Example floating
Example floating
Opini

Mimpi Mengatasi Kemiskinan

895
×

Mimpi Mengatasi Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
Mimpi Mengatasi Kemiskinan
ANDRIYANI (PEGIAT LITERASI)

Seperti yang diliris Bank Dunia,  mengeluarkan laporan  bertajuk Aspiring Indonesia, Expanding The Middle Income Class yang menyatakan bahwa Iindonesia memiliki 52 juta penduduk yang masuk dalam kelas menengah, yang artinya satu dari lima penduduk Indonesia termasukkelas menengah (dilansir www.ccnekonomi.com 31/01/2020).

Sementara itu berdasarkan data BPS persentase penduduk miskin pada Sebtember 2019 yang baru dirilis pada 15 Januari lalu sebesar 9,22 % pada presentase ini menurun sebesar 0,19% dari kondisi Maret 2019 dan 0,44 % dari September 2018. Jika dilihat dari jumlahnya, pada September 2019masih terdapat 24,79% juta orang miskin di Indonesia (dilansir www.detiknews.com 29/01/2020).

Mimpi Mengatasi Kemiskinan

Kemiskinan yang dialami masyarakat Indonesia bukan tanpa sebab, pasalnya penurunan angka kemiskinan bukan berarti membawa dampak yang signifikan. Dalam hal ini kemiskianan didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang dapat diukur dari sisi pengeluaran. Dan jika dilihat batasan kecukupan makanan mengacu pada terpenuhinya 2100 kilo kalori per kapitan per hari jika mengacu pada Widyakarya Pangan dan Gizi 1978.

Sehingga ibarat lingkaran setan, mengatasi masalah kemiskinan menjadi hal yang sulit dilakukan jika pemenuhan makanan seperti sandang, pangan dan papan masyarakat belum secara merata dilakukan, ditambah dengan non makanan yakni (pendidikan dan kesehatan) belum memadai. Jika dilihat angka penurunan kemiskinan yang dilakukan BPS hanya sementarabukan sebagai acuan penurunan yang drastis, karena pada kenyataanya kemiskinan masih melanda negara ini, sebagaimana yang diliris Bank Dunia bahwa ada 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin.

Bukan hanya itu, penyediaan lapangan pekerjaan menjadi salah satu faktor adanya kemiskinan, tingginya beban pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak didukung dengan lapangan pekerjaan yang memadai, sehingga masyarakat sulit keluar dari garis kemiskinan, kemudian penyediaan kesehatan yang terkesan tebang pilih yang hanya diperuntukan untuk si kaya, menjadikan masyarakat kelas menengah kebawah seolah dilarang sakit akibat tidak mampu membayar kesehatan.

Mengapa semua ini terjadi?

Dalam mengatasi kemiskinan yang melanda negeri ini, Bank Dunia menawarkan rekomendasi pada negara-negara yang masih berada dibawah garis kemiskinan termasuk di Indonesia. Dalam rekomendasi solusi tersebut bank dunia menawarkan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai dengan upah minimum, penyediaan pendidikan yang berkualitas, serta jaminan kesehatan yang semuanya memerlukan perbaikan dana infrastruktur dan pelaku usaha investasi.

Semua ini dilakuan untuk mengurangi kemiskinan, namun pada faktanya Indonesia tak mampu keluar dari kemiskinan yang justru ketika solusi dari bank dunia ini terapkan, maka akan semakin memperkokoh jeratan kapitalisme-neoliberal di negara ini dengan utang riba.Pada akhirnyanegara semakin terlilit utang ribawi bukannya mengatasi kemiskinan, malah menambah masalah baru. Dalam hal ini, negara tak seharusnya menyepakati rekomendasi yang ditawarkan bank dunia, karena pada hakekatnya negara kapitalis bukan memberikan solusi dari akar masalah yang melanda negeri ini justu menguatkan cengkramannya untuk menguasai negara ini.

Sebagai negara yang kaya akan SDA tak seharusnya Indonesia menjadi negara yang mengalami kemiskinan, Karena seharusnya negara ini memenuhi kebutuhan rakyat dengan pengelolaan SDA yang produktif. Namun sayang, sebagian besar pengelolaan SDA malah diberikan pada investasi asing yang justru membawa bangsa ini pada jurang kemiskinan.

Islam Solusi Tuntas

Islam telah mencontohkan kepada masyarakat mekanisme dalam mengatasi kemiskinan, pada praktiknya dalam kurun tiga belas abad lamanya tidak ada satu pun wilayah Daulah Islam yang mengalami kemiskinan. Bahkan Daulah Islamlah yang menjamin pemenuhan kebutuhan rakyatnya, salah satunya pemberlakuan tatanan ekonomi stabil dengan tidak memberlakukan ekonomi ribawi sebagaimana ekonomi dalam kapitalisme. Daulah Islam melarang praktik ribawi yang menjadikan perekonomian negara kacau bahkan rusak sejak lahir.

Kemudian pengelolaan SDA yang dikelola secara produktif untuk pemenuhan makanan yakni sandang, pangan, dan papan maupun non makanan yakni pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal ini, Daulah Islamlah yang menjamin pemenuhan segala kebutuhan masyarakat baik itu sector ril maupun non ril, sebagaimana yang pernah diterapkan dalam Daulah Islam yang angka kemiskinannya nol persen. Seperti yang pernah terjadi di masa kekhalifahan Sultan Abdul Aziz yang masyarakatnya tidak lagi menerima zakat karena secara finansial telah terkategori mampu. Bukan hanya itu, penyediaan lapangan pekerjaan pun telah terpenuhi secara memadai sehingga tak ada satu pun rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan.

Inilah gambaran ketika sistem Islam dijadikan sebagai rujukan dalam mengatasi kemiskinan yang melanda negara Islam, semuanya diselesaikan dengan cara yang sesuai dengan syariah Islam yang mampu mengeluarkan masyarakat dari garis kemiskinan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

Siapa saja yang serahi oleh Allah untuk mengatur urusan kaum Muslim, lalu dia tidak mempedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan mempedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada hari kiamat).(HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi). Walahu a’alam bishawab.

ANDRIYANI (PEGIAT LITERASI)