Example floating
Example floating
Opini

Paradoks Negeri Muslim Anti Syariah

1712
×

Paradoks Negeri Muslim Anti Syariah

Sebarkan artikel ini
Paradoks Negeri Muslim Anti Syariah
Fitriana Abdul Azis.

Salah satu rekomendasi Ijtimak Ulama IV, yakni NKRI bersyariah, menuai kontroversi diberbagai kalangan salah satunya Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu angkat bicara soal hal itu.

Dilansir dalam Republika.Co.Id, Jakarta — Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, nilai-nilai syariat Islam sudah tertuang dalam sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Menhan mengatakan hal itu menanggapi wacana NKRI Bersyariah dalam rekomendasi Ijtima Ulama IV yang digelar di Bogor, beberapa waktu lalu.

“Saya belum dengar itu. NKRI ya NKRI. Syariah itu ada di dalam Pancasila. Sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa. Melaksanakan syariah ya melaksanakan sila ke satu,” kata Ryamizard pada acara silaturahmi dan dialog tokoh bangsa dan tokoh agama yang digelar Kemhan RI dan Forum Rekat Anak Bangsa, di Jakarta, Senin (12/8).

Ryamizard mengatakan bagi umat Islam, Pancasila merupakan kompromi yang sudah final antara kelompok Islam, kelompok nasionalis, dan kelompok kebangsaan. Menurut kyai dan ulama pejuang bangsa saat itu, Syariah Islam yang diajukan dalam Piagam Jakarta kemudian disepakati sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa sudah sama dengan syariah Islam.

“KH Wahid Hasyim, Tokoh ulama muda NU, putra dari KH Hasyim Asy’ari yang turut serta dalam merumuskan konsep dasar negara Indonesia pada tahun 1945 menegaskan bahwa konsep, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan konsep tauhid dalam Islam,” jelas mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.

Dengan konsep tersebut, umat Islam mempunyai hak menjalankan keyakinan agamanya tanpa mendiskriminasi keyakinan agama lain. “Di titik inilah, menjalankan Pancasila sama artinya mempraktikan syariat Islam dalam konsep hidup berbangsa dan bernegara. Sehingga tidak ada sikap intoleransi kehidupan berbangsa atas nama suku, agama, dan lain-lain,” kata Ryamizard.

Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Salahudin Wahid berpendapat tidak perlu ada istilah NKRI bersyariah. Sebab, syariat Islam tetap jalan di Indonesia tanpa adanya dirumuskan yang dihasilkan oleh Ijtima Ulama IV.

“Syariat Islam jalan kok di Indonesia tanpa rumusan NKRI bersyariah. Tanpa istilah syariah, syariat Islam jalan jadi tidak perlu ada istilah itu,” kata Solahudin di tempat yang sama.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahidakrab disapa Gus Solah itu menjelaskan dulu Undang-undang Dasar (UUD) 1945 mengandung kata syariah yakni “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tapi, lanjut dia, tujuh kata itu dicoret menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Sehingga sekarang tidak ada lagi istilah NKRI bersyariah.

“Tidak ada istilah NKRI bersyariah bukan berarti kita anti syariah Islam, tidak. Di tataran undang-undang dasar tidak ada bersyariah, tapi di tataran undang-undang boleh monggo, tidak ada masalah,” tuturnya.

Menurut Gus Solah, NKRI saja sudah cukup karena sudah cukup banyak syariat Islam baik yang universal maupun yang khusus masuk dalam UU. Adik dari Almarhum Gus Dur ini mengatakan tidak perlu lagi ada istilah NKRI bersyariah karena dalam pengertian UUD 1945 sudah tidak ada lagi. Tapi kalau hanya ingin menyebutkan saja, dipersilakan, karena tidak ada artinya.

Telaah Akar Masalahnya

Sangat mengherankan melihat kondisi saat ini, betapa tidak Negara dengan jumlah penduduk mayoritas beragama islam namun menolak ketika syariat islam diterapkan. Mengaku muslim dan beriman kepada Allah swt namun mengabaikan ketaatan dan ketundukan kepada aturan Pencipta-Nya.

Betapa lucunya, akhir-akhir ini seorang pejabat mengatakan bahwa syariat sudah tercantum dalam pancasila. Namun jika benar adanya, mengapa mereka begitu anti syariah dan khilafah? Bahkan menggiring umat untuk takut mendakwahkannya bahkan turut menolaknya.

Jika dilihat bahwa Indonesia menggunakan Pancasila sebagai landasannya dalam kehidupan. Kerusakan yang banyak terjadi akibat diterapkannya sistem sekuler demokrasi masih saja tumbuh subur dalam negeri ini.

Dalam bidang ekonomi, bahwa Indonesia masih saja terjerat utang kepada asing disebabkan pembangunan proyek infrastruktur, bahkan bisa dikatakan bahwa negeri ini benar-benar telah tergadai karena tak sedikit para pejabat yang rela perpanjangan asing dan berkhidmat pada kepentingan korporasi.

Dalam bidang hukum saat ini keadilan begitu sulitnya bahkan diibaratkan seperti bagaikan mata pisau, tumpul keatas tajam kebawah, tegas kepada rakyat jelata namun lemah kepada para pejabat yang memiliki materi, seakan keadilan dapat diperjual belikan.

Dalam bidang pergaulan, Indonesia mengarah kiblatnya kebarat sehingga tidak mengherankan ketika orang yang jujur justru jadi entitas yang aneh, langka dan termajinalkan. Generasi tua dan muda sudah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang beragama.

Lantas ketika kerusakan begitu banyak terjadi, dimanakah pancasila? Selama ini para penguasa terus berkoar- koar , NKRI harga mati, Pancasila Ideologi dalam bernegara. Namun nyatanya, pancasila hanyalah kumpulan nilai-nilai yang tak punya konsep detail dan praktis dalam mengatur kehidupan.

Bahkan dalam praktiknya sistem hidup kita ambil dari luar pancasila yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai pancasila. Sehingga didunia nyata pancasila tidak ditemukan wujudnya, hal ini berbeda dengan Islam yang pernah terwujud dalam sejarah peradaban manusia. Karena islam bukan hanya sebuah agama namun juga sebuah ideologi yang memancarkan aturan didalamnya sebagai solusi terbaik dalam segala persoalan kehidupan.

Hanya Islam Solusinya

Kemusliman seseorang semestinya ditunjukkan dengan sikap dan perbuatan yang sesuai dengan keimanannya yakni berupa ketaatan dan ketundukan penuh terhadap aturan syariah islam. Prinsip hidup seorang muslim adalah menyerahkan segalanya semata-mata untuk Allah. Sholat, ibadah, hidup dan matinya dipersembahkan demi meraih keridhoan Allah.

Dalam QS Al-An’am ayat 162 Allah swt berfirman yang artinya “Katakanlah, Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”. Sehingga sudah semestinya menjadi konsekuensi keimanan ridho dan patuh pada hukum-hukum Allah.

Dengan tiadanya kehidupan islam yang diatur dengan hukum  syariah didalam sistem khilafah, yang kemudian digantikan dengan kehidupan yang diatur dengan nilai-nilai barat sekuler. Sehingga umat islam semakin terasingkan dengan ajaran agamanya sendiri. Menganggap syariah islam sudah tidak sesuai dengan kondisi dan tuntunan zaman. Bahkan memusuhi ajaran agamanya seperti khilafah dan inilah akibat dari proses sekulerisasi yang telah sekian lama merasuki pikiran umat islam.

Dengan dasar keimanan, seorang mukmin tak akan membeda-bedakan hukum-hukum Allah SWT antar yang satu dengan yang lainnya. Sehingga dengan keimanannya membuat dirinya meyakini kewajiban pelaksanaan syariah islam secara kaffah, bukan setengah-setengah. Meyakini dan menerima keberadaan Khilafah sebagai kewajiban bagi umat karena tidak mungkin menjalankan segenap syariah islam tanpa adanya institusi Khilafah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.

FITRIANA ABDUL AZIS

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos