Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Kekerasan pada Anak Meningkat di Sultra Selama Pandemi

799
×

Kekerasan pada Anak Meningkat di Sultra Selama Pandemi

Sebarkan artikel ini
Zulhilda Nurwulan (Relawan Opini Kendari)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Anak, adalah titipan Allah Swt sekaligus investasi akhirat yang kelak bisa menyelamatkan kedua orangtuanya dari kobaran api neraka. Olehnya itu, adalah kewajiban orang tua untuk menjaga dan merawat anak layaknya aset berharga yang mereka miliki di dunia. Ilustrasi ini harusnya menjadi patokan orang tua di manapun dalam mendidik dan merawat anak. Sayangnya, fakta di lapangan tidak menunjukkan hal yang serupa terlebih pada tahun ke-tiga pandemi mewabah di Indonesia.

Melansir Antara, Kamis (29/07), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Sulawesi Tenggara mencatat terdapat 117 kasus kekerasan yang dialami perempuan dan anak di daerah itu. Kepala Dinas P3APPKB Sultra Andi Tenri Rawe Silondae di Kendari, Kamis, mengatakan data itu tersebar di 14 dari 17 kabupaten/kota se-Sultra selama Januari hingga Juni 2021. Tambahnya, jumlah laporan kasus kekerasan yang dialami perempuan maupun anak sepanjang tahun 2020 tercatat 240 kasus.

Sejatinya, kekerasan pada anak memang sudah menjadi problema berkepanjangan yang sedari dulu menjamur di kalangan masyarakat. Terlebih, pandemi covid-19 yang memasuki tahun ke-tiga mengakibatkan tingkat stress sosial meningkat yang akhirnya berujung pada kekerasan terhadap anak. Banyaknya keluhan orangtua yang sulit menafkahi keluarga akibat pandemi adalah salah satu faktor penyebab meningkatnya stress sosial di dalam keluarga. Disamping itu, belajar online turut menjadi penyebab kekerasan terhadap anak kian meningkat di masa pandemi. Tuntutan belajar online yang mengharuskan orang tua menyediakan fasilitas seperti handphone plus kuota internet makin membuat orangtua merasa jika anak adalah beban keluarga terlebih kesiapan orangtua yang harus menjadi guru selama di rumah. Hal ini sontak membuat orangtua dilema dan putus asa menghadapi masalah keluarga hingga akhirnya berdampak pada kekerasan terhadap anak.

Kapitalis-Sekuler, Hilangkan ‘Akal Sehat’ Orang Tua

Kurangnya nilai agama dalam keluarga sekuler menyebabkan orangtua memandang anak sebatas pada nilai ekonomi semata. Walhasil, saat kesulitan ekonomi melanda suatu keluarga mengakibatkan hilangnya ‘akal sehat’ orangtua dan menjadikan anak sebagai penyebab kesulitan ekonomi bertambah.

Sistem kapitalis memang hanya berporos pada materi apapun aspeknya termasuk dalam hal keluarga. Ekonomi menjadi poros keuntungan pun dalam hal merawat anak. Sehingga, sudah menjadi kewajaran jika anak selalu menjadi korban dalam keluarga perihal kebutuhan rumah tangga. Anak hanya akan dianggap sebagai beban ekonomi yang menambah stress keluarga yang harus dipenuhi kebutuhannya. Belum lagi secara psikis dan seksual, banyak anak menjadi korban kekerasan ini terjadi dalam lingkungan keluarga sendiri terlebih pada masa pandemi seperti hari ini. Dari laporan yang diterima di beberapa daerah menyebutkan kebanyakan tinggal di rumah merupakan salah satu faktor penyebab kekerasan seksual pada anak meningkat selama masa pandemi. Parahnya, kekerasan ini dilakukan oleh anggota keluarga terdekat.

