, gagal bayar polis asuransi.

Pengelolaan BUMN model korporasi ini sangat rancu, dengan keterlibatan lingkaran kekuasaan yang memanfaatkan BUMN bagi  kepentingan kursi dan partai berujung pada kebangkrutan karena telah terjadi perampokan besar-besaran secara legal yang dilakukan para kaum kapitalis, pemilik bank, hingga para elit BUMN dan para penguasa.

Dalam Islam, bentuk pengembangan harta berupa asuransi itu saja sudah bathil. Akad yang terjadi dalam asuransi adalah akad untuk mencari keuntungan (mu’awadhot). Jika kita tinjau lebih mendalam, akad asuransi sendiri mengandung ghoror (unsur ketidak jelasan).  Sisi ghoror lainnya adalah dari sisi besaran klaim sebagai timbal balik yang akan diperoleh. Tidak diketahui pula besaran klaim tersebut. Padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang jual beli yang mengandung ghoror atau spekulasi tinggi sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidak jelasan)” (HR. Muslim no. 1513).

Maka sudah seharusnya Negara wajib bertanggung jawab atas kemaslahatan kehidupan rakyatnya, baik dari sisi agama, sosial ekonomi, keamanan dan ketertiban, serta keadilan sehingga setiap warga negara mendapatkan haknya dan menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya. Wallahu a’lam bishowab.