Example floating
Example floating
Opini

Di Atas Bumi Korupsi, Adakah Solusi?

1001
×

Di Atas Bumi Korupsi, Adakah Solusi?

Sebarkan artikel ini

Oleh: Erni Yuwana ( Aktivis Muslimah)

Berdiri di atas bumi korupsi. Kalimat tersebut cukup pas disandarkan pada bumi pertiwi ini. Kasus korupsi merupakan kasus yang lumrah terdengar dan tak kunjung menemukan solusi di negeri ini. Belum tuntas kasus mega korupsi yang satu, disusul kasus korupsi lain yang tak kalah besarnya. Benar, Indonesia masih menjadi bumi korupsi yang tak pernah habis kisahnya.

Beberapa kasus korupsi dalam negeri yang memiliki nilai kerugian fantastis, yakni:

1. Jiwasraya

Jiwasray mengalami gagal bayar polis kepada nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun. Akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7 triliun.

Setelah melakukan penyidikan sejak 17 Desember 2019, Kejaksaan Agung menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo, dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim dan pensiunan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan.

2. Asabri

Meski belum diketahui secara pasti karena sedang dalam kajian, total kerugian negara diyakini mencapai Rp 10 triliun. Sepanjang 2019, saham-saham milik Asbari mengalami penurunan sekitar 90 persen.

3. Bank Century

Negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun. Nilai tersebut berdasarkan Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus tersebut. Kasus ini turut menyeret beberapa nama besar. Namun, baru Budi Mulya yang sudah divonis 15 tahun penjara.

4. Pelindo II

Empat proyek di PT Pelindo II menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 6 triliun. Kasus ini menyeret nama mantan Dirut PT Pelindo RJ Lino yang telah ditetapkan tersangka sejak 2015 lalu.

5. Kotawaringin Timur 

Kasus korupsi yang menyeret Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi, mempunyai nilai kerugian negara hingga Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar AS.

6. BLBI

Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ini terjadi pada 2004 silam saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN. SKL itu dikeluarkan mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI. Berdasarkan audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai 4,58 triliun. Kasus ini turut menyeret beberapa nama, seperti Syafruddin Arsjad Temenggung dan Sjamsul Nursalim.

7. E-KTP

Berdasarkan perhitungan BPK, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 triliun. Beberapa nama besar yang terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Irman Gusman, dan Andi Narogong.

8. Hambalang

Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 706 miliar. Akibat korupsi tersebut, megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada tahun 2012. Beberapa nama yang ikut terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Kemenpora Andi Mallarangeng, dan Angelina Sondakh.

Lantas, kenapa negeri ini masih berkubang dalam hinanya lumpur korupsi? Jawabannya, karena sistem politik kapitalis di negeri ini membuka banyak pintu korupsi. Biaya politik demokrasi memang super mahal. Materi atau uang menjadi alat untuk mendapatkan posisi pejabat sekaligus memastikan kursinya tidak digeser oleh pejabat lain yang juga bertaruh dengan pundi-pundi uang. Tak dapat dipungkiri, dengan banyaknya materi yang dikeluarkan demi menjabat posisi tertentu, para pejabat juga harus dapat menghasilkan kembali keuntungan materi yang jauh lebih besar. Karena jabatan dalam sistem politik kapitalis adalah bisnis yang harus mendapatkan keuntungan/laba.

Adakah solusi untuk memberantas korupsi? Ternyata Islam sebagai agama komprehensif mengatur bagaimana fungsi negara agar tidak terjadi tindak korupsi. Dari sisi preventif, negara akan memberikan edukasi untuk meningkatkan ketakwaan individu, mendorong kaum muslimin untuk taat pada Allah dan Rasulnya. Selain itu juga menanamkan pada jiwa setiap pemimpin dan pejabat bahwa jabatan bukan bisnis. Jabatan bukan perkara keuntungan dan laba. Jabatan adalah amanah dari Allah untuk melayani urusan umat. Jabatan adalah pelayan umat. Tidak lebih dari itu.

Dari sisi rehabilitatif, negara akan menghilangkan sistem kapitalis. Rasulullah dan para sahabat mencontohkan pemilihan pemimpin dimasa Islam adalah dengan alul ahli wal adhi dengan mekanisme yang singkat dan tidak bertele-tele. Mereka dipilih berdasarkan ketinggian akhlak, amanah yang tertunaikan dengan baik serta kemampuan yang mumpuni. Bukan menjadikan seorang pemimpin dari banyaknya materi yang mereka punya.

Dari sisi kuratif, sanksi tegas akan diberikan pada mereka yang melakukan korupsi sesuai dengan hukum yang dilegislasi oleh Khalifah. Sanksi tersebut akan membuat jerah para koruptor sehingga kasus korupsi tidak terulang kembali.

Tentu semua aturan itu didasarkan Al quran dan sunnah yang kebenarannya tidak akan tenggelam dan cahayanya akan terus menyinari alam semesta. Allah berfirman dalam surat Al Maidah 49 :

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan waspadalah terhadap mereka, jangan sampai mereka memerdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.

Demikianlah Allah perintahkan manusia untuk berhukum menurut apa yang Allah turunkan. Maka, jika mengaku taat pada Allah penuhilah seruanNya untuk hanya menjadikan Allah dan Rasulnya menjadi pemutus perkara ditengah-tengah umat. Termasuk dalam masalah korupsi.  Wallahu a’lam bi showab