Dilansir dari Kompas (28/12/2020), seorang pria di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, ditangkap aparat kepolisian setelah dilaporkan istrinya. Agus (57) diketahui melakukan kekerasan seksual terhadap anak tirinya yang masih berusia 15 tahun selama satu tahun terakhir. Miris sekali, orangtua yang harusnya menjadi pelindung bagi anak malah berbalik menjadi musuh yang sangat menakutkan bagi seorang anak. Kurangnya nilai agama dan hilangnya taqwa dari seorang insan mampu membutakan hati nurani sehingga manusia bertindak mengikuti hawa nafsu bukan lagi berdasarkan keimanan pada Allah Swt. Inilah potret kekejaman sistem kapitalis-sekuler yang menjauhkan kehidupan dunia dengan agama sehingga akal manusia tertutupi dengan maksiat dan menjerumuskan pelakunya kedalam dosa.

Dengan demikian, sistem kapitalis-sekuler memandang kehadiran anak sebagai seorang insan yang bernilai ekonomis. Seorang anak hanya akan dianggap berguna jika menguntungkan secara ekonomi. Sebaliknya, anak bisa menimbulkan ketimpangan sosial dalam keluarga jika kehadiran mereka membutuhkan banyak kebutuhan yang perlu dipenuhi. Padahal, anak adalah harta yang berharga yang kelak bisa menjadi investasi akhirat jika kehadirannya dianggap sebagai anugrah. Oleh karena itu, anak tidak akan bernilai apa-apa jika dipandang dengan kaca mata kapitalis-sekuler, maka perlu sistem yang memanusiakan agar bisa menempatkan kedudukan anak pada posisi yang seharusnya.

Mendidik anak dalam islam

Berbeda halnya dalam islam, anak merupakan anugrah dari Allah Swt yang wajib dijaga keamanannya bahkan islam menjadikan anak sebagai investasi akhirat yang sangat berharga. deretan kisah keberhasilan para ulama di masa lalu tidak terlepas dari usaha orangtua dalam mendidik dan menyediakan pendidikan terbaik bagi anaknya. sebut saja Imam Syafi’i, ulama besar yang sangat dijaga oleh ibunya. Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan Imam Syafi’i kecil pernah ditinggal ibunya pergi sejenak dan beliau menangis kelaparan. Tiba-tiba seorang wanita yahudi memberikan asi kepada beliau, menyadari hal itu sang ibu langsung mengambil Syafi’i kecil dan mengguncang tubuh beliau hingga memuntahkan semua susu yang telah ia minum. Mengapa hal itu dilakukan? ibu Imam Syafi’i tidak menginginkan sedikitpun makanan buruk masuk ke dalam tubuh putranya.

Kemudian, dalam al-quran pun banyak dikisahkan tentang pola asuh para nabi yang berhasil mendidik anak mereka menjadi seorang Nabi yang ternama, salah satunya keluarga Nabi Daud as. dari keluarga ini lahir seorang Nabi Sulaiman as, seorang raja kaya raya, paling kuat, berkuasa lagi saleh, yang mampu mengislamkan satu negara. adalagi kisah seorang bapaknya para nabi, Nabi Ibrahim as. anak-anak beliau turun temurun menjadi pewaris risalahnya, Nabi Ishaq as, Nabi Yaqub as, dan Nabi Yusuf as, Masya Allah.

Potret keberhasilan di atas tentu dihasilkan melalui usaha yang serius dan sungguh-sungguh dimulai dari usaha orang tua yang mencarikan guru terbaik bagi anak-anaknya hingga pentingnya menempatkan iman dan taqwa kala mendidik anak sebagai penerus generasi. Sehingga, tak heran jika deretan kesuksesan dan keberhasilan banyak ditorehkan para generasi islam terdahulu yang proses mendidik anaknya ditautkan dengan keimanan kepada sang khaliq, Allah Swt.

Dengan demikian, pandangan islam tentu berbeda dengan pandangan kapitalis-sekuler kala mendidik anak. Islam memandang anak sebagai harta berharga penyelamat akhirat sedangkan kapitalis-sekuler menempatkan kedudukan anak hanya sebatas pada nilai materi. sehingga, generasi yang dihasilkan dari kedua sistem ini tentu berbeda dikarenakan pola asuh yang ditempuh keduanya. Wallahu’alam biishowwab.

Penulis : Zulhilda Nurwulan (relawan Opini Kendari)

Editor/Publisher : YUSRIF

Terima kasih