Legalitas PT GMS di Laonti Dipertanyakan

Koordinator Lapangan aksi Lembaga Aliansi Indonesia, Fajar saat berorasi di depan Kantor DPRD Sultra, Selasa (24/1)

TEGAS.CO,. SULAWESI TENGGARA – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Lembaga AliLegalitasansi Indonesia menggelar aksi demonstrasi di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tenggara (Sultra) , Selasa (24/1/2023).

Mereka menyoroti PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) yang beroperasi di Kecamatan Laonti, Konawe Selatan (Konsel) yang diduga melakukan aktivitas pemuatan ore nikel sebelum keluarnya Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2023.

Dalam pernyataan sikapnya, Lembaga Aliansi Indonesia menyebut bahwa seharusnya perusahaan tersebut sudah mengetahui, apabila belum memiliki RKAB, segala aktivitas produksi tidak boleh dilakukan.

Putusan PTUN dan Legalitas PT GMS

Salah satu orator dalam aksi tersebut mengatakan, selain persoalan menyangkut RKAB, PT GMS juga seharusnya tidak bisa lagi beroperasi karena Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilikinya telah dicabut oleh pengadilan melalui putusan nomor 95/PEN/2017/PTUN Makassar tanggal 30 Mei 2017, yang menyatakan batal surat keputusan Bupati Konawe Selatan nomor 1245 tanggal 8 Agustus 2011 tentang persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi.

Juga dikuatkan oleh putusan Mahkama Agung nomor 27/G/2016/PT.UN.KDI.JO.95/B/2017/PT.UN.MAKASSAR.JO.29K/2018.

Baliho putusan PTUN Makassar terkait IUP PT GMS yang dipasang oleh Lembaga Aliansi Indonesia saat menggelar aksi di DPRD Sultra, Selasa (24/1)

Menurut Fajar, Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, PT GMS telah melakukan aktivitas tanpa dokumen yang jelas atau tidak memiliki dokumen.

Fajar juga menyampaikan bahwa kehadiran mereka di DPRD Sultra untuk meminta kepada pihak legislatif agar mengeluarkan rekomendasi penghentian sementara aktivitas PT GMS.

“Saat ini di lokasi terjadi gejolak antara pemilik lahan dengan pemilik IUP,” kata Fajar yang ditemui di lokasi aksi.

Baliho penetapan PTUN Kendari

Mewakili Lembaga Aliansi Indonesia, Fajar mempertanyakan tentang dokumen yang digunakan oleh PT GMS dalam melakukan aktivitas pertambangannya.

“Kami juga menduga telah terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan antara pemilik SKT yang lama dengan yang baru. Namun PT GMS mengakui SKT yang baru,” ungkap Fajar

Jika hal itu dibiarkan, sambung Fajar, maka akan menimbulkan keributan antar pemilik lahan sehingga dapat berdampak buruk pada masyarakat.

Rapat Dengar Pendapat

Menanggapi itu, Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi Andi menyampaikan bahwa persoalan tersebut tidak bisa direspon jika hanya sepihak saja, namun harus dihadirkan keduanya (PT GMS dan massa aksi) untuk difasilitasi.

Ketua Komisi III DPRD Sultra, Suwandi saat menerima masaa aksi Lembaga Aliansi Indonesia di Gedung Asprirasi DPRD Sultra, Selasa (24/1)

Suwandi meminta kepada massa aksi untuk melengkapi data saat nanti dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 21 Februari 2023 mendatang dengan PT GMS serta pihak-pihak terkait lainnya.

“Ini saya sampaikan sama teman-teman, nanti di RDP datanya dilengkapi supaya kita panggil mereka untuk dikonfirmasi tentang apa yang terjadi,” kata Suwandi dihadapan massa aksi.

Sementara itu, saat akan dikonfirmasi terkait tuntutan massa aksi, Humas PT GMS, Airin Sakoya tidak menjawab telepon dan pesan whatsapp dari awak media ini.

Untuk diketahui, ada 5 (lima) poin yang menjadi penekanan Lembaga Aliansi Indonesia saat menggelar aksi demonstrasi di DPRD Sultra, diantaranya:

  1. Meminta kepada Inspektur tambang untuk sesegera mungkin menghentikan kegiatan PT GMS
  2. Menanyakan kepada Inspektur tambang tentang dokumen yang dipakai oleh PT GMS dalam melakukan penambangan selama ini.
  3. Meminta kepada Dirjen Minerba untuk tidak menerbitkan RKAB PT GMS.
  4. Meminta kepada DPRD Sultra untuk mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas PT GMS
  5. Meminta kepada DPRD Sultra untuk memanggil pihak-pihak terkait guna melalukan RDP.

Komentar