Example floating
Example floating
Opini

Indonesia Negeriku, Berbangga dengan Ledakan Utang?

503
×

Indonesia Negeriku, Berbangga dengan Ledakan Utang?

Sebarkan artikel ini
Nahmawati, S.IP (Member Aktif Menulis)
Nahmawati, S.IP (Member Aktif Menulis)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Indonesia negara kaya, kenapa berutang?“

Kekayaan alam melimpah kenapa berutang?”

Kenapa tidak memanfaatkan sumber daya yang ada?“
Kenapa perlu utang?”

Itulah sederet pertanyaan masyarakat terhadap keputusan pemerintah dalam mengambil kebijakan menambah utang luar negeri.

Dilansir dari Kompas.TV, utang Indonesia bertambah lagi. Bahkan jumlahnya cukup besar dalam waktu yang relatif berdekatan atau tak sampai dua minggu. Total utang baru Indonesia yakni bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 triliun pinjaman tersebut berasal dari Australia dan Jerman, (21/11/2020).

Utang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral, Pemerintah mengklaim penarikan utang dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19,

Adapun rincian utang bilateral Indonesia yang dilakukan dalam kurun waktu 2 pekan terakhir sebagaimana dikutip dari Kompas.com, Australia sebesar Rp 15,45 triliun dan Jerman sebesar Rp 9,1 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pada acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang digelar pada 21-22 November memunculkan kesepakatan adanya perpanjangan masa cicilan utang hingga pertengahan tahun 2021. Perpanjangan masa cicilan utang tersebut dinamakan Debt Service Suspension Inisiative (DSSI). Dengan inisiatif untuk memberikan fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara rentan, yang saat ini dihadapkan pada kondisi ekonomi dan fiskalnya yang sangat sulit, (CNBC Indinesia, 22/11/2020).

Meskipun ada perpanjangan masa cicilan, tentunya hal ini tetap mengkhawatirkan. Tidak ada yang tahu kapan pandemi Covid-19 ini berakhir. Tidak ada yang tahu pula kapan kondisi perekonomian akan kembali normal. Sehingga, tidak ada jaminan kapan suatu negara dapat membayar utangnya. Jangan-jangan utang belum lunas sudah menambah utang lagi.

Tingginya utang yang dimiliki suatu negara sebenarnya merupakan bukti lemahnya perekonomian. Menjadikan utang sebagai satu-satunya solusi keuangan, ini menunjukkan kegagalan pemerintah mengelola sumber perekonomian dinegerinya. Itu terjadi karena dari sekian banyaknya SDA dan kekayaan negeri belum dikelola dengan baik dan bahkan digadaikan pada pihak asing.

Potensi SDA yang begitu besar belum berhasil mengentaskan kemiskinan seluruh rakyat negeri ini. Masyarakat kesulitan membiayai pendidikan, kesehatan dan perumahan. Kemiskinan adalah akibat dari pembangunan ekonomi yang tidak berhasil. Ekonomi riil tak cukup berkembang dan merata, sehingga tidak cukup menyediakan lapangan kerja dan memenuhi kebutuhan semua orang. Ini semua berasal dari cara pengelolaan SDA yang berbasis kapitalisme liberal.

Para korporasi dunia melobi para politisi negeri agar membuat “iklim investasi yang makin kondusif, berupa aturan atau Undang-undang yang membuat mereka makin legal dan bebas mengeruk kekayaan SDA. Ini sudah bukan rahasia lagi. Walhasil makin hari makin banyak korporasi asing di negeri ini, dari sektor hulu seperti pertambangan emas atau migas hingga hilir seperti pasar retail.

Pada saat yang sama, lingkungan menjadi rusak, teknologi tidak makin dikuasai, dan utang luar negeri makin menumpuk. Rezim kapitalis sebenarnya telah gagal mengelola SDA, utang dijadikan sebagai solusi untuk menutupi kegagalan mereka. Begitu menyesakkan dada karena harus mengetahui kenyataan yang ada, bahwa kita masih dipimpin oleh rezim kapitalis ini.

Pandangan Islam bagaimana menjalankan sistem pemerintahan melakukan pelayanan kepada rakyat tanpa mengemis ke negara lain. Khilafah wajib menjadi negara yang mandiri. Mandiri dalam artian tidak bergantung kepada negara lain. Negara mendiri tidak mudah didikte negara lain. Khilafah akan menutup celah bagi negara kapital untuk menekan Khilafah dengan utang yang diberikannya.

Khilafah berupaya untuk membiayai seluruh kebutuhan rakyatnya. Seluruh pembelanjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat diambil dari baitulmal. Baitul mal memiliki pos-pos pemasukan berupa fa’i, jizyah, ‘usyur, harta milik umum yang dilindungi negara, harta haram pejabat dan pegawai negara, khumus rikaz dan tambang, harta orang yang tidak memiliki ahli waris dan harta orang murtad. Jika pemasukan baitul mal tidak stabil atau mengalami kekosongan khas, maka sejumlah skema dapat diterapkan agar ekonomi dapat pulih kembali dengan menetapkan kewajiban pembiayaan dari kalangan yang memiliki kelebihan harta.
Cara Khilafah menuntaskan masalah utang sebagai berikut:

1. Meningkatkan pendapatan berupa mengelola harta milik negara, melakukan pengkhususan pada sebagian harta milik umum, menarik pajak (dharibah) sesuai ketentuan syariah dan mengoptimalkan pemungutan pendapatan.

2. Menghemat pengeluaran khususnya pengeluaran-pengeluaran yang dapat ditunda dan tidak mendesak.

3. Memisahkan utang luar negeri pemerintah sebelumnya dengan utang pihak swasta (baik perorangan maupun perusahaan).

4. Sisa pembayaran utang luar negeri hanya mencakup sisa cicilan utang pokok saja, tidak meliputi bunga, karena syariat Islam mengharamkan bunga/riba.

5. Menempuh berbagai cara untuk meringankan beban utang dengan lobi melunasi sisa cicilan pokok utang.

6. Utang sebelumnya akan dibayar negara dengan mengambil seluruh harta kekayaan yang dimiliki secara tidak sah oleh rezim sebelumnya beserta jajarannya.

7. Utang luar negeri yang dipikul swasta (baik perorangan maupun perusahaan) dikembalikan kepada swasta untuk membayarnya.

8. Khalifah secara syar’i boleh berutang untuk pemulihan ekonomi, namun tetap wajib terikat hukum-hukum syariah. Haram hukumnya Khalifah mengambil utang luar negeri, baik dari negara tertentu, misalnya Amerika Serikat dan Cina, atau dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. Utang tersebut pasti mengandung riba dan pasti mengandung syarat-syarat yang menghilangkan kedaulatan negeri yang berutang.

Ledakan utang bukanlah untuk dibanggakan karena sejatinya negara diambang kehancuran. Semakin meningkat utang apalagi riba maka rakyatpun jauh dari kata kesejahteraan. Islam punya solusi tuntas permasalahan, tidak seperti sistem kapitalisme sekarang hanyalah jalan buntu dalam mengatasi masalah utang. Alih-alih dapat meringankan, yang ada malah mengalami kenaikan.

Alhasil, utang dalam negeri maupun luar negeri itu harus segera diakhiri. Perekonomian juga harus segera dijauhkan dari riba. Perekonomian harus segera diatur sesuai syariah Islam. Hanya dengan kembali pada syariah Islamlah keberkahan akan segera dilimpahkan kepada bangsa ini.

Rasul SAW bersabda:
« إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ »

Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).
Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis: Nahmawati, S.IP (Member Aktif Menulis)
Editor: H5P

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos