Oleh: Hamsina Halik, A. Md. (Pegiat Revowriter)
Hampir tiga bulan lamanya para siswa telah menjalankan pembelajaran via online dari rumah bersama guru. Hal ini berlaku sejak pemerintah menetapkan kebijakan social distancing dan physical distancing hingga penetapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dimana kebijakan dadakan ini sempat membuat para orangtua ‘kaget’, sebab tak ada kesiapan sama sekali.
Disamping fasilitas dan sarana pembelajaran online ini sangat minim, ketersediaan smartphone dan kuota yang mencukupi tak semua siswa bisa memenuhinya. Pun, tak semua daerah bisa menjangkau jaringan internet, terutama di daerah pelosok. Belum lagi banyaknya tugas yang diberikan, sukses membuat sebagian besar orangtua dan siswa stress. Sementara dari sisi guru, tak semua mampu menggunakan aplikasi pembelajaran online. Sehingga pembelajaran pun tak berjalan maksimal.
Melihat berbagai problem yang muncul akibat metode pembelajaran online ini, bukannya memperbaiki kebijakan ini dan mencari solusi tepat, justru sekolah direncanakan akan dibuka kembali pada pertengahan Juli 2020 nanti oleh kemendikbud, dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid melalui pesan singkatnya kepada CNNIndonesia.com (9/5), bahwa sekolah rencananya akan dibuka mulai awal tahun pelajaran baru, sekitar pertengahan Juli.
“Hamid mengatakan nantinya kegiatan sekolah akan menggunakan protokol kesehatan di area institusi pendidikan yang sudah ditentukan pemerintah. Dan diwajibkan memakai masker.” (CNNIndonesia.com, 09/05/2020)
Seketika kebijakan ini menuai protes dari banyak kalangan. Salah satunya datang dari Satriwan Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Ia meragukan ketika kebijakan ini diberlakukan akan terjadi ketidaksingkronan koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Melihat kebijakan-kebijakan sebelumnya saja sudah menuai banyak masalah.
“Kalau ingin membuka sekolah di tahun ajaran baru, oke itu kabar baik. Tapi [datanya] harus betul-betul [tepat], mana [daerah] yang hijau, kuning, merah,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon. (CNNindonesia.com, 09/05/2020).
Ditengah masih mewabahnya covid-19, membuka kembali sekolah adalah ide yang tidak masuk akal. Tak ada jaminan ketika anak-anak kembali sekolah mereka akan aman dari penularan covid-19. Penerapan kebijakan social distancing dan physical distancing selama ini belum terlaksana maksimal. Masih banyak warga yang tak disiplin dalam pelaksanaannya. Dengan berbagai alasan yang membuat mekra terpaksa melanggar aturan tersebut. Ini memungkinkan terjadinya penularan covid-19 semakin tak terkendali.
Dampak wabah covid-19 ini sangat luar biasa. Terutama dalam bidang perekonomian. Produk makanan dan minuman misalnya, sangat bergantung pada aktivitas di luar rumah. Sekolah ataupun perkantoran, jika tutup dan semua orang berada rumah, maka kebutuhan terhadap makanan dan minuman akan berkurang. Dengan demikian, produksi bisa saja terhenti.
Bisa dikatakan bahwa rencana pembukaan kembali sekolah tidak lain merupakan upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi. Namun, sangat disayangkan, rencana ini tidak diimbangi dengan pemastian bahwa virus tdk lagi menyebar dan mereka yang terinfeksi sudah diisolasi. Faktanya, untuk memastikan siapa saja yang terinfeksi (melalui tes masal dan PCR) saja belum dilakukan. Kekurangan alat selalu menjadi alasan.
Jika rencana ini tetap dilakukan, sungguh ini semakin menunjukkan bahwa penguasa saat ini benar-benar tak memikirkan bagaimana dampak jangka panjang yang akan dihadapi oleh rakyatnya. Seolah nyawa rakyat tak ada nilainya dibanding dengan kepentingan ekonomi segelintir orang. Inilah watak pemimpin dalam sistem kapitalis sekular, yang hanya mengutamakan keuntungan materi semata para kapitalis.
Lambannya penanganan wabah covid-19 dan tidak tegasnya penguasa dalam menetapkan kebijakan sejak awal wabah menyerang, menunjukkan adanya ketidakseriusan penguasa dalam menjaga keselamatan dan kesehatan rakyatnya. Para pejabat pemerintahan lebih mengutamakan dan mengedepankan kepentingan investasi. Dengan dalih, agar mendapatkan investasi, proyek-proyek akan tetap dilaksanakan. Hingga impor TKA terutama dari China tetap berjalan, meski menuai kontra, padahal seharusnya penguasa menutup pintu rapat-rapat untuk mereka demi mencegah covid-19 ini semakin menyebar.
Inilah watak rezim Ruwaibidhah yang mengadopsi sistem kapitalisme. Watak yang selalu mengutamakan kepentingan kapitalis ketimbang rakyatnya. Hal ini sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW:
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim)
Berbeda dengan Islam, keselamatan dan kesehatan rakyat menjadi hal yang paling utama. Sebab, ini adalah tugas negara dalam hal ini khalifah dalam mengurusi rakyatnya. Sejarah telah memberitahukan bagaimana Islam mengatasi dan mencegah penyebaran wabah. Sebagaimana pada masa Rasulullah SAW ketika terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan yang belum diketahui obatnya. Rasulullah SAW saat itu menerapkan karantina atau isolasi pada penderita. Dan melarang untuk tidak dekat-dekat dan melihat para penderita kusta tersebut.
Rasulullah saw. juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda:
“Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah itu. Sebaliknya, jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninginggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari)
Selain itu, Islam memerintahkan gaya hidup sehat. Makan makanan yang sehat dan juga halal, selain halal juga tak berlebih-lebihan dalam makan. Serta senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kemudian, negara wajib memenuhi permintaan masyarakat akan obat dan alat kesehatan. Mengupayakan industri-industri kesehatan untuk menghasilkan obat-obatan, semisal vaksin, dan alat-alat kesehatan penunjang dimana pembiayaannya berasal dari baitul mal. Demikianlah, bagaimana Islam memberikan tanggung penuh pada pemimpin dalam menjaga kesehatan rakyatnya.
Wallahu a’lam.