TEGAS.CO,. KENDARI – PT Arga Morini Indah (AMI) yang beroperasi di kecamatan Talaga Raya, Buton Tengah (Buteng) Sulawesi Tenggara (Sultra) diduga malakukan aktifitas pertambangan tanpa mengatongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Tentunya, hal ini bertentangan dengan Pasal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan (IPPKH) dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.
Sanksi pidana terhadap kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH, telah ditegaskan dengan gamblang pada Pasal 78 ayat (6) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa pelanggaran terhadap suatu kegiatan pertambangan dalam kawasan hutan tanpa dilengkapi IPPKH akan berdampak pada ancaman sanksi pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).
Sementara itu dalam sanksi administratif dijeslakan bahwa, tidak tunduk pada ketentuan kewajiban pemenuhan IPPKH dalam kegiatan pertambangan di dalam kawasan hutan, maka sesuai dengan Pasal 119 UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat dicabut oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati / Walikota sesuai dengan kewenangannya karena alasan pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.
Kepala Bidang (Kabid) Media dan Informasi Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) kota Baubau, Yoghi Permana mengungkapkan, bahwa seperti diatur dalam UU tersebut, kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang sebelum memperoleh izin dari instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kami mendesak Dinas Kehutanan (Dishut) Sultra, Kejaksaan Tinggi (Kejati) serta Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan ESDM Sultra agar segera melakukan audit dan mengusut tuntas persoalan PT AMI”, ungkapnya media ini melalui sambungan telepon. Senin (15/3/2021)
Selain itu, lanjutnya, GPM kota Baubau juga meminta agar secepatnya pihak terkait turun di lokasi untuk mengaudit tambang yang di duga ilegal tersebut. Sebab, menurutnya, perusahaan tersebut belum memiliki IPPKH, namun telah berani melakukan penambangan illegal.
“Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh PT AMI tersebut tanpa IPPKH yang dimana bisa mengakibatkan lokasi dan kawasan hutan rusak. Dampaknya bisa merusak kelestarian lingkungan bahkan mengancam kehidupan masyarakat sekitar”, sebutnya.
Untuk itu GPM Baubau mengharapkan agar PT AMI lebih kooperatif untuk menunaikan kewajibannya serta menjadikan PT Putra Mekongga Sejahtera (PMS) dan PT Akar Mas Internasional (AMI), yang beroperasi di Kolaka sebagai cerminan.
“Dari banyaknya perusahaan yang ada di Sulawesi Tenggara, baru dua perusahaan tersebut yang punya itikad baik untuk menitipkan dananya di mana tempat perusahaan itu beroperasi”, tutupnya.
(ISMITH/YA)
Komentar