Ormas Islam Diperalat Sistem Demokrasi

Ormas Islam Diperalat Sistem Demokrasi
Ulfa Sari Sakti

Sebagai masyarakat awam, saya berpendapat bahwa organisasi kemasyarakatan (Ormas) merupakan suatu lembaga independen yang dibentuk secara swadaya oleh masyarakat untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.  Apalagi kalau Ormas tersebut termasuk Ormas Islam, tentunya tujuan pembentukannya lebih mulia lagi.  Tetapi yang terjadi pada sistem kapitalis-sekuler saat ini, Ormas Islam hanya dijadikan pendongkrak suara rezim.

Hal ini diakui Nahdlatul Ulama (NU) sebagaimana diberitakan RMOL.ID (3/1/2020).  Anggapan bahwa kalangan santri hanya sebatas “tukang dorong” kendaraan politik pihak tertetu untuk dapat memenangkan mereka pada pemilihan umum (Pemilu) sudah menjadi pil pahit jemaah NU sejak lama. 

Iklan KPU Sultra

NU sebagai Ormas Islam terbesar di Indonesia dengan basis jemaah dari kalangan santri sudah tidak asing dengan istilah tersebut.  “Bukan hanya santri, tapi rakyat hanya dimanfaatkan suaranya ketika pemilihan umum,” ujar Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj.

Rasa kecewa terhadap pemeritah pun dilontarkan dalam kritikpedasnya, hal itu dilakukan sebagai pengingat kepada pemerintah agar tidak melupakan rakyat kecil yang telah berjuang untuk memenangkan Pemilu.  “Pilkada Pilgub dan Pilpres, setelah itu rakyat ditinggal.  Jadi bukan hanya NU,” ungkapnya.

Sebelumnya pada pidatonya, Said Aqil Siradj menagih kredit murah Rp 1,5 Triliun ke Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, berbuntut panjang.  Mantan Sekretaris BUMN, Said Didu ikut mengomentari janji Sri Mulyani ke PBNU.  Melalui akun Twitternya, Said Didu mengatakan, ada hal prinsip yang harus diketahui publik terkait janji Sri Mulyani ke PBNU.

Hal ini menuai komentar pedas dari tokoh negeri ini kata Rizal Ramli, beliau mengatakan pemimpin-pemimpin formal NU mejadi kecil dengan menjadikannya sekedar kendaraan sewaan, bahkan bersedia menjadi plat merah.  Padahal akar NU adalah plat hitam, organisasi masyarakat yang berjuang untuk keadilan dan kemakmuran rakyat. Rizal Ramli kemudian mengungkit masa lalu saat Said Aqil hedak maju sebagai calon Ketua Umum PBNU tahun 2010 lalu.  Menurut Rizal, Said Aqil sempat mampir ke rumahnya dan berjanji untuk menolak politik.

Ormas Islam Sejatinya Mengoreksi Kinerja Pemerintah

Sebagai organisasi yang didirikan secara swadaya oleh masyarakat serta berasaskan Islam, sudah selayaknya jika Ormas Islam berfungsi sebagai muhasabah lil hukkam (mengoreksi penguasa).  Apalagi pada sistem kapitalis-sekuler, tidak jarang pemerintah dan legislatif (DPRD) sering bersikap kompromi pada hal-hal yang bertentangan dengan kebutuhan rakyat.Berbeda dengan sistem Islam, lembaga legislatifnya yaitu majelis umat dipilih berdasarkan kelayakan pada syarat yang ditentukan tanpa embel-embel suara terbanyak karena money politik.  Selain itu karena niat bekerja semata-mata mengharap ridha Allah swt, maka tentunya kinerja majelis umat memprioritaskan kepentingan umat bukan materi / imbalan yang diterima.

Bisa dibayangkan bagaimana tanggung jawab yang seharusnya diemban oleh Ormas Islam pada sistem pemerintahan kapitalis-sekulerdengan pada sistem Islam, tentunya pada sistem kapitalis-sekuler, Ormas Islamnya harus bekerja ekstra untuk mengoreksi pemerintah jika tidak yang terjadi seperti saat ini, masyarakat menilai Ormas Islam tidak komitmen dengan tujuan awal didirikan yaitu mengoreksi pemerintah jika kebijakannya bertentangan dengan kepentingan rakyat, yang terjadi sebaliknya Ormas Islam tergiur dengan janji pemeritah diawal kampanye dan kecewa setelah Pemilu karena kesepakatan yang disepakati tidak terlaksana.

Dalam Islam, jangankan Ormas, indvidu muslim pun berhak mengoreksi pemerintah dengan cara-cara tertentu.  Mengritik pemerinta secara terbuka (didepan umum) hukumnya boleh dan tidak dilarang dalam Islam.  Dalilnya (1) dalil-dalil mutlak mengenai amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa.  Contohnya “Seutama-utamanya jihad adalah menyampaikan kalimat yang adil (haq) kepada penguasa (sultan) yang zalim” (HR Abu Dawud no 4346, Tirmidzi no 2265 dan Ibnu Majah no 4011).

(2) dalil bahwa mengkritik penguasa yang zalim tidak termasuk ghibah yang tidak diharamkan Islam.  Contohnya “Seorang laki-laki minta izin (untuk bertemu) Nabi saw, kemudian Nabi saw bersabda, Dia adalah saudara yang paling jahat bagi keluarganya atau anak yang paling jahat di tengah-tengah keluarganya” (HR Bukhari no 5685 dan Muslim no 2591).  Selain itu Imam Ibu Abi Dunya meriwayatkan pendapat Ibrahim An Nakha i (seorang tabi’in) yang berkata :  “Ada tiga perkara yang tidak dianggap ghibah oleh mereka (para sahabat), yaitu imam yang zalim, orang yang berbuat bid’ah dan orang fasik yang terang-terangan denga perbuatan fasiknya”.  Al Hasan Al Bashri (seorang tabi’in) juga berkata : “Ada tiga orang yang boleh ghibah padanya, yaitu : orang yang mengikuti hawa nafsu, orang fasik yang terang-terangan dengan kefasikannya dan imam yang zalim” (Ibnu Abi Dunya, Al Shumtu wa Adabul Lisan, halaman 337 dan 343).

Selain itu para pemimpin Ormas Islam pun tidak boleh lupa bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, sebagaimana firman Allah swt dalam QS Qiyamah : 36, ”Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja(tanpa pertanggung jawaban)?”., serta QS Al Isra : 36 ,”Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”.

Mengetahui hakikat fungsi keberadaan Ormas Islam, tidaklah mengherankan jika masyarakat saat ini merindukan hadirnya Ormas Islam yang teguh melaksanakan fungsi-fungsinya sesuai syariat Islam.  Semoga saja akan hadir Ormas Islam seperti itu, seiring dengan perubahan sistem pemerintahan yang dianut, menuju sistem Islam kaffah.  Wallahu’alam bishowab

Oleh: Ulfah Sari Sakti,S.Pi (Jurnalis Muslimah Kendari)

.