Example floating
Example floating
OpiniTegas.co Nusantara

Taubat Hakiki Atasi Pandemi

549
×

Taubat Hakiki Atasi Pandemi

Sebarkan artikel ini
Ratna Handayani (Aktifis Islam)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengingatkan masyarakat untuk tidak lupa mengingat Allah SWT di tengah pandemi Covid-19. Salah satu caranya dengan berzikir dan taubat. Hal ini beliau sampaikan saat membuka Muktamar IV PP Parmusi tahun 2020 di Istana Bogor, Jawa Barat. (merdeka.com, 26/09/2020).

Selain itu Ia juga mengingatkan untuk memperbanyak sedekah, sebab banyak orang yang keadaannya sulit di tengah pandemi.

Seruan Jokowi untuk beristigfar dan tabat kita sambut dengan baik. Tapi apakah bertobat tanpa diiringi dengan ketaatan pada syariat bisa atasi wabah?

Terbukti dari hari ke hari, kondisi wabah kian mengerikan. Selain angka pertambahan kasus yang naik secara eksponensial, dampak krisis pun kian dirasakan semua orang. Penambahan kasus positif hariannya sudah mencapai empat ribu lebih. Wabah corona telah mengubah rencana kerja pemerintah yang telah disiapkan sejak awal. Kini, ekonomi negara sedang berada diambang resesi. Banyak perusahaan yang tutup dan merumahkan sejumlah pegawainya.

Islam mengajarkan ber taubat untuk mengatasi wabah, sebagai dari bagian ketaatan total. Namun bukan taubat saja yang harus dijalankan, tapi seluruh perintah syariat dalam mengatasi wabah pun harusnya dijalankan.

Siapa pun paham, wabah tak akan mengglobal jika sejak awal si sakit segera diisolasi. Begitu pun dengan pintu-pintu penyebarannya, baik di negara atau wilayah asal maupun di wilayah penularan, semuanya juga harus segera dikunci.

Strategi mengunci ini dalam Islam justru merupakan tuntunan syar’i. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang artinya, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat, maka janganlah memasukinya, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu ada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya.” (HR Imam Muslim).

Namun, sayangnya demi alasan ekonomi rezim ini tidak mengambil cara penguncian wilayah sebagaimana Islam ajarkan. Tapi lebih memilih mengikuti aturan dari negara kapitalis global yang hanya membawa kemudaratan dimana-mana. Maka seruan taubat yang disampaikan kepala negera seharusnya diiringi dengan ketaatan pada syariat-Nya.

Ajakan untuk ber taubat dan beristigfar yang disampaikan petinggi negeri terkesan basi-basi belaka jika ia sendiri selaku pemimpin tertinggi tak bersegera untuk menjalankan syariat-Nya secara totalitas.

Teladan Khalifah dalam Khilafah Atasi Krisis

Pada masa kepemimpinan Khlifah Umar bin Khaththab. Kemajuan Islam banyak dicapai serta sejahtera disebabkan Khalifah Umar memilih kepala daerah atau gubernur yang benar-benar bekerja untuk rakyat. Bukan dari kalangan orang-orang munafik yang mengutamakan diri dan kepentingan kelompoknya.

Pada 18 H, orang-orang di Jazirah Arab tertimpa kelaparan hebat dan kemarau. Saat itu, Khalifah Umar bin Khaththab adalah kepala negaranya. Tahun itu disebut tahun kelabu, jarang ada makanan. Orang-orang pedalaman pergi ke perkotaan, mengadu dan meminta solusi dari Amirul Mukminin.

Teladan pertama yang dilakukan Khalifah Umar ialah ia tidak bergaya hidup mewah. Makanan seadanya, bahkan kadarnya sama dengan rakyat yang paling miskin.

Kedua, Khalifah Umar langsung memerintahkan membuat posko-posko bantuan. Diriwayatkan dari Aslam, “Pada tahun kelabu (masa krisis), bangsa Arab dari berbagai penjuru datang ke Madinah. Khalifah Umar menugaskan beberapa orang ( jajarannya) untuk menangani mereka. Suatu malam, saya mendengar beliau berkata, “Hitunglah jumlah orang yang makan malam bersama kita.”

Ternyata berjumlah 70 ribu orang. Orang yang sakit dan memerlukan bantuan sebanyak 40 ribu orang. Selang beberapa hari, jumlah orang yang datang dan memerlukan bantuan mencapai 60 ribu.

Tidak berapa lama kemudian, Allah mengirim awan. Saat hujan turun, saya melihat Khalifah Umar menugaskan orang-orang untuk mengantarkan mereka ke perkampungan dan memberi makan juga pakaian. Banyak terjadi kematian di tengah-tengah mereka. Sepertiga dari mereka mati.

Ketiga, Khalifah Umar semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT meminta pertolongan-Nya. Khalifah juga langsung memimpin taubat nasuhah karena bencana atau krisis yang terjadi bisa jadi akibat kesalahan-kesalahan dan dosa yang dilakukan khalifah serta masyarakatnya.

Khalifah menyerukan taubat, meminta ampun kepada Allah agar bencana segera berlalu. Jadi, menyeru masyarakat bertobat sementara kepala negaranya tidak menerapkan seluruh syariat atasi wabah, merupakan teladan yang buruk.

Keempat, Khalifah segera memenuhi kebutuhan makanan rakyatnya. Jika tidak bisa mendatangi Khalifah meminta makanan, makanan akan diantar ke rumahnya. Hal itu terjadi selama beberapa bulan sepanjang masa bencana.

Kelima, Khalifah Umar juga menunda pungutan zakat pada masa krisis dan bencana. Khalifah mulai mengumpulkan zakat pasca bencana dan krisis berakhir, saat kelaparan berakhir dan bumi mulai subur. Artinya, khalifah menilai itu sebagai utang bagi orang-orang yang mampu agar bisa menutupi kelemahan bagi orang-orang yang memerlukan dana agar di baitulmal ada dana setelah semuanya diinfakkan.

Demikianlah gambaran bagaimana keteladanan khalifah dalam sistem Khilafah dalam menghadapi masa krisis dan wabah.

Maka taubat hakiki lah yang hanya mampu mengatasi wabah pandemi saat ini yaitu dengan mencampakkan sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini dengan sistem Khilafah yang berasal dari Allah Ajja Wa Jalla.
Wallahu a’lam bii showwab.

Penulis: Ratna Handayani (Aktifis Islam)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos