Masyarakat Konawe digegerkan dengan penemuan sesosok mayat bayi di saluran pembuangan di salah satu pondok pesantren. Bayi yang sudah tidak bernyawa diduga merupakan hasil hubungan gelap di luar nikah oleh pelaku berinisial R (15). (Inilahsultra.com,05/02/20)
Kasat Reskrim Polres Konawe Iptu Husni Abda mengatakan, mayat bayi tersebut pertama kali ditemukan salah satu santri yang mencium bau busuk di sekitar pembuangan limbah.
Menyikapi pemberitaan tersebut jelas kita tidak hanya bisa mempermasalahkan tempat dimana pelaku memgenyam ilmu pendidikan. Sebab permasalahan yang kerap terjadi menimpa remaja pada umumnya kurangnya keimanan dan ketaqwaan individu.
Perkara remaja hamil diluar nikah tak jarang bahkan hampir tiap harinya menjadi perbincangan masyarakat. Orang tua yang seharusnya menjadi pendidik kini perannya perlahan mulai tergeserkan. Tersebab bagi para orang tua yang menyepelehkan betapa pentinganya pendidikan aqidah untuk diajarkan kepada anak-anaknya.
Bahkan betapa saat ini sebagian orang tua lebih melepas anaknya untuk di didik melalui sekolah-sekolah negeri maupun swasta yang notaben pendidikannya berbasis sekuler kapitalis. Padahal pendidikan karakter anak dalam hal akhlak dan aqidah, orang tualah yang seharusnya memegang peranan penting dalam membentuk keduanya kepada si anak.
Namun diera globalisasi saat ini, kekuatan teknologi telah menjadi jajahan nyata. Bagaimana tidak berbagai informasi bisa kita dapatakn disitu, bahkan termaksud perkara seks baik pornografi maupun porno aksi. Maka tak heran banyak anak-anak remaja terjerambab hingga mempraktekan aksi tersebut. Bukan tak lain bila hal ini dilakukan karena rasa ingin tau dan penasaran. Walhasil banyak remaja dinegeri ini hamil diluar nikah bahkan hingga melakukan aborsi.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, terutama yang terkait degan kesehatan reproduksi remaja menunjukkan perilaku pacaran menjadi titik masuk pada praktik perilaku berisiko yang menjdikan remaja rentan mengalami kehamilan di usia dini, kehamilan di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, dan terinfeksi penyakit menular seksual hingga aborsi yang tidak aman. Survei tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar remaja wanita (81%) dan remaja pria (84%) telah berpacaran. Empat puluh lima persen remaja wanita dan 44 persen remaja pria mulai berpacaran pada umur 15-17. Sebagian besar remaja wanita dan remaja pria mengaku saat berpacaran melakukan aktivitas berpegangan tangan (64% wanita dan 75% pria), berpelukan (17% wanita dan 33% pria), cium bibir (30% wanita dan 50% pria) dan meraba/diraba (5% wanita dan 22% pria). (www.bkkbn.go.id/detailpost/kesehatan-reproduksi-dan-nikah-dini)
Bahkan penelitian Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia pada 2007 menemukan, perilaku seks bebas bukan sesuatu yang aneh dalam kehidupan remaja Indonesia.
Kementerian Kesehatan pada 2009 pernah merilis perilaku seks bebas remaja dari hasil penelitian di empat kota: Jakarta Pusat, Medan, Bandung, dan Surabaya. Hasilnya, sebanyak 35,9 persen remaja punya teman yang sudah pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Bahkan, 6,9 persen responden telah melakukan hubungan seksual pranikah. (sumber: www.metrotvnews.com)
Menyikapi berbagai potret suram generasi hari ini dalam kungkungan sekulerisme liberal, akan timbul pertanyaan siapa yang harus bertanggung jawab? Tentu ini menjadi tugas semua pihak utamanya orang tua, guru, masyarakat dan bahkan Negara.
Secara umum, untuk mengatasi rangsangan seksual atau mencegah adanya pergaulan bebas dibutuhkan adanya peran individu, orang tua, masyarakat dan negara. Peran serta usaha individu yang tak lain remaja atau pemuda itu sendiri adalah menamakan sifat ketakwaan dirinya kepada Allah SWT. Dengan adanya sifat takwa inilah yang akan menimbulkan rasa takut dan enggan untuk melakukan perbuatan yang melanggar hukum syara.
Dengan landasan takwa ini mereka juga akan memiliki keterikatan yang kuat terhadap syariat Islam sehingga mampu menolak rusaknya tata pergaulan dalam masyarakat. Dia akan takut melakukan maksiat, lebih-lebih lagi zina yang merupakan dosa besar. Allah SWT berfirman dalam surah Al Israa ayat 32, yang artinya “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Ayat diatas jelas menerangkan untuk menjauhi perbuatan zina, serta jauhilah segala sesuatu yang bisa mengantarkan padanya. Karena zina adalah amalan paling keji dan jalan yang sangat buruk lantaran akibatnya berupa ketidakjelasan nasab anak hasil zina dan dan bisa mendatangkan azab Allah.
Tak hanya individu itu sendiri, orang tua pun haruslah mengambil peran penting dalam menumbuhkan kesadaran individu remaja. Peran orang tua inilah yang sangat mampu memberikan berbagai bimbingan. Seperti agama, perhatian dan kasih sayang yang besar, sikap keteladan dan kawalan yang efektif.
Adanya bimbingan inilah, akan memberikan dorongan individu remaja tersebut agar lebih efektif dalam membentuk kesadaran untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap segala bentuk kemunkaran yang ada. Mereka bukan saja membentengi diri bahkan juga aktif dalam melakukan perubahan terhadap lingkungan sekitarnya.
Peranan masyarakat pun sangat diperlukan disamping untuk menguatkan apa yang telah dilakukan oleh individu dan orang tua, juga akan mencegah suburnya berbagai rangsangan dalam masyarakat. Jika masyarakat mampu melakukan amar ma’ruf nahi munkar, tidak memberikan kemudahan yang mengarah kepada kemaksiatan dan menjauhi sikap permisif terhadap semua bentuk kemunkaran, pornoaksi dan pornografi, niscaya segala bentuk kemaksiatan dapat terhindarkan.
Kemudian adanya peran negara yang paling penting dalam membentuk sistem dan tata aturan dalam masyarakat untuk mengendalikan segala bentuk pergaulan yang memicu adanya tindakan kemaksiatan. Namun, masalahnya hingga saat ini negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini masih malu-malu kucing untuk menerapkan hukum Islam secara sempurna dan menyeluruh. Penguasa seolah merasa dianggap ekstrim dan memihak kepada kelompok Islam jika menerapkan kewajiban menutup aurat, melarang khalwat dengan memberikan hukuman tertentu, melarang tempat-tempat hiburan dengan alasan melanggar syariat. Padahal, keengganan inilah yang berakibat maraknya seks bebas di tengah masyarakat.
Negara sepatutnya bertanggungjawab menerapkan sistem yang mampu menangkal semua bentuk serangan yang menimbulkan terjadinya seks bebas maupun permasalahan umat lainnya saat ini. Dalam Islam negara berkewajiban menerapkan hukum-hukum pergaulan yang disyariatkan Allah SWT. Seperti, memerintahkan menutup aurat, larangan berkhalawat (berdua-duaan dengan lawan jenis), larangan bertabbaruj, membatasi akses teknologi, serta meberikan hukuman yang tegas bagi pelaku maksiat.
Dengan demikian, solusi bagi pencegahan pergaulan bebas yang tak lain dengan menerapkan hukum-hukum pergaulan dalam Islam. Dan hal ini hanya bisa diterapkan oleh seorang Khalifah (kepala negara).
Kini, saatnya kita kembalikan remaja dan sistem kehidupan di negeri ini kepada syariah Islam secara kaffah. Tentu saja hal ini hanya akan bisa terwujud tatkala sistem khilafah yang kita rindukan benar-benar telah diteggakan. Semoga Allah SWT memudahkan langkah-langkah kita. Aamiin
Wallahu A’lam Bishshowab.
Oleh: Hamsina Halisi Alfatih