Example floating
Example floating
Opini

Guru Berjasa untuk Murid, Tunjangan Profesi di Pangkas

2462
×

Guru Berjasa untuk Murid, Tunjangan Profesi di Pangkas

Sebarkan artikel ini
SISKA JULIA RAHMAN

Dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 yang terakhir direvisi menjadi Perpres Nomor 72 Tahun 2020, tunjangan guru dipotong sebesar Rp 3,3 triliun. Pemotongan itu setidaknya pada tiga komponen, yakni, tunjangan profesi guru PNS daerah, semula Rp 53,8 triliun menjadi Rp 50,8 triliun. Selain itu, tambahan penghasilan guru PNS daerah, semula Rp 698,3 miliar menjadi Rp 454,2 miliar. Kemudian tunjangan khusus guru PNS daerah di daerah khusus, semula Rp 2,06 triliun menjadi Rp 1,98 triliun. Sehingga totalnya mencapai Rp 3,3 triliun. Hal ini, menuai protes dari berbagai kalangan masyarakat, khususnya Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Selain itu, tunjangan guru Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK) dihapus oleh Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2020. Hal ini, bertentangan dengan undang-undang Nomor 14/2005. Apalagi, Presiden pernah mengatakan tunjangan profesi guru tidak akan dihentikan, (dpr.go.id).

Dilansir dari laman situs resmi DPR, Rabu, 15/7/2020. Wakil ketua umum komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa dalam PP nomor 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen serta tunjangan kehormatan profesor pada ayat 1, disebutkan guru dan dosen yang sudah memiliki sertifikat pendidikan dan memenuhi persyaratan dengan ketentuan perundang-undangan diberi tunjangan profesi setiap bulan.

Tunjangan profesi untuk guru dan dosen bersertifikasi telah diatur dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005, dalam undang-undang tersebut dikatakan adalah hak semua tenaga pengajar yang telah mendapat sertifikasi sesuai amanah, maka mereka berhak atas pemberian tunjangan profesi guru tanpa diskriminasi.

Karena alasan pandemi, tunjangan guru dipangkas dan dihapus. Padahal, tenaga pendidik juga terkena dampak pandemi, juga memiliki keluarga yang harus dinafkahi. Seharusnya tenaga pendidik mendapat tunjangan tambahan, sebab tugas di pundak tenaga pendidik berat, mencerdaskan generasi bangsa secara virtual tidaklah mudah untuk dilakukan, belum lagi mereka harus menyediakan paket data internet yang tidak sedikit setiap harinya selama pandemi. Begitupun dengan guru di wilayah terpencil yang mana mereka harus tetap menempuh perjalanan menuju rumah peserta didik dalam kondisi menyebarnya virus.

Ketua umum PGRI, Prof. Dr. Unifah Rosyidi, M.Pd. Menuturkan bahwa terdapat pos anggaran yang bisa dipotong ketimbang harus memangkas anggaran Tunjangan Profesi Guru, seperti anggaran perjalanan dinas, kegiatan rapat-rapat serta anggaran pembangunan dan belanja modal, pemangkasan juga bisa memanfaatkan dana penyelenggaraan Ujian Nasional karena pemerintah sudah memutuskan untuk ini ditiadakan, sementara anggaran UN tahun ini sekitar 400 miliar.

Polemik ini sebenarnya telah menunjukkan kegagalan negeri ini dalam menjamin kesejahteraan para tenaga pendidik sebagai salah satu upaya untuk menyelenggarakan pendidikan. Negara sudah seharusnya menjamin terciptanya pendidikan yang berkualitas secara mutlak mulai dari menjamin fasilitas sarana dan prasarana, termasuk menjamin kesejahteraan tenaga pendidik dengan gaji yang cukup.

Inilah ciri negara yang berada dalam cengkraman sistem kapitalis. Negara memiliki SDA yang melimpah, namun justru diberikan kepada asing, alhasil negara tidak mampu menopang jaminan pendidikan yang membutuhkan dana besar artinya dalam memberi tunjangan kepada tenaga pendidik diperlukan sistem keuangan yang tangguh sehingga negara bisa memberikan jaminan tersebut.

Dalam sistem Islam yaitu Khilafah, penyelenggaraan pendidikan berkualitas merupakan tanggung jawab negara. Negara wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai, seperti gedung sekolah, laboratorium, balai- balai penelitian, buku-buku pelajaran dan lain sebagainya, termasuk tanggung jawab ini menjamin kesejahteraan guru. Jaminan tersebut direalisasikan dengan memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan.

Para sahabat telah sepakat mengenai kewajiban memberikan ujrah atau gaji kepada tenaga-tenaga pengajar yang bekerja di instansi pendidikan negara Khilafah di seluruh strata pendidikan. Dimasa pendidikan khalifah Umar bin Khattab, gaji pengajar sebesar 15 dinar perbulan atau sekitar Rp 36.350.250, di mana 1 Dinar sama dengan 4,25 gram dan jika 1 gram senilai Rp 570.200, bahkan di masa Salahuddin Al Ayyubi, gaji guru berkisar antara 11 Dinar sampai dengan 40 Dinar atau setara dengan Rp 26.656.850 sampai Rp 96. 934.000.

Pembiayaan pendidikan di negara Khilafah seluruhnya diambil dari Baitul Mal yakni dari kepemilikan negara serta pos milkiyyah’ amah (hasil pengelolaan sumber daya alam). Dana dari kedua pos ini sangat mumpuni untuk menjamin ketahanan keuangan negara, untuk menjamin kesejahteraan pegawainya sekalipun dalam kondisi pandemi.

Oleh karena itu, kualitas pendidikan dalam masa Khilafah jauh lebih berkualitas daripada pendidikan sistem sekarang.

SISKA JULIA RAHMAN
(Member Komunitas Aktif Menulis)

PUBLISHER: MAS’UD