Upaya Menekan Angka Kemiskinan Melalui Kontrasepsi

Ilustrasi

TEGAS.CO., NUSANTARA – Pandemi yang mewabah kali ini telah membawa dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Tidak hanya kehidupan sosial dan politik, namun perekonomian pun guncang dibuatnya. Dampaknya, semakin bertambahlah jumlah masyarakat miskin yang ada di negeri ini. Hal ini pula yang dirasakan para petani, kondisi pandemi telah membuat mereka semakin terpuruk dalam kemiskinan, ditambah lagi dengan populasi yang terus meningkat dikarenakan kurangnya edukasi akan pentingnya membatasi kehamilan dengan kontrasepsi.

Dilansir dari Kompas.com pada Jumat (25/9/2020) Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN, Dr. Ir. Dwi Listyawardani, M.Sc, Dip.Com dan Presiden Direktur PT Bayer Indonesia Angel Michael Evangelista dalam virtual press conference bertajuk Hari Kontrasepsi Sedunia 2020: Percepatan Informasi, Edukasi dan Akses Kontrasepsi untuk Pemberdayaan Perempuan di masa pandemi Covid-19.

Iklan KPU Sultra

“Ini merupakan tujuan bersama dari Bayer dan BKKBN sehingga bisa mengedukasi dan mereka (para petani perempuan dan istri petani) bisa menerima akses terhadap kontrasepsi,” tutur Michael.

Namun karena area tersebut memiliki kebutuhan yang cukup tinggi, akses menuju ke sana masih cukup sulit. Sementara di wilayah pedesaan angka kemiskinan cukup tinggi dan angka pendidikan masih terbilang minim.

Akhirnya pemerintah memberikan perhatian yang luar biasa kepada mereka, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan para petani, terutama petani perempuan, dan istri petani agar terhindar dari kemiskinan, pemerintah memberikan solusi dengan mengupayakan agar petani memiliki akses terhadap alat kontrasepsi.

Lantas benarkah yang menjadi akar persoalan dari kemiskinan dan minimnya pendidikan adalah pertumbuhan penduduk? Jika dilihat dari sudut kapitalis sekuler tentu jawabannya adalah benar. karena hal ini diasumsikan pada pertumbuhan populasi penduduk yang tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa. Sehingga, kontrasepsi didasarkan pada teori populasi menurut Thomas Robert Malthus diistilahkan dengan tahdid an-nasl (pembatasan kelahiran) yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Dari segi tinjauan fakta, teori Malthus ini adalah batil karena tidak sesuai dengan kenyataan. Teori ini harus ditolak karena nyatanya ketidakcukupan barang dan jasa bukan disebabkan jumlah populasi yang terlalu banyak, atau kurangnya produksi pangan, melainkan lebih disebabkan adanya ketidakadilan dalam distribusi barang dan jasa yang terjadi karena pemaksaan ideologi kapitalisme oleh Barat (negara-negara penjajah) atas Dunia ketiga, termasuk dunia Islam.

Adapun dalam paradigma Islam, hukum menggunakan kontrasepsi dalam arti Tahdid An-Nasl (Pembatasan Kelahiran), hukumnya adalah haram. Tidak boleh ada sama sekali ada suatu undang-undang atau peraturan pemerintah yang membatasi jumlah anak dalam sebuah keluarga. (Lihat Prof. Ali Ahmad As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya Al-Fiqhiyah Al-Mu’ashirah, [Mesir : Daruts Tsaqafah – Maktabah Darul Quran], 2002, hal. 53).

KB sebagai program nasional tidak dibenarkan secara syara’, karena bertentangan dengan Aqidah Islam, yakni ayat-ayat yang menjelaskan jaminan rezeki dari Allah untuk seluruh makhluknya. Allah SWT berfirman:

“Dan tidak ada satu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya.” (QS Huud [11] : 6).

Adapun Hukum kontrasepsi dalam arti Tanzhim an-Nasl (pengaturan kelahiran), yaitu aktivitas yang dijalankan oleh individu (bukan dijalankan karena program negara) untuk mencegah kelahiran (man’u al-hamli) dengan berbagai cara dan sarana, hukumnya mubah, bagaimana pun juga motifnya (Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham al-Ijtima’i fi Al-Islam, hal. 148).

Dalil kebolehannya antara lain hadits dari sahabat Jabir RA yang berkata :

“Dahulu kami melakukan azl [senggama terputus] pada masa Rasulullah SAW sedangkan Al-Quran masih turun.” (HR Bukhari, no 4911).

Namun kebolehannya tersebut disyaratkan agar tidak menimbulkan adanya bahaya (dharar). Kaidah fiqih menyebutkan:
“Adh-dhararu yuzaal” (Segala bentuk bahaya wajib dihilangkan). (Imam Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazhair fi Al-Furu).

Kebolehan pengaturan kelahiran juga terbatas pada pencegahan kehamilan yang temporal (sementara), misalnya dengan pil KB dan kondom. Adapun pencegahan kehamilan yang bersifat permanen (sterilisasi), seperti vasektomi atau tubektomi, hukumnya haram. Sebab Nabi SAW telah melarang pengebirian (al-ikhtisha`), sebagai teknik mencegah kehamilan secara permanen yang ada saat itu. (Muttafaq ‘alaih, dari Sa’ad bin Abi Waqash RA).

Dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam sistem Khilafah, kesejahteraan bukanlah hal yang mustahil. Syariat Islam yang sempurna dan paripurna mampu menjadi solusi bagi setiap permasalahan kehidupan dan akan mendatangkan berkah dan rahmat dari Allah Swt. karena keimanan dan ketakwaan pemimpin dan penduduknya. Sebagaimana yang telah di sebutkan dalam firman-Nya:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,…” (TQS. Al A’raf: 96).
Wallahu A’lam Bishawwab

Penulis: Ummu Abror (Pengajar)
Editor: H5P