Example floating
Example floating
Opini

Kartu Tani Bisa Menyejahterakan Petani?

660
×

Kartu Tani Bisa Menyejahterakan Petani?

Sebarkan artikel ini
Umi Lia (Ibu rumah tangga, Cileunyi Kabupaten Bandung)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Rasul saw. pernah berdoa: “Ya Allah barang siapa yang diberi tanggung jawab untuk menangani urusan umatku, lalu ia mempersulit mereka, maka persulitlah hidupnya. Dan barang siapa yang diberi tanggung jawab untuk mengurusi umatku, lalu ia memudahkan urusan mereka, maka mudahkanlah hidupnya,” (HR Muslim)

Negeri subur ternyata tidak selamanya makmur. Kebijakan pertanian yang dikeluarkan pemerintah terbukti membuat Indonesia sebagai negara agraris ini terus menerus dihantui krisis kelangkaan pangan.

Salah satu kebijakan yang baru rilis adalah program Kartu Tani. Pemerintah Kabupaten Bandung mendorong para petani untuk lebih melek teknologi. Karena semakin banyak komponen pertanian yang memanfaatkan perkembangan teknologi. Salah satu bentuk penggunaan teknologi di bidang pertanian adalah pada Kartu Tani dan juga pemasaran produk via online.

“Kartu Tani ini untuk kemudahan, jangan sampai menjadi ribet. Ini tuntutan zaman, nanti dengan Kartu Tani sebetulnya pengendalian terkait distribusi itu lebih memudahkan, bagi pemerintah khususnya untuk memonitor real di lapangan seperti apa,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Tisna Umaran. (Dara.co.id, 25/11/2020)

Program Kartu Tani mulai diterapkan pemerintah melalui Kementrian Pertanian (Kementan). Implementasi Kartu Tani dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap awal, Kartu Tani akan diterapkan di 4 daerah, yaitu Pulau Jawa, Madura, Sumbawa dan Sumbawa Barat per 1 September 2020. Kartu Tani ditargetkan berlaku efektif di seluruh Tanah Air pada 2021. (Sindonews, 9/11/2020)

Maksud dan tujuan diluncurkannya program Kartu Tani adalah untuk mewujudkan distribusi pupuk bersubsidi sesuai dengan Asas 6 Tepat (tepat jumlah, jenis, waktu, tempat, mutu dan harga) serta pemberian layanan perbankan bagi petani. Selain itu untuk mewujudkan pendistribusian, pengendalian dan pengawasan pupuk bersubsidi kepada para petani yang berhak menerima.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy, mengatakan banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan memiliki Kartu Tani. Seperti bisa melakukan pembelian pupuk dengan murah karena mendapatkan subsidi atau lebih gampang mendapatkan kredit usaha dari bank. “Tetapi tidak sembarang orang bisa memegang kartu ini. Ada rangkaian proses yang harus dijalani. Tujuannya agar bantuan subsidi pupuk benar-benar tepat sasaran,” ujar Sarwo. (Inews.id, 1/8/2019)

Hanya saja bagi sebagian petani, diluncurkannya Kartu Tani tersebut dinilai justru membuat ruwet dan membebani petani. Karena untuk mendapatkan pupuk bersubsidi mereka harus memiliki tabungan yang cukup untuk pembelian pupuk yang menjadi jatahnya. Sebelum ada Kartu Tani, mereka bisa mengutang dulu pupuk bersubsidi ke pengecer dan baru bayar setelah panen. (Infopublik, 15/10/2020)

Dari strategi dan program pemerintah ini, terlihat pemerintah sepertinya memberikan perhatian yang cukup serius terhadap nasib petani. Sebab sejak meluasnya wabah Covid-19 di Indonesia, sektor pertanian termasuk sektor yang terpukul cukup parah. Padahal pertanian adalah tulang punggung tercapainya ketahanan pangan negara.

Namun hingga hari ini, hidup sejahtera bagaikan mimpi bagi sebagian besar petani. Bahkan tak sedikit yang akhirnya meninggalkan profesi sebagai petani karena kehidupan yang tak menjanjikan. Kartu Tani tidak menjawab permasalahan distribusi produk pertanian karena kebijakan import, pencabutan subsidi pupuk, rantai distribusi yang panjang, hanya menguntungkan bandar saja. Jualan online belum bisa menjadi solusi karena tidak semua petani punya gawai dan menguasai pengetahuan teknologi.

Persoalan utama adalah minimnya kepemilikan lahan, keterbatasan modal, lemahnya penguasaan teknologi hingga lemahnya posisi tawar dalam penjualan hasil panen. Sebenarnya semua masalah tadi adalah masalah cabang yang berakar pada sistem tata kelola pertanian yang buruk yaitu kapitalisme neoliberal.

Indonesia adalah negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini menempatkan negara sebagai regulator, sementara oprator diserahkan kepada korporasi. Hal ini menyebabkan ketimpangan kepemilikan aset/lahan, penguasaan rantai produksi, distribusi pangan, hingga kendali harga pangan oleh korporasi raksasa. Sementara pemerintah ibarat wasit yang juga cenderung berpihak pada korporasi. Solusi pemerintah merubah mekanisme distribusi pupuk subsidi lewat Kartu Tani, di samping menyulitkan petani, juga sarat kepentingan korporasi.

Dengan fakta seperti itu, perlu kiranya merubah konsep kapitalisme yang sekarang dianut Indonesia. Karena sosialisme sudah runtuh, Islam sebagai ideologi bisa menjadi alternatif yang patut diperhitungkan. Islam yang diturunkan Allah Swt, memiliki kekayaan konsep dan pemikiran cemerlang yang bersifat praktis.

Dalam Islam pengaturan pertanian wajib ada dalam tanggung jawab negara/khilafah, mulai dari hulu hingga hilir. Sebab negara/pemerintah adalah pengatur dan penjaga umat. Negara adalah penanggung jawab semua urusan rakyat dan tidak boleh dialihkan kepada pihak lain apalagi korporasi. Begitu pula negara diharamkan membisniskan pelayanan kepada rakyat. Penerapan konsep Islam akan mewujudkan dua hal sekaligus yaitu ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.

Islam memandang asas dari pertanian adalah lahan. Hal ini jadi masalah besar dalam sistem kapitalisme. Islam menetapkan kepemilikan lahan petani sejalan dengan pengelolaannya. Bagi siapa saja yang mampu mengolahnya, maka dia berhak memiliki lahan seluas apapun. Namun bagi yang tidak mampu, lemah dan malas memproduksikannya, maka hilanglah kepemilikannya. Hal ini terlihat dari 3 hukum terkait lahan, yakni hukum menghidupkan tanah mati, larangan menelantarkan lahan lebih dari 3 tahun dan larangan menyewakan lahan pertanian.

Karena lahan pertanian tidak boleh ditelantarkan, maka negara khilafah akan memberikan berbagai bantuan kepada petani seperti saprotan, infrastruktur penunjang, modal, teknologi dan lain-lain untuk memaksimalkan pengelolaan lahan. Bantuan ini bersifat gratis, nonribawi dan untuk semua petani yang membutuhkan. Kemudian negara khilafah akan mendorong pelaksanaan riset oleh perguruan tinggi dan lembaga riset untuk menghasilkan bibit unggul dan berbagai teknologi dan inovasi yang dibutuhkan petani.

Selanjutnya dalam masalah pemasaran produk pertanian, negara khilafah juga akan hadir dalam bentuk pengawasan. Sehingga tidak terjadi penimbunan, riba, praktek tengkulak, kartel dan sebagainya, disertai penegakkan hukum secara tegas sesuai sanksi dalam Islam. Peran BUMN dalam khilafah, layaknya perpanjangan tangan negara. Tidak diperbolehkan membisniskan layanan, melainkan sepenuhnya melayani.

Walhasil aktivitas di tingkat produksi, distribusi ataupun konsumsi seluruhnya berupa pelayanan bukan komersialisasi. Politik ekonomi Islam yang sahih, yang dijalankan oleh pemerintah yang amanah dan sebagai pelayan serta pelindung rakyat, menjadi jaminan bagi berjalannya sektor pertanian dengan dinamis dan terus tumbuh. Sebab berlangsungnya mekanisme yang sahih ini jauh lebih dibutuhkan petani daripada subsidi. Subsidi apalagi lewat Kartu Tani yang rumit bersifat sementara, padahal yang petani butuhkan adalah pengaturan yang adil untuk menjamin keberlangsungan usaha mereka. Lebih dari itu, khilafah adalah sistem yang menjalankan syariat Allah Swt. yang diwajibkan pada kita semua.
Wallahu a’lam bish shawab.

Penulis: Umi Lia (Ibu rumah tangga, Cileunyi Kabupaten Bandung)
Editor: H5P