Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

”Bagi-Bagi Kue Kekuasaan Kembali Membuka Wajah Buruk Demokrasi”

1295
×

”Bagi-Bagi Kue Kekuasaan Kembali Membuka Wajah Buruk Demokrasi”

Sebarkan artikel ini
Bagi-Bagi Kue Kekuasaan Kembali Membuka Wajah Buruk Demokrasi
Hamsina Halisi Alfatih

Pasca kemenangan presiden PetahanaJoko Widodo usai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) suhu politik Indonesia kian memanas. Pasalnya beberapa partai politik (Parpol) mulai meminta jatah kursi, mulai dari partai yang berkoalisi maupun partai-partai yang sebelumnya menjadi saingan saat pemilu.Seperti diketahui Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden periode 2019-2024.Maka pada setiap periode pemerintahan terbaru akan diisi oleh beberapa kabinet kerja selama 5 tahun lamanya. Hal ini tentu menjadi ajang pertarungan bagi beberapa parpol untuk menikmati kue kekuasaan tersebut.(Kumparan.com, 3/7/19)

Sebagaimana diketahui bahwa, Golkar adalah peraih suara terbesar ketiga dan peraih perolehan kursi terbanyak kedua setelah PDIP di Pileg 2019 ini. Oleh karena itu, Wasekjen Golkar, Maman Abdurahman menginginkan jatah sekiranya 20 kursi untuk kabinet kerja berikutnya.Setelah Partai Golkar, giliran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merapat ke Istana untuk mengucapkan selamat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau lebih dikenal sebagai Cak Imin Berharap PKB minimal mendapatkan jatah 10 Kursi Menteri.(Sindonews.com, 2/7/19). Begitu halnya dengan Partai Nasdem tidak ingin kalah dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang meminta jatah sepuluh menteri di pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Anggota Dewan Pakar Partai Nasdem, Tengku Taufiqulhadi mengatakan, pihaknya akan meminta jatah kursi menteri lebih banyak. Hal itu dikarenakan jumlah kursi Nasdem di DPR lebih banyak ketimbang PKB.( Jawa Pos.com, 3/7/19).

Dalam prakteknya, pembentukan kabinet kerja baru biasanya di isi oleh partai-partai yang telah berkoalisi mengeluarkan “keringatnya” demi kemenangan paslon yang telah diusungnya. Sehingga jatah kursi mentri yang diusung oleh Presiden terpilih akan lebih besar diduduki oleh Koalisi ketimbang oposisi.Tetapi perlu dicermati bahwa negara kita adalah negara dengan sistem pemerintahan presidensial. Maka, pembentukan pemerintahan pun tidak berada di koalisi partai politik, melainkan sepenuhnya berada di tangan presiden sebagai hak prerogatif presiden. Hal ini tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.Tetapi  menengok Pemerintah Jokowi diperiode pertama, sebagaimana bentukan kabinet kerja yang diusungnya selama empat tahun menjalankan pemerintahannya, Presiden Joko Widodo terhitung telah empat kali melakukan reshuffle atau perombakan kabinet.

Namun, perombakan kabinet berkali-kali dilakukan tetap saja tidak membawa dampak perubahan bagi kemajuan bangsa. Justru selama 4 tahun menduduki jabatan sebagai pemegang kekuasaan dinegri ini stabilitas harga pasar, adanya kenaikan harga BBM, Tarif Harga Listrik, serta hal- hal urgent lainnya tidak mampu diselesaikan oleh kabinet yang diusungnya.Seharusnya dalam pembagian jatah kursi kementerian kapasitas seorang elit politik harus memiliki kemampuan dalam menghadapi permasalahan dalam negri. Tetapi dalam praktek demokrasi kekuasaan bisa dijadikan sebagai alat untuk memanfaatkan situasi demi kepentingan individu maupun kelompok.

Kekuasaan dijadikan ajang “mencari muka” dihadapan masyarakat, namun disisi lain masyarakat dijadikan sebagai objek untuk pencitraan mereka. Tak hanya itu,  tidak adanya kemampuan para elit politik ini dalam mengurusi berbagai kebijakan yang telah di terapkan. Sehingga masyarakat hanya mendaptkan ‘hadiah’ kesengsaraan lain halnya bagi para pemilik modal yang diberi kenikmatan untuk menguasai  hak-hak yang seharusnya di miliki masyarakat.

Inilah wajah buruk demokrasi kapitalisme, menjadikan manusia sebagai pembuat kebijakan serta aturan. Padahal yang patut untuk menjalankan aturan hanyalah Allah swt, yaitu dengan menjadikan islam sebagai aturan dan kedaulatan kembali ke tangan syara.Membongkar kejahatan demokrasi di balik kekuasaan para elit politik. Pada prinsipnya demokrasi menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, dimana rakyat diberi kekuasaan untuk membuat aturan yaitu perundang-undangan serta memilih pemimpin untuk menjalankan undang-undang tersebut. Namun, pada faktanya ketika aturan dari perundang-undangan tersebut dijalankan justru tidak sesuai dengan prinsip demokrasi tersebut.

Bagaimana ketika miras dilegalkan dengan alasan untuk mencapai kemaslahatan bersama padahal dalam pandangan hukum syara miras jelas-jelas diharamkan.Adanya praktek perzinahan serta kampanye LGBT yang justru mendapat ruang publik untuk mengekspresikan tindakan menyimpang dari ajaran islam tersebut.Demokrasi menjadi sesuatu itu legal ataupun ilegal tergantung suara mayoritas, hal-hal yang yang menjadi halal haram sudah jelas hukumnya didalam islam tetapi dalam praktek demokrasi hal itu harus memulai musyawarah atau voting agar disetujui dan disahkan oleh negara.Bagi demokrasi syariat islam hanyalah sebagai option atau pilihan bukanlah sebuah kewajiban atau obligation. Inilah wajah buruk demokrasi jika sesuatu ingin  dijadikan halal maka harus melalui persetujuan mayoritas manusia, begitupun sebaliknya.Selain sistem ini menyimpang dari ajaran islam disisi lain juga mencampakkan Allah swt sebagai pembuat hukum. Menjadikan manusia sebagai pembuat aturan padahal secara fitrah manusia itu lemah,terbatas dan tidak memiliki kemampuan apapun dalam membuat aturan.

Sebagaimana firman Allah dalam   surat Yusuf ayat 40 :

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ ۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۚ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Tidak ada hukum kecuali hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Kalimatۚ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ yang berarti Tidak ada hukum kecuali hanyalah kepunyaan Allah. Menandakan bahwa hanya Allah yang berhak membuat hukum untuk mengatur manusia, bukan manusia yang membuat hukum untuk mengatur hidupnya sendiri maupun mengatur masyarakat.

Mencampakan Demokrasi dan Menerapkan Islam Sebagai Aturan

Melihat fakta buruk sistem demokrasi yang telah mencampakan hukum Allah Subhanahuwa Ta’ala, merampas hak prerogatif Allah sebagai satu-satunya pembuat hukum,serta menyerahkan ketundukan hanya kepada manusia.Selain itu demokrasi hanyalah menjadi alat penjajah serta perpanjangan tangan bagi para konglomerat untuk mengeksploitasi rakyat.Begitupula demokrasi hanyalah menyuburkan korupsi berjamaah ditubuh para elit politik yang berkoalisi didalam Parlemen serta membiarkan kemaksiatan tumbuh subur hingga munculnya kerusakan dimana-mana.Oleh karena itu, mencampakan demokrasi adalah sesuatu tindakan yang benar sebab sistem rusak ini sungguh bertentangan dengan islam. Tak hanya itu melepaskan diri dari keterikatan sistem rusak ini berarti berlepas diri dari kedaulatan rakyat dan kembali dengan manjadikan hukum syara sebagai kedaulatan.

Dan ketika berlepas diri dari jeratan demokrasi maka cepat atau lambat bangunan peradaban barat ini akan runtuh dengan sendirinya. Seprti sebuah gedung bertingkat yang runtuh sampai rata dengan tanah, karena yang paling utama dihancurkan adalah fondasinya.Setelah menghancurkan perdaban barat ini tentu kita harus membangun peradaban baru yaitu peradaban yang pernah gemilang 14 abad lamanya dimana masyarakat hidup dalam kesejahteraan serta adanya kenyamanan dan keamanan didalamnya. Perdaban baru itu tidak lain adalah peradaban islam.Islam yang tak hanya sekedar agama yang mengatur maslah ibadah spritual saja tetapi islam adalah sebuah ideologi yang memiliki aturan dalam setiap sendi-sendi kehidupan.

Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah Swt kepada Rasulullah shallallahu Allaihi wassalam untuk mengatur hubungan antara  manusi dengan Allah, manusia dengan dirinya sendiri serta manusia dengan sesamanya. Dalam menjalankan islam tak hanya sekeder menjalankan ibadah spritual saja yaitu yang mencangkup hubungan manusia dengan Allah tetapi islam harus dijalankan secara kaffah atau menyeluruh agar terciptanya kehidupan yang islami baik dari segi ekonomi,pendidikan, sosial, peradilan, politik dan sebagainya.

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya, “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. Janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).Jadi, sudah saatnya kita kembali menerapkan islam sebagai aturan bukan menjadikan manusia sebagai pembuat hukum. Karena hanya Allah-lah satu-satunya pembuat hukum buka para elit politik. _Wallahu A’lam Bishshowab_

Hamsina Halisi Alfatih

Terima kasih