Example floating
Example floating
Opini

Perlindungan buruh, Mungkinkah ?

464
×

Perlindungan buruh, Mungkinkah ?

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi
Ilustrasi

Perlindungan buruh, Mungkinkah ?

TEGAS.CO., NUSANTARA – Fenomena demo buruh tak ada habisnya dalam sistem kapitalis ini, mulai upah murah dan status kerja yang tidak pasti. Demo buruh ini dianggap sebagai bentuk perjuangan melawan ketidakadilan kaum buruh yang selalu termarginalkah.

Demo buruh juga terjadi di Konawe, Sulawesi Tenggara pada PT Virtue Dragon Nikel Industry (VDNI), Senin (14/12/2020). Dilansir dari laman berita cnbcindonesia.com/15/12/2020, aksi unjuk rasa tersebut berujung ricuh, sejumlah fasilitas perusahaan rusak. Aksi unjuk rasa ini, dimotori oleh Serikat dan Perlindungan Tenaga Kerja (SPTK) Kabupaten Konawe dan Dewan Pengurus Wilayah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPW F-KSPN) Provinsi Sulawesi Tenggara. Pemicu ujuk rasa ini, karena pihak perusahaan PT VDNI, menolak dua poin tuntutan serikat pekerja, berupa:

Pertama, serikat pekerja mempertanyakan kejelasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pekerja PT VDNI, yang jangka waktu bekerjanya lebih 36 bulan (3 tahun) dan belum ada kejelasan status menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Kedua, menuntut kenaikan upah bagi pekerja/buruh yang sudah lebih dari 1 tahun bekerja, karena tidak sesuai dengan PP No.78 tahun 2015 Pasal 42.

Tuntutan berupa status PKWTT atau sering disebut karyawan tetap, menjadi harapan bagi buruh. Hal ini karena adanya tambahan hak dengan PKWT (pekerja bebas), meskipun menghasilkan produktivitas yang sama. Adanya pesangon saat terjadi PHK yang menjadi hak pekerja PKWTT, bisa menjadi solusi sementara selama diberhentikan.

Sementara kenaikan upah buruh merupakan langkah untuk menyesuaikan dengan kenaikan biaya hidup, yang terus meningkat seperti kenaikan tarif listrik, BBM, biaya pendidikan, harga-harga sembako. Oleh karena itu upah riil pekerja di Indonesia secara statistik bisa dikatakan, stagnan sepanjang tahun, meskipun secara nominal upah mereka meningkat. Artinya, dari tahun ke tahun, daya beli buruh tidak ada peningkatan yang berarti. Buruh memiliki kemampuan terbatas untuk menabung lebih banyak, misalnya untuk membeli/membangun rumah tinggal, membiaya sekolah yang lebih tinggi pada anak-anak mereka.

Perlindungan Buruh dalam Islam

Islam memberikan solusi sengketa buruh/pekerja dan pemberi kerja. Solusi Islam yang berasal dari Pencipta Yang Maha Adil akan menciptakan keadilan, tidak merugikan ataupun menganiaya dari salah satu pihak. Sekaligus akan menjadi perlindungan bagi buruh/pekerja, termasuk pemberi kerja.

Penetapan upah dalam sistem Islam didasarkan pada nilai manfaat tenaga yang diberikan pekerja kepada pemberi kerja. Tidak didasarkan tercukupinya kebutuhan pekerja. Dengan demikian upah pekerja antar sektor dan profesi akan berbeda-beda. Upah tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dan pemberi kerja. Mereka dapat merujuk pada pendapat ahli ketenagakerjaan mengenai nominal yang sesuai dengan harga pasar tenaga kerja. Oleh karena itu, buruh dan karyawan tetap sama, buruh dan pegawai negeri sama, manakala manfaat kerja yang diberikan sama. Karena besarnya upah sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat.

Penetapan upah tidak didasarkan pada harga barang dan jasa, yang dalam jangka pendek dapat berubah-ubah, akibat perubahan keseimbangan supply and demand. Jika hal ini terjadi, akan mengakibatkan upah naik turun sewaktu-waktu. Jika harga naik, maka upah buruh makin besar. Sementara manfaat jasa yang diberikan tidak berubah, sehingga cenderung merugikan pemberi kerja.

Upah pekerja pun tidak didasarkan kepada kebutuhan dasar pekerja. Sebab, bisa jadi manfaat yang diberikan oleh seorang pekerja lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan hidupnya. Sehingga upah yang berdasarkan besarnya kebutuhan hidup akan merugikan pemberi kerja. Sebaliknya, jika manfaat yang diberikan jauh lebih besar dari kebutuhan dasarnya, maka akan cenderung merugikan pekerja.

Jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan dalam menentukan upah, maka pakarlah yang menentukan upah sepadan. Pakar ini dipilih oleh kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negaralah yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka, dan negaralah yang akan memaksa kedua belah pihak mengikuti keputusan tersebut.

Di dalam Islam juga tidak dikenal istilah hak mogok. Sebab, perjanjian kerja, kedua belah pihak harus dipenuhi. Jika pekerja tidak memenuhi pekerjaannya, maka ia tidak berhak mendapatkan kompensasi. Sebaliknya, jika pemberi kerja melakukan pengurangan hak atas pekerja, maka negaralah yang berkewajiban memberikan sanksi.

Selanjutnya, yang menjadi pertanyaan, bagaimana dengan buruh/pekerja yang tidak dapat memberikan manfaat besar pada pemberi kerja, secara otomatis penghasilannya akan rendah, bahkan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya? Islam menjawab dengan memberikan tanggungjawab pemenuhan kebutuhan dasar rakyat (pangan, sandang, papan) kepada negara. Artinya, kebutuhan tersebut harus dapat dinikmati oleh setiap individu rakyat, baik melalui usahanya sendiri, bantuan ahli warisnya ataupun santunan dari negara, bila dirinya dan ahli warisnya tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

Negara pula, wajib menyediakan kebutuhan dasar lainnya, yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh warganya tanpa pandang bulu. Dengan demikian perlindungan kesehatan tidak ditanggung dari iuran para pekerja. Pendidikan gratis dan berkualitas hingga level perguruan tinggi, menjadi peluang bagi seluruh rakyat untuk mengusahakan pekerjaan yang lebih baik.

Di dalam masyarakat Islam, negara juga berkewajiban untuk membantu rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Nabi saw. pernah memberikan uang dua dirham untuk dibelikan kapak kepada seorang yang meminta pekerjaan kepada beliau dan memerintahkan dia untuk mencari kayu dengan kapak tersebut. Di dalam hadits lain disebutkan:” Imam adalah pemimpin dan dia bertanggungjawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Muslim)
Wallahu ‘alam.

Penulis: Hasriati, S.Pi (Relawan Media)
Editor: H5P

Terima kasih