TEGAS.CO., NUSANTARA – Topik jilbab menjadi topik yang cukup hangat dibicarakan. Bahkan menjadi wacana pembahasan dalam beragam forum. Baik pro maupun kontra.
Mencuatnya isu jilbab, bermula ketika ada orang tua salah satu siswi non-Muslim SMKN 2 Padang, Sumatra Barat, yang berkeberatan putrinya “dipaksa” memakai jilbab di sekolahnya. Namun belakangan terungkap, ternyata pihak sekolah tidak memaksa siswi non muslim tersebut untuk mengenakan jilbab.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Habibul Fuadi, untuk sekolah-sekolah di Kota Padang memang ada aturan berpakaian Muslim. Namun, aturan itu dikhususkan bagi murid yang beragama Islam. “Dalam aturan itu, dijelaskan bagi siswi Muslim wajib menggunakan jilbab. Namun, bagi siswi non-Muslim, aturan itu tidak berlaku. Namun pakaian siswi non-Muslim itu harus sopan sesuai dengan norma sopan santun.
Peraturan bagi siswi yang muslim itu sudah diberitahukan sejak pertama masuk sekolah. Orang tua murid juga memberikan tanda tangan persetujuan saat baru pertama kali mendaftar. Alasan tetap dipertahankannya peraturan wajib berjilbab bagi siswi muslim karena hal tersebut memiliki nilai positif. (Kompas.com, 25/1/2021).
Ketika masalah ini mencuat, banyak yang menganalisis telah terjadinya politisasi, yang semakin menguatkan isu islamofobia. Dan mencermati yang terjadi berikutnya, dugaan ini tampaknya tidak keliru.
Tidak berselang lama, muncul berita dengan head line “SKB 3 Menteri, tentang Aturan Seragam Agama Dicabut dalam 30 Hari”. (CNN Indonesia).
Mendikbud Nadiem Makarim mengultimatum :
“Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang atribut (kekhususan agama) paling lama 30 hari sejak SKB ini ditetapkan,” dalam konferensi pers daring yang disiarkan dalam Youtube Kemendikbud, Rabu (3/2).
Perintah tersebut diungkapkan berdasarkan surat keputusan bersama yang ditandatangani oleh Nadiem bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Jika ada pihak yang melanggar, baik itu sekolah maupun pemerintah daerah, akan ada sanksi, Nadiem menegaskan. Ia mengancam sekolah tersebut tidak akan mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau bantuan lain dari pemerintah.
Demikianlah derita hidup dalam sistem kapitalisme, akidah sekuler tidak mengizinkan peran Tuhan mengatur sendi-sendi kehidupan. Sehingga setiap simbol ketundukan kepada Tuhan, terlebih lagi dalam bentuk ketaatan kepada Syariat Islam, tidak akan diberi ruang.
Hal ini sungguh berkebalikan dengan Sistem Islam. Syariat Islam wajib melandasi pelaksanaan setiap aspek kehidupan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al Ahzab : 36
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin, dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah Dia telah sesat, dengan sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab: 36).
Termasuk terkait cara berpakaian muslimah pun Syariat Islam telah menetapkannya. Sebagaimana firman Allah Swt. :
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ
“Hai anak Adam, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS. Al-A’raf: 26).
Dan jilbab adalah salah satu simbol dan identitas seorang Muslimah. Berjilbab merupakan bentuk ketundukan kepada Sang Kholik. Syariat jilbab tidak untuk mengekang Muslimah, sebaliknya merupakan bentuk perlindungan Islam terhadap kehormatan dan kemuliaan Muslimah.
Ketika seorang Muslimah keluar rumah, kewajiban dia bukan hanya sekedar menutup aurat, tetapi wajib menyempurnakan dirinya dengan cara berpakaian yang telah ditetapkan Allah.
Untuk pakaian di luar rumah, Allah telah memerintahkan para wanita untuk menggunakan khimar sebagai pakaian yang menutupi tubuh bagian atas (semacam kerudung, yang menutupi kepala sampai ke dada), dan jilbab sebagai pakaian yang menutupi seluruh tubuh (semacam jubah atau gamis yang terulur sampai menutupi kedua mata kaki). Ini sekaligus mengoreksi pemahaman yang keliru di tengah masyarakat umum, yang sebagian besar masih memahami jilbab sebagai kerudung, penutup aurat Muslimah bagian atas.
Kewajiban mengenakan khimar (kerudung) dijelaskan dalam firman Allah SWT:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS. An Nuur: 31).
Adapun tentang jilbab (semacam jubah/gamis), dijelaskan Allah Swt. dalam firmanNya
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab: 59).
Kedua pakaian tersebut, yaitu khimar serta jilbab, kalau sekarang orang lebih trend menyebutnya dengan hijab, wajib dikenakan seorang Muslimah, ketika dia akan beraktivitas di luar rumah. Bahkan dalam QS Al Ahzab di atas, Allah menjelaskan bahwa salah satu fungsi jilbab yang dikenakan oleh seorang Muslimah tersebut, adalah agar kita teridentifikasi sebagai seorang Muslimah. Seorang wanita yang telah berserah diri kepada Allah. Dan kita merasa mulia dengan identitas tersebut.
Suatu hal yang sangat aneh, bahkan dzalim, jika negara yang mayoritas muslim ini membiarkan para muslimatnya tidak menyempurnakan pakaiannya dengan yang disyariatkan Islam.
Dan lebih zalim lagi, jika kebijakan perda atau sekolah terkait kewajiban penggunaan jilbab (meski masih dalam pemahaman kerudung) kepada para siswi Muslimah, justru dianggap sebagai suatu pelanggaran yang mesti dikenakan sanksi.
Dengan ketetapan syariat Islam terhadap cara berpakaian Muslimah, sejatinya Allah dan Rasul-Nya telah memuliakan para Muslimah. Sehingga mereka memiliki identitas sebagai wanita yang mulia di sisi Rabi-Nya.
Aamiin. Allaahumma aamiin.
Penulis: Ati Solihati, S. TP (Aktivis Muslimah, Praktisi Pendidikan, Penulis)
Editor: H5P
Komentar