Example floating
Example floating
OpiniPendidikanTegas.co Nusantara

Mengunggah Berkah dari Belajar Sejarah

717
×

Mengunggah Berkah dari Belajar Sejarah

Sebarkan artikel ini
Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd. (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) turut menanggapi polemik akan dihapuskannya mata pelajaran sejarah dalam penyederhanaan kurikulum yang tengah dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Wacana ini menimbulkan polemik di kalangan masyarakat pendidikan, terutama guru, dan akademisi.

Komisioner Bidang Pendidikan, KPAI, Retno Listyarti menilai wacana untuk menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pilihan (tidak wajib) di jenjang SMA, bahkan menghapus di jenjang SMK adalah tidak tepat. Semua anak, menurut Retno, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya. Bagaimana mau menghargai kalau pelajaran tersebut tidak diberikan,” tegas Retno di Jakarta, Minggu, 20 September 2020.

Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah bangsa merupakan nilai karakter nyata dan teladan bagi generasi muda. Pembelajaran sejarah juga dapat meningkatkan apresiasi terhadap karya para pendahulu, memberikan perspektif dan ukuran untuk menilai perjalanan bangsa, dan menjadi instrumen strategis untuk membentuk identitas dan karakter generasi muda sebagai penerus bangsa.

Sebelumnya ramai diperbincangkan, Kemendikbud akan menempatkan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran pilihan di SMA, bahkan menghilangkannya di SMK. Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SMK tersebut tertuang dalam draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020. Draf ini beredar di kalangan akademisi dan para guru, ini yang kemudian menjadi polemik di masyarakat.

Terkait polemik penghapusan mata pelajaran sejarah tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah membantah bahwa pihaknya akan menghapus mata pelajaran sejarah dari kurikulum pendidikan di Indonesia, tetapi yang ingin dilakukan Kemendikbud adalah penyederhanaan kurikulum. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/0KvXalGb-kpai-kurikulum-sejarah-didominasi-perang-kekerasan-dan-jawa-sentris

Sejarah adalah lintasan peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Islam mendudukkan sejarah sebagai bahan pelajaran dan diambil hikmahnya dengan tujuan membangun kehidupan manusia yang lebih baik. Dalam Al-Qur’an banyak dikisahkan tentang kejadian-kejadian yang menimpa umat-umat terdahulu. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Yusuf ayat 111 : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.”

Sejarah umat-umat terdahulu yang termaktub dalam Al-Qur’an wajib kita jadikan pelajaran dan hikmah karena kebenaran isinya dijamin sendiri oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surah Al-Hijr ayat 9 : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.” Bahkan Allah Azza Wa Jalla menantang siapa saja yang meragukan kebenaran isi Al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah ayat 23 : “Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

Berbeda dengan sejarah dalam Al-Qur’an, sejarah dari manusia belum tentu benar karena sangat mudah menjadi bias oleh penutur sejarah khususnya jika ada kepentingan politik. Karena itu, sejarah dari manusia perlu ditelaah dan ditelisik berdasarkan rujukan yang valid, utuh dan bisa dipertanggungjawabkan. Mengkaji sejarah pun tidak boleh sekadar menggali kisah di masa lalu namun juga harus menggali kebenaran agar manusia bisa mengambil pelajaran dan hikmah yang benar.

Karena itu, sejarah dari manusia bukan sumber hukum dan bukan pula sumber pemikiran. Islam telah menetapkan, sumber pemikiran kaum Muslimin adalah Al-Qur’an dan Hadits. Sejarah merupakan objek pemikiran atau objek kajian yang menjadi pelengkap atau pendukung dari ajaran Islam yang dipahami kaum Muslimin.

Membahas tentang sejarah, yang utama adalah memposisikan sejarah dengan benar. Penafsiran sejarah memang dipengaruhi oleh pola berpikir dan kepribadian penuturnya sehingga berimbas pada persepsi terhadap sejarah. Peristiwa sejarah adalah realitas yang sangat terbuka untuk diarahkan pada suatu bentuk maklumat tertentu kepada pemirsanya. https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=941251986375826&id=100014730990215

Ingatan jadi melayang pada peristiwa di penghujung tahun lalu yaitu Kementerian Agama (Kemenag) memindahkan materi tentang Khilafah dan Jihad dari mata pelajaran Fiqih ke pelajaran sejarah pada sekolah Madrasah. Sebagian kalangan lalu mempunyai dugaan, kesengajaan pemindahan 2 materi tersebut karena dianggap sebagai sumber perilaku kekerasan dan radikalisme. https://www.wartaekonomi.co.id/read260698/khilafah-dan-jihad-masuk-ke-kurikulum-
sejarah-kemenag-bilang

Tentu ini sangat memprihatinkan, bagaimana mungkin Khilafah dan Jihad yang merupakan bagian dari ajaran Islam dipandang sebagai sumber perilaku kekerasan dan radikalisme? Tetapi inilah buah dari propaganda hitam yang mendera beberapa ajaran Islam. Sematan-sematan buram pun diterakan atasnya, seperti ajaran garis keras, tidak toleran, eksklusif, memecah belah, menjajah perempuan, dan lain sebagainya.

Padahal materi tentang Khilafah dan Jihad telah sekian lama ditulis dan dijadikan bagian Fiqih oleh para mujtahid dan ulama. Sudahlah ia diamputasi dari Fiqih, di sejarah pun Khilafah akan disampaikan tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia karena Indonesia merupakan negara yang sudah memiliki konstitusi. Jihad diubah perspektifnya tidak harus berperang secara fisik, belajar itu juga Jihad. Akhirnya generasi kaum Muslimin memandang Khilafah dan Jihad tak lebih dari kisah romantis di masa lalu bukan lagi bagian dari ajaran Islam. Sebagai bagian dari ajaran Islam, Khilafah dan Jihad seharusnya selalu ada di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin, bukan hanya terjadi di masa lampau, tetapi mewujud nyata sebagai bentuk ketaatan kepada hukum Allah SWT dan Rasulullah SAW di masa kini sampai akhir zaman nanti.

Semestinya materi Khilafah dan Jihad tetap di posisi asalnya yaitu bagian dari pelajaran Fiqih. Khilafah dan Jihad memang ada kaitannya dengan sejarah, disampaikan apa adanya, yang benar dan lurus bisa diambil sebagai teladan guna menjadi semangat baru dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, yang salah dan bengkok dijadikan pelajaran dan hikmah sebagai bahan introspeksi agar tidak diulangi lagi di masa depan. Sehingga timbul kebanggaan dan kepercayaan diri ketika mendapatkan kebaikan dan kebenaran di dalamnya, serta tumbuh kehati-hatian dan kewaspadaan kala menjumpai kesalahan dan kekeliruan. Walhasil, generasi kaum Muslimin menjadi mampu mengunggah berkah dari belajar sejarah. Wallahu’alam.

Penulis: Dyan Indriwati Thamrin, S. Pd. (Pemerhati Masalah Sosial dan Politik)
Editor: H5P