Opini

Menambah Resah, Menampilkan Narapidana

Oleh: Nur Laily (Aktivis Muslimah)

Faizal (43 tahun) yang baru 3 hari dibebaskan dari Penjara Lapas Kelas ll A Madiun, pada jum’at(9/4/2020), berulah kembali. Dia kembali berurusan dengan hukum karena mencuri motor di Jalan Raden Intan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Warga yang melihat gerak gerik aneh dari pelaku langsung mengamankannya. Sebelumnya, Faisal terjerat kasus pencurian pada tahun 2018 dan dikenakan hukuman 4 tahun penjara. Dia sebenarnya baru bebas murni tahun 2022. (Kumparan.com, 13 April 2020)

Iklan KPU Sultra

Ternyata, masih banyak narapidana yang bernasib sama. Terjatuh lagi pada kasus kriminal yang tidak berbeda. Para pencuri berkeliaran untuk mencuri lagi setelah menghirup udara bebas. Bisa jadi mereka mencuri karena memang sudah terbiasa atau mereka kembali mencuri karena “terpaksa” dengan adanya  himpitan ekonomi di tengah Virus Corona melanda.

Sehari setelah Presiden mengumumkan Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Kementrian Hukum dan Ham mengeluarkan Peraturan Menkumham nomor 10 tahun 2010 dan keputusan Kemenkumhan no 19/PK/01/04/2020 untuk mengeluarkan sejumlah Narapidana.

Mentri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly memperkirakan akan mengeluarkan 30.000 sampai 35.000 narapidana dewasa dan anak. Yasonna Laoly mengatakan pelepasan narapidana disebabkan oleh penjara yang kelebihan kapasitas.

Anggara dari Lembaga IJCR mengingatkan agar pemerintah Indonesia harus mengedepankan pertimbangan yang Rasional dan dapat dipertanggung jawabkan. Padahal populasi napi kasus korupsi tidak membebani populasi penghuni Rutan atau Lapas,dimana jumlah pecandu narkoba menempati 1/3 populasi Rutan atau Lapas. (Tempo.co, 2 April 2020)

Guru Besar Hukum Pidana Universitas, Jendral Soedirman (UNSOED) Prof Hibnu Nugroha meminta Kemenkumham agar mengevaluasi program pembebasan ini. Bahkan kalau perlu Kemenkumham menyetop program pembebasan napi tersebut agar kejahatan napi berulah tak terulang lagi.

Pembebasan napi di tengah pandemi virus Corona menimbulkan masalah baru di tengah setumpuk masalah. Peran Pemerintah yang seharusnya fokus mengatasi penyebaran Virus Corona agar masyarakat bisa hidup tenang malah membuat rakyat semakin resah. Masyarakat sudah takut dan was-was dengan adanya Virus Corona dan sekarang harus ditambah lagi dengan napi-napi yang beraksi lagi.

Negara telah gagal dalam memberikan rasa aman di tengah masyarakat. Bagaimana bisa napi yang baru sehari atau dua hari menghirup udara bebas melakukan tindak kriminal lagi? Lantas hukuman macam apa yang diberikan negara hingga tak tampak penyesalan dan rasa jerah sedikitpun? Lalu, bagaimana hukum negeri ini harusnya berjalan? Hukum seperti apa yang pantas diterapkan negeri ini agar menjadi tindakan solutif terhadap permasalahan kriminal?

Sistem peradilan dan hukum negeri ini memang wajib berbenah. Islam mempunyai jawaban yang solutif dalam sistem peradilan, terutama tentang sanksi bagi pelaku kriminal. Sistem sanksi dalam Islam dapat berupa hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Dengan menerapkan sistem hukum dan peradilan islam, maka mampu membuat jera pelaku kejahatan karena akan menangung hukuman yang setimpal. Karena sifat dari sanksi hukum Islam adalah zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).

Dengan fungsi sanksi sebagai zawajir (pencegahan), maka negara akan bersungguh-sungguh mencegah manusia dari mudahnya melakukan tindak kejahatan. Termasuk dengan memenuhi kebutuhan dasar manusia, baik makanan, kediaman, pendidikan dan kesehatan. Hal ini harus dilakukan negara agar tidak menumbuhkan jiwa kriminal pencurian dan pemalakan akibat kekurangan dan kelaparan.

Sedangkan sifat jawabir (penebus dosa di akhirat), apabila sanksi hukum telah dilaksanakan oleh negara, maka pelaku kejahatan sudah terbayarkan kesalahannya dan di akhirat tidak mendapatkan pembalasan yang lebih berat .

Sesungguhnya keadilan dan rasa aman di tengah-tengah masyarakat serta terbangunnya negara yang kuat amat ditentukan oleh ketangguhan sistem peradilannya. Ketangguhan sistem peradilan suatu negara ditentukan oleh ketangguhan sistem sanksinya. Sudah saatnya kita bertaubat, kembali kepada aturan Allah yang mampu menyelesaikan masalah secara tuntas dan menyejahterakan dunia dan akhirat. Bukan aturan manusia yang lahir dari sistem kapitalisme yang terbukti tidak mampu menyelesaikan masalah justru menambah masalah baru lagi.

Wallahua’lam bish shawab.

error: Jangan copy kerjamu bos