TEGAS.CO,. SULAWESI TENGGARA – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyelenggarakan Diskusi dan Deklarasi Damai dengan tema “Merawat Harmoni Merajut Kebhinekaan Dalam Perbedaan Guna Menjaga Situasi Kamtibmas yang Kondusif”.
Kegiatan yang digelar di Aula Dachara Polda Sultra, Senin (20/9/2021) tersebut dihadiri oleh Gubernur Sultra, H. Ali Mazi, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), Tokoh Masyarakat, Agama, Adat, dan Organisasi Masyarakat.
Ali Mazi mengungkapkan, bahwa dalam upaya pencegahan dan penanganan konflik, perlunya peningkatan kerja sama dan kemitraan yang sinergis berpolakan kordinasi dan sinkronisasi antara Pemerintah Daerah, Forkopimda, TNI/POLRI, tokoh masyarakat, agama, adat, paguyuban dan ormas – ormas lainnya.
“Hal ini dapat mendorong peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), forum kewaspadaan dini masyarakat, forum koordinasi pencegahan terorisme, dan forum pembaruan kebangsaan untuk terus bersinergi”, ujarnya.
Gubernur juga menekankan, agar media lebih meningkatkan perannya dalam menghadirkan berita dan informasi yang mencerahkan dan menangkal berita yang dapat menyesatkan masyarakat.
Dalam penggelaran diskusi dan deklarasi itu, Pemprov Sultra memberi penguatan dalam pembentukan legalitas organisasi kemasyarakatan yang belum terbentuk dan pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan kerukunan daerah maupun nasional.
Lebih jauh orang nomor satu di Bumi Anoa itu menjelaskan, bahwa berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil sensus pada 2020, penduduk Sultra berjumlah sebanyak 2.624.875 jiwa yan terrdiri dari beberapa suku seperti Muna, Buton, Tolaki, Wawonii, Moronene, Bugis dan lainya, juga menganut agama yang berbeda beda seperti Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Budha.
Dari perbedaan tersebut, kata Gubernur, Sultra menghadapi banyak tantangan multikultural seperti masalah etnis, prasangka, stereotip, kelompok mayoritas dan minoritas serta ancaman konflik sara.
“Berdasarkan tantangan-tantangan tersebut, edukasi tentang wawassan multikultural menjadi sangat penting dalam sistem masyarakat Sultra agar dapat menjunjung tinggi toleransi, kerukunan, dan perdamaian antar suku, ras bahkan agama, bukan konflik atau perubahan sosial”, jelasnya.
Dalam mengatasi masalah multikultural yang ada di Sultra, Ali Mazi menegaskan bahwa perlunya langkah kongkrit untuk merawat masyarakat multikulturalisme yaitu dengan memberi kesempatan yang sama kepada seluruh masyarakat Sultra dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, dan pemberdayaan masyarakat tanpa memperhatikan suku, ras agama, dan gender.
“Multikulturalisme memiliki dampak, baik positif maupun negatif. Dampak positif yaitu dapat memperkokoh persatuan. Sedangkan negatifnya dapat menimbulkan perpecahan”, ujarnya.
“Ini yang harus kita tekankan, pemberdayaan demi terwujudnya keadilan. Media juga harus selalu pro aktif, artinya menyajikan berita yang mencerahkan”, pungkasnya.(Adv)
Laporan : Reksi
Editor : Yusrif
Komentar