Salam Damai Corona, Sang Pelepas Nyawa

Oleh: Nur Laily  (Aktivis Muslimah)

Dibalik keresahan masyarakat tentang Virus Corona (Covid-19) yang tidak kunjung berakhir, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan. Melalui akun resmi media sosialnya pada Kamis (7/5), Jokowi meminta agar masyarakat bisa berdamai dengan Covid-19 hingga vaksin virus tersebut ditemukan. (CNN Indonesia, 09/05/2020)

Iklan KPU Sultra

Presiden Jokowi menyadari perang melawan virus yang telah menjadi pandemi dunia itu harus diikuti dengan roda perekonomian yang berjalan. Oleh sebab itu, dengan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini, masyarakat pun masih bisa beraktivitas meski ada penyekatan pada beberapa hal.

Dilansir dari KedaiPena.Com, Anggota Komisi IX DPR RI, Muchamad Nabil Haroen menilai, ada dua perspektif yang dapat dilihat dari pesan Presiden Jokowi yang mengajak masyarakat Indonesia untuk berdamai dengan Covid-19 sampai ditemukannya vaksin.

“Pertama pemerintah harus lebih serius dan fokus dalam penanganan Covid19. Kita masih melihat ada beberapa hal yang masih inkonsisten dan tidak terkoordinasi misal kebijakan antar kementerian yang tidak sinkron sehingga masyarakat menjadi bingung,” kata Gus Nabil sapaan karibnya, Senin, (11/5/2020).

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyoroti pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk perang lawan Covid-19 saat Konferensi virtual negara-negara G20. Hidayat mengatakan pernyataan itu seharusnya dibarengi dengan kebijakan dan perintah kepada Kemenristek dan Kemenkes serta lembaga lainnya untuk lakukan koordinasi dan kerjasama agar segera temukan vaksin Covid-19. (Tribunnews.com, 10/05/2020)

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang, Bekasi, mengaku khawatir dengan pernyataan Presiden Jokowi. “Kami was-was terhadap pernyataan tersebut, takutnya diartikan ya sudah kita terima saja,” ucap Ketua ARSSI cabang kota Bekasi, Dokter Eko S. Nugroho kepada wartawan, Senin, (11/5/2020).

Pemerintah seharusnya menjadikan fokus utama negara pada penanganan penyebaran Virus Corona (Covid-19) agar tidak memakan korban lagi, bukan malah menyuruh rakyatnya berdamai dengan Virus Corona. Pernyataan Presiden tersebut bertolak belakang dengan pernyataan yang sebelumnya, bahwa Pemerintah akan terus memerangi dan melawan Virus Corona (Covid-19). Hal ini jelas membuat kebingungan bagi Pemerintah Daerah, masyarakat luas dan tenaga medis. Perang menghadapi Corona belum nampak serius dilakukan negara, kini malah ada seruan berdamai. Ketika Pemerintah Daerah sedang melaksanakan kebijakan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), justru Pemerintah Pusat membuka kembali moda Trasportasi darat, udara maupun laut.

Kebijakan pemerintah pun selalu berputar pada keselamatan ekonomi, bukan pada selesainya masalah. Pada akhirnya, keselamatan rakyat dipertaruhkan. Alhasil, wabah bukan cepat berhenti, justru sebaliknya semakin meluas. Para Tenaga Medis yang menjadi garda terdepan harus menelan pahitnya kekecewaan atas sikap Pemerintah dan hanya bisa menanti serangan covid-19 yang begitu ganas dan tak terkendali dengan resiko kematian di depan mata.

Sesungguhnya, telah nampak bahwa penguasa telah melepas tanggung jawab untuk menjamin keselamatan jiwa dan kesejahteraan rakyatnya. Paradigma kapitalis telah mengakar pada negeri ini, karena selalu menilai keuntungan dari sektor ekonomi saja dan abai pada sektor keselamatan dan kesejahteraan. Alih-alih masalah terselesaikan, masalah justru bertambah di segala lini kehidupan.

Islam masih menjadi satu-satunya solusi yang dapat menyelesaikan seluruh permasalahan umat, termasuk menghentikan pandemi dan menjaga jiwa manusia. Dalam Islam, Penguasa atau Khalifah menjamin keselamatan jiwa dan memastikan rakyatnya dapat memenuhi semua kebutuhan dasar hidup, baik  saat wabah terjadi atau pun tidak. Peran dan tugas pemimpin adalah untuk melindungi rakyat dari segala bahaya. Baik bahaya yang menyerang keimanan (akidah) maupun bahaya secara fisik yang mengancam jiwa. Inilah fungsi dari negara dan penguasa yang sesungguhnya. Menjadi pengurus dan penjaga rakyatnya. Sebagaimana dalam hadis, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Oleh karena itu, bagi seorang pemimpin Muslim hendaknya mengikuti aturan Islam dalam berbagai pengambilan kebijakan. Hendaknya juga menjadikan Rasulullah dan para sahabatnya sebagai teladan. Karena Rasululullah dan para sahabatnya telah membuktikan keberhasilan yang gemilang dalam mensejahterakan rakyat. Salah satunya adalah dengan meneladani cara efektif Umar Bin Khattab dalam menangani wabah.

Khalifah umar, mengatasi masa krisis di era pandemi, dengan cara berikut:

Pertama, Khalifah Umar memberikan teladan atas dirinya sendiri. Beliau dan keluarganya hidup dengan kesederhanaan, beliau memakan apa yang rakyatnya makan agar kesusahan yang dialami rakyatnya bisa dirasakan juga olehnya. Perbuatan Khalifah Umar pun diteladani oleh pejabat di bawahnya.

Kedua, Khalifah Umar langsung membuat posko-posko bantuan yang dimobilisasi oleh negara. Kebijakan antar departemen tidak tumpang tindih, keseluruhannya mengacu pada kebijakan Khalifah. Khalifah mendorong para pejabat di bawahnya untuk berlomba-lomba memberikan bantuan pada rakyat, walhasil para pejabat yang memiliki kelebihan harta tak segan-segan mendonasikan hartanya untuk mengisi posko-posko.

Ketiga, Khalifah Umar senantiasa terus mendekatkan diri pada Allah Swt. lalu memimpin umat untuk terus berdoa. “Ya Allah Swt. jangan kau binasakan kami dan lenyapkan wabah ini”. Lalu Umar pun memimpin tobat akbar, karena bisa jadi musibah ini disebabkan kemaksiatan masyarakatnya.

Keempat, kepada rakyatnya yang datang, khalifah memberikan bantuan. Bagi yang tidak datang Khalifah Umar akan mengantarnya ke rumah. Itu artinya pendataannya sungguh akurat, siapa-siapa saja yang membutuhkan pertolongan telah tercatat rapi.

Kelima, Khalifah Umar meminta bantuan kepada daerah-daerah yang memiliki logistik lebih, untuk memberikan bantuannya pada daerah yang terkena wabah. Sehingga krisis pangan saat ini yang sebenarnya lebih disebabkan karena buruknya distribusi negara, tidak dialami saat kepemimpinan Khalifah Umar.

Keenam, Khalifah Umar menghentikan hukuman pada pencuri yang mencuri karena kelaparan. Bukannya membebaskan napi kriminal dan koruptor yang jelas-jelas harus diberikan sanksi.

Ketujuh, khalifah Umar menunda pemungutan zakat, karena bagaimana pun saat terjadinya wabah banyak umatnya yang terkena dampak. Bukan sebaliknya, negeri ini malah mempercepat pemungutan zakat untuk mengatasi krisis.

Negara demokrasi telah gagal menciptakan sosok pemimpin seperti Umar bin Khatab. Rezim yang abai dan sewenang-wenang dalam menetapkan kebijakan, akan selalu hadir dalam sistem bobrok ini. Maka dari itu mari mengganti demokrasi dan menjadikan Khilafah sebagai sistem yang menaungi negeri ini, agar terlahir sosok para pemimpin seperti Khalifah Umar bin Khatab. Wallahu’alam bi shawab